Oleh Matheus Antonius Krivo
Biarkan KITA tahu kisah Yesus Memanggul Salib. Ada kisah dan alur yang belum semuanya terungkap. Tulisan ini bersumber dari:“The Dolorous Passion of Our Lord Jesus Christ from the Meditations of Anne Catherine Emmerich” Meditasi XXXIII & XXXIV“Diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/ yesaya” dan Alkitab Gereja Katolik serta dari Wikipidia Bahasa Indonesia. Kiranya dapat menambah khazanah pengetahuan bagi yang membacanya.
Simon dari Kirene dan Yesus Jatuh Ketiga Kalinya
Ketika arak-arakan tiba di sebuah bangunan melengkung yang berhadapan dengan alun-alun di mana tiga jalan berakhir, Yesus tersandung sebuah batu besar yang ada di tengah jalan. Salib tergelincir dari pundakNya sehingga Dia jatuh terkapar di atas batu. Jatuh itu membuat Yesus sama sekali tak berdaya untuk bangkit berdiri. Melihat kondisi itu, kaum Farisi berteriak kepada para prajurit, “Kita tak akan dapat membawaNya ke tempat eksekusi dalam keadaan hidup, jika kalian tidak mendapatkan seseorang untuk memanggul salib-Nya.” Saat itulah Simon dari Kirene, sedang berjalan lewat, bersama ketiga anaknya. Simon adalah seorang tukang kebun, yang hendak pulang ke rumah setelah bekerja di suatu taman dekat tembok sebelah Timur kota. Simon membawa sekantong potongan ranting tanam-tanaman.
Melihat Simon lewat, para prajurit segera menahannya dan memerintahkannya untuk membantu Yesus memanggul salib. Pada mulanya Simon menolak, tetapi segera terpaksa taat, meskipun anak-anaknya menangis dengan ribut karena takut. Kepada anak-anak yang menangis beberapa perempuan yang menyertai arak-arakan menenangkan serta menjaga mereka. Simon teramat marah, dan dengan hebat mengungkapkan kekesalan hatinya karena dipaksa berjalan dengan seorang yang keadaannya begitu hina, dekil dan penuh sengsara; tetapi Yesus meneteskan airmata dan menatap padanya dengan tatapan surgawi yang begitu lemah lembut sehingga hatinya tersentuh. Bukannya terus menunjukkan kedongkolan hatinya, malahan Simon membantu Yesus bangkit, sementara para algojo mengikatkan satu sisi lengan salib ke atas pundaknya. Simon berjalan di belakang Yesus, dengan demikian banyak meringankan Yesus dari beban salib yang berat.
Ketika segala sesuatunya telah siap, arak-arakan pun bergerak maju kembali. Simon seorang yang kekar perawakannya, usianya sekitar empatpuluh tahun. Anak-anaknya mengenakan jubah dari bahan yang berwarna-warni. Dua yang tertua, Rufus dan Aleksander, di kemudian hari menggabungkan diri dengan para murid Yesus. Anak ketiga jauh lebih kecil, tetapi beberapa tahun sesudahnya pergi untuk tinggal bersama St Stefanus.
Yesus Berjumpa dengan Serafiah /Veronika
Ketika arak-arakan telah maju kurang lebih dua ratus langkah dari tempat di mana Simon mulai membantu memanggul salib Yesus, dari sebuah rumah di sebelah kiri jalan, pintunya terbuka dan keluarlah seorang perempuan dewasa berpenampilan anggun, sambil menggandeng seorang anak perempuan berumur sekitar 9 tahun, dan melangkah pasti menuju arak-arakan. Nama perempuan itu adalah Serafia. Serafia adalah isteri Sirakh, salah seorang anggota sidang Bait Allah. Di kemudian hari, Serafia dikenal sebagai Veronica, sebuah nama yang diambil dari kata “vera icon” (gambar asli), guna mengenangkan tindakannya yang gagah berani pada hari itu.
Serafia membawa anggur harum penuh sedap, untuk dipersembahkannya kepada Yesus, guna sedikit menyegarkan dahaga dalam perjalanan sengsara menuju Kalvari. Serafiah mengenakan sehelai kerudung besar yang tergantung pada lengannya. Sementara gadis kecil berusaha menyembunyikan kantong anggurnya ketika iring-iringan datang mendekat. Barisan arak-arakan bagian depan berusaha mendorong Serafiah mundur, tapi Serafiah terus maju menerobos khalayak ramai, para prajurit, para prajurit pembantu, hingga tiba pada Yesus. Di depan Yesus, Serafiah berlutut dan mengulurkan kerudung sembari berkata, “Ijinkanlah hamba menyeka wajah Tuhanku.” Yesus menyambut kerudung dengan tangan kiri, menyeka wajahNya yang berlumuran darah, lalu mengembalikannya seraya mengucapkan terima kasih. Serafia mencium kain itu dan menyimpannya di bawah mantolnya. Gadis kecil berupaya menyerahkan anggur, tetapi para prajurit tidak mengijinkan Yesus meminumnya.
Tindakan Serafia yang nekad itu membuat para prajurit terpaku, mengakibatkan kelengangan sesaat. Melihat itu kaum Farisi dan para prajurit amat murka, bukan hanya karena jeda sesaat, tapi karena penghormatan yang disampaikan kepada Yesus. Melihat situasi itu mereka melampiaskan amarah dengan menghajar Yesus. Ketika telah usai aksinya, Serafia bergegas kembali ke rumahnya.
Begitu tiba di rumah, Serafia meletakkan begitu saja kerudung di atas meja, sementara dia sendiri jatuh berlutut nyaris tak sadarkan diri. Tak lama berselang seorang lelaki yang merupakan sahabat masuk ke rumah dan mendapati Serafia terus berlutut dengan gadis kecil menangis di sisinya. Sahabat itu begitu terperanjat mendapati wajah Yesus penuh darah tergambar di atas kerudung. Sahabat lelaki itu membangkitkan Serafia dan menunjuk ke arah kerudung. Melihat itu Serafia bersujud di hadapan kerudung seraya berseru dengan air mata berderai, “Sekarang, sungguh aku harus menyerahkan segala-galanya dengan hati bahagia, sebab Tuhan-ku telah berkenan memberiku kenangan akan DiriNya.”
Tekstur kerudung ini terbuat dari wol yang sangat baik mutunya. panjangnya tiga kali lebarnya. Kerudung biasanya dikenakan sebagai penutup bahu. Kebiasaan kaum Yahudi adalah memberikan kerudung kepada mereka yang sedang dilanda duka, berbeban berat atau sakit, agar mereka dapat menyeka wajahnya. Tentunya tindakan memberi kerudung mengungkapkan simpati atau belas kasihan. Serafiah menyimpan kerudung itu hingga akhir hayatnya. Dia memasangnya di atas kepala tempat tidurnya. Setelah Serafiah meninggal, kerudung itu diserahkan kepada Bunda Maria,lalu mewariskannya kepada para rasul, dan kemudian kepada Gereja.
Serafia dan Yohanes Pembaptis adalah saudara sepupu. Ayah Serafia adalah saudara kandung Zakharia. Ketika Yoakim dan Anna membawa Santa Perawan, pada umur tiga tahun tiga bulan ke Yerusalem untuk diserahkan sebagai perawan Bait Allah, mereka menginap di rumah Zakharia yang letaknya dekat pasar ikan. Usia Serafia lima tahun lebih tua dari Bunda Maria. Serafiah juga hadir pada acara pertunanganan Yusuf dan Maria di Yerusalem. Serafia juga merupakan sanak dari Simeon tua, yang menubuatkan Kanak-kanak Yesus ketika dipersembahkan di Bait Allah. Serafia dibesarkan bersama kedua putera Simeon tua. Ketika Yesus berusia dua belas tahun dan ‘tinggal’ di Yerusalem tidak kembali ke Nazaret bersama Yusuf dan Maria, Serafialah yang masih lajang membawakan makanan untuk Yesus setiap hari di sebuah penginapan kecil, sekitar seperempat mil jauhnya dari Yerusalem.
Serafia menikah dengan Sirakh putera Susana yang saleh. Sirakh adalah salah seorang anggota Sanhedrin. Pada mulanya Sirakh amat menentang Yesus. Serafiah ssterinya harus menanggung banyak derita karena keterikatannya pada Yesus dan Bunda Maria. Berkat nasehat Yusuf dari Arimatea dan Nikodemus membuat Sirakh sedikit memahami dan mengijinkan Serafia untuk mengikuti Yesus. Ketika Yesus diadili secara tidak adil di istana Kayafas, Sirakh bergabung dengan Yusuf dan Nikodemus yang mengupayakan pembebasan bagi Yesus. Baik Yusuf dari Arimatea, Nikodemus dan Sirakh akhirnya mengundurkan diri dari jabatan mereka dalam sidang.
Serafiah pula yang menebarkan kerudungke atas tanah, ketika arak-arakan Yesus memasuki Kota Yerusalem. Kerudung yang sama itu pula,dia persembahkan kepada Yesus dalam arak-arakan menuju Kalvari.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar