Oleh Matheus Antonius Krivo
Biarkan KITA tahu kisah Yesus Memanggul Salib. Ada kisah dan alur yang belum semuanya terungkap. Tulisan ini bersumber dari:“The Dolorous Passion of Our Lord Jesus Christ from the Meditations of Anne Catherine Emmerich” Meditasi XXX“Diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/ yesaya” dan Alkitab Gereja Katolik serta dari Wikipidia Bahasa Indonesia. Kiranya dapat menambah khazanah pengetahuan bagi yang membacanya.
Pilatus meninggalkan balai pengadilan setelah pemakluman penyaliban Yesus. Pilatus dikawal oleh sejumlah anggota algojo. Ada duapuluh delapan pasukan kaum Farisi bersenjata pergi menuju balai pengadilan dengan menunggang kuda guna menyertai Yesus ke tempat eksekusi. Di antara pasukan itu terdapat enam orang yang turut serta dalam penangkapan Yesus di Taman Getsemani. Para algojo pembantu menggiring Yesus ke tengah pengadilan. Kemudian para hamba mengambil kayu salib yang lengannya terikat pada badan salib dan mencampakkan di depan kaki Yesus. Yesus berlutut di samping salib, memeluknya dengan kedua tangan, mencium kayu salib itu tiga kali, dan sambil memanjatkan doa syukur kepada Bapa di Surga atas karya penebusan yang sudah dimulaiNya. Para algojo pembantu segera menyeret Yesus bangkit, lalu menghempaskanNya kembali agar berlutut. Algojo pun meletakan kayu salib yang berat ke atas bahu kanan Yesus. Yesus pun menahan berat beban salib dengan tangan kanan. Ketika Yesus masih berlutut dan berdoa, para algojo pembantu meletakkan lengan salib yang agak sedikit melengkung dan belum diikatkan pada badan salib, ke atas punggung kedua penyamun dan mengikatkan tangan mereka erat-erat pada kayu salib. Badan salib digotong oleh para hamba, sebab potongan yang melintang tidak akan dipasangkan pada badan salib hingga saat eksekusi.
Usai meletakan salib pada para tahanan itu, terompet ditiup guna memaklumkan keberangkatan pasukan berkuda Pilatus. Pilatus sendiri memimpin langsung sepasukan algojo guna mencegah kemungkinan terjadinya pergolakan. Salah seorang Farisi yang tergabung dalam pasukan pengawal menghampiri Yesus yang masih tetap berlutut, katanya, “Berdiri! Kami sudah cukup mendengar khotbah-khotbah-Mu yang hebat itu. Sekarang berdiri dan berangkat.”
Mereka menarik Yesus berdiri dengan kasar, sebab Yesus sama sekali tak dapat bangkit karena beratnya beban salib. Yesus kemudian berdiri dan memulai perjalanan memanggul salibNya ke tempat penyaliban di Golgota.
Iring-iringan perjalanan Yesus dan kedua penjahat menuju Golgota sebagai berikut:
Peniup terompet yang akan selalu meniup terompetnya di setiap ujung jalan dan memaklumkan hukuman.
Sejumlah perempuan dan anak-anak berjalan di belakang arak-arakan dengan tali, paku, palu, dan keranjang-keranjang berisi berbagai macam perkakas dalam tangan mereka. Lainnya, yang lebih kuat, membawa pancang, tangga, dan badan salib kedua penyamun.
Sementara sebagian dari kaum Farisi mengikuti dengan menunggang kuda.
Seorang anak lelaki membawa prasasti yang ditulis Pilatus untuk dipasang pada salib, dan mahkota duri (yang telah ditanggalkan dari kepala Yesus) pada ujung sebuah tongkat yang panjang.
Yesus menyangga salib pada bahu kanan dengan tangan kanan-Nya. Sementara tangan kiri terkulai tanpa daya di sampingnya. Dari waktu ke waktu tampak Yesus mengangkat naik jubah-Nya yang panjang agar jangan sampai kakiNya terjerat olehnya.
Keempat algojo pembantu yang memegangi tali-temali yang diikatkan sekeliling pinggang Yesus. Mereka berjalan agak berjarak dari Yesus. Dua algojo berada di depan untuk menarik Yesus maju, sementara dua lainnya di belakang menarik Yesus mundur. Upaya itu agar Yesus tak dapat bergerak maju tanpa harus bersusah payah. Keadaan Yesus ketika memanggul salib:
- Kedua tangan tersayat oleh tali-temali yang membelenggunya;
- Wajah berlumuran darah dan tidak dapat dikenali;
- Rambut dan jenggot lengket oleh darah;
- Akibat beratnya beban salib menekan dan rantai yang membelenggu, mengakibatkan jubah yang dikenakan Yesus menggigit luka-luka serta mengoyakkannya
- Cemooh dan hinaan senantiasa diterimanya oleh pasukan yang menyertai.
- Sepanjang perjalanan itu Yesus tak kunjung henti berdoa memohon pengampunan bagi mereka yang menganiayaNya.
Para algojo lainnya berjalan di samping arak-arakan Yesus;
Kedua penyamun digiring di belakang Yesus dengan lengan salib yang terpisah dari badan salib dibebankan di atas punggung mereka. Kedua tangan penyamun diikatkan erat pada kedua ujung lengan salib. Para penyamun mengenakan baju yang besar dan semacam selendang bahu yang menutup bagian atas tubuh mereka, serta topi jerami di atas kepala mereka. Penyamun yang baik tampak tenang, sementara yang lain sebaliknya, ia amat berang dan tak henti-hentinya mengumbar kutuk dan sumpah serapah.
Bagian belakang arak-arakan dipimpin oleh sisa kaum Farisi yang menunggang kuda, yang hilir mudik menyampaikan perintah;
Pilatus dalam kemegahanya menunggang kuda agak jauh di belakang, dikelilingi para algojo dan sekelompok petugas Kalvari;
Selanjutnya sekitar tiga ratus pasukan yang datang dari perbatasan-perbatasan Italia dan Swiss dengan berjalan kaki.
Sepanjang perjalanan sejumlah orang di pinggiran jalan menyaksikan iring-iringan. Para algojo Romawi mencegah orang banyak ikut serta dalam arak-arakan. Atas pencegahan itu membuat banyak orang yang ingin tahu memilih melewati jalan belakang yang memutar, agar bisa tiba
lebih di Kalvari. Jalanan di mana Yesus digiring adalah jalanan yang sempit dan kumuh. Orang banyak menonton dari atas atap rumah dan meloi dari jendela-jendela. Sebagian menghina Yesus dengan kata-kata cemooh. Sejumlah kuli yang bekerja di jalanan sempat melempari Yesus dengan lumpur dan kotoran. Bahkan anak-anak yang telah diprovokasi mengisi kantong-kantong baju mereka dengan kerikil-kerikil tajam, dan melempatkannya dari pintu-pintu rumah ketika Yesus lewat.
Yesus Jatuh Pertama Kali
Ketika Yesus melintasi jalanan yang sering tergenang air dan lumpur setelah hujan, sebuah batu besar ditempatkan di tengah-tengah guna memudahkan orang melintasinya. Ketika tiba di jalanan itu, tenaga Yesus sama sekali telah terkuras. Akibatnya nyaris tak bisa bergerak lagi. Para algojo pembantu menyeret serta menarik dengan kasarnya tubuh Yesus, hingga jatuh terjerembab menghantam batu besar itu, sambil salib jatuh di sampingNya. Para algojo pun terpaksa berhenti. Begitu pula seluruh iring-iringan menjadi terhenti, mengakibatkan sedikit kekacauan. Saat jatuh itu para algojo menganiaya serta menghajar Yesus tanpa ampun. Yesus mengulurkan tangan, memohon seseorang membantuNya bangkit berdiri. Akan tetapi seseorang itu berujar, “Ah!” Semuanya akan segera berakhir”. Melihat itu orang-orang Farisi meminta algojo, “Angkat Dia! Jika tidak, Dia akan mati di tangan kita.”
Ada banyak perempuan dan anak-anak ikut serta dalam arak-arakan. Para perempuan menangis, sementara anak-anak ketakutan. Ketika Yesus mengangkat kepala; para algojo menancapkan lagi mahkota duri ke atas kepalaNya sebelum mereka menarik keluar dari lumpur. Mahkota duri yang menudungi kepala Yesus menambah rasa sakit yang tak terperi. Akibat mahkota durimenyebabkan Yesus harus membungkuk kepala ke satu sisi guna memberikan ruang bagi salib, yang menekan berat di pundaknya.
Yesus Jatuh Kedua Kalinya di Hadapan Bunda Maria
Bunda Yesus bersama Yohanes dan beberapa perempuan meninggalkan istana Pilatus segera setelah hukuman mati kepada Yesus dimaklumkan. Bunda Maria sibuk berjalan kian kemari ke tempat-tempat yang telah dikuduskan oleh Sang Putera dan membasahi tempat-tempat itu dengan airmatanya. Namun ketika suara terompet, orang-orang yang bergegas, dan gemerincing pasukan berkuda memaklumkan bahwa iring-iringan akan segera berangkat menuju Kalvari, Santa Perawan tak dapat menahan kerinduannya untuk melihat Puteranya terkasih sekali lagi. Bunda Yesus memohon kepada Yohanes untuk membawanya ke tempat yang pasti akan dilewati Sang Putera. Lalu Yohanes membimbing Bunda Yesus ke suatu istana yang pintu masuknya berada di jalan yang dilalui Yesus setelah jatuh pertama kali. Yohanes memohon dan mendapatkan ijin dari seorang hamba untuk berdiri di pintu masuk bersama Bunda Maria dan para perempuan yang menyertainya. Bunda Allah tampak pucat pasi, matanya sembab dan merah karena airmata, tubuhnya terbungkus rapat dalam balutan mantol berwarna abu-abu kebiruan.
Ketika teriak dan seruan cemooh dari khalayak ramai yang mengamuk terdengar jelas, dan bentara yang memaklumkan berita penjahat yang akan dihukum mendekat, hamba itu membuka pintu. Bunda Maria pun jatuh berlutut. Setelah berdoa dengan khusuk, Bunda Maria berpaling kepada Yohanes dan bertanya, “Haruskah aku tinggal? Ataukah sebaiknya aku pergi saja? Adakah aku memiliki kekuatan untuk menyaksikan pemandangan yang demikian?” Yohanes menjawab, “Bunda, jika engkau tidak tinggal dan melihatNya lewat, engkau akan menyesalinya di kemudian hari.” Karenanya, Bunda Maria, Yohanes dan para perempuan tinggal dekat pintu, dengan mata menatap lekat pada arak-arakan yang bergerak maju perlahan.
Manakala petugas yang membawa peralatan eksekusi mendekat, dan Bunda Yesus melihat wajah-wajah bengis penuh kemenangan, dia tak kuasa menahan perasaan hatinya, dijalin erat jari-jari kedua tangannya seolah memohon dengan sangat pertolongan dari surga. Melihat itu, seorang dari antara mereka bertanya kepada yang lain: “Siapakah perempuan itu yang berdukacita begitu rupa?” Temannya menjawab, “Ia adalah Bunda Orang Galilea itu.” Mendengar hal ini, orang-orang yang bertanya mengolok-olok sambil menunjuk-nunjuk kepadanya. Salah seorang dari mereka mengambil paku-paku yang akan dipergunakan untuk memakukan Yesus pada salib dan memperlihatkannya kepada Bunda Maria dengan cara yang paling keji. Tetapi Bunda Yesus memalingkan wajahnya, mengarahkan pandangannya kepada Yesus Sang Putera yang semakin mendekat. Bunda Maria menyandarkan diri pada pilar untuk menopang tubuhnya. Pasukan kaum Farisi yang menunggang kuda lewat, diikuti oleh anak laki-laki yang membawa prasasti, lalu Putera-Nya terkasih. Yesus yang tenggelam di bawah beban berat salib, dengan mahkota duri di kepala, melemparkan tatapan belas kasih dan sengsara kepada BundaNya, langsung terhuyung-huyung, dan jatuh untuk kedua kalinya di atas kedua tangan dan lutut-Nya. Bunda Maria sama sekali hancur luluh melihatnya. Tanpa peduli pada siapapun, Bunda Maria menghambur dari pintu ke tengah kerumunan massa yang sedang menganiaya serta menyiksa Yesus, sambil berseru, “Puteraku terkasih”, jatuh berlutut di sisi Sang Putera lalu memelukNya erat-erat.
Sejenak terjadi kebingungan. Yohanes dan para perempuan kudus berusaha membangkitkan Bunda Maria agar berdiri, para algojo pembantu menghardiknya; seorang di antara mereka berkata, “Apa yang kau lakukan di sini, hai perempuan? Ia tidak akan berada dalam tangan kami andai Ia dididik dengan baik.”
Sebagian dari para algojo tersentuh hatinya, dan walau mereka harus meminta Santa Perawan untuk minggir dan tidak menghalangi jalan, tak seorang pun berani menyentuhnya. Yohanes dan para perempuan kudus mengelilingi Bunda Maria yang jatuh lemas, tubuhnya roboh ke sebuah batu yang terletak dekat pintu masuk. Kedua murid yang bersama Bunda Yesus membopongnya masuk ke dalam rumah, lalu menutup pintu.
Melihat situasi Bunda Maria telah dibopong pergi, para algojo pembantu menarik Yesus berdiri dan memerintahkanNya untuk memanggul salib. Lengan salib dilepaskan ikatannya dari badan salib dan dililitkan dengan tali-temali hingga Yesus dapat menahan potongan kayu itu dengan kedua lenganNya. Dengan cara demikian berat badan salib sedikit terkurangi karena badan salib lebih terseret ke tanah.
**Batu tempat Bunda Maria terjatuh itu, terdapat jejak-jejak tangannya tertera. Batu yang sangat keras ini sesudahnya dipindahkan ke sebuah gereja Katolik pertama yang dibangun di Yerusalem dekat Kolam Betsaida, pada masa St Yakobus Muda menjadi uskup kota itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar