Kamis, 31 Juli 2025

Ecce Homo dan Yesus Dijatuhi Hukuman Mati (cerita detail)

 

Oleh Matheus Antonius Krivo

Biarkan KITA tahu kisah Ecce Homo (Lihatlah Manusia ini) dan Yesus Dijatuhi Hukuman Mati oleh Pilatus. Ada kisah dan alur yang belum semuanya terungkap. Tulisan ini bersumber dari:“The Dolorous Passion of Our Lord Jesus Christ from the Meditations of Anne Catherine Emmerich” Meditasi XXVII & XXIX “Diterjemahkan oleh YESAYA:  www.indocell.net/ yesaya” dan Alkitab Gereja Katolik serta dari Wikipidia Bahasa Indonesia. Kiranya dapat menambah khazanah pengetahuan bagi yang membacanya.


Lihatlah Manusia Ini=Ecce Homo

Para algojo kemudian menggiring kembali Yesus ke istana Pilatus. Yesus mengenakan mantol merah tergantung di pundak, mahkota duri di kepala dan buluh pada tangan yang dibelenggu. Sekujur tubuh Yesus penuh luka berdarah. Ketika melihat Yesus yang muncul di pintu masuk balai pengadilan, Pilatus terpana oleh rasa ngeri dan belas kasihan. Sementara para imam dan khalayak ramai,  terus menghujani Yesus dengan makian dan cemooh. Ketika Yesus telah mendaki tangga, Pilatus maju ke depan, terompet dibunyikan guna memaklumkan bahwa gubernur hendak berbicara. Pilatus menyapa imam-imam kepala dan orang banyak dengan kata-kata, “Lihatlah, aku membawa Dia ke luar kepada kamu, supaya kamu tahu, bahwa aku tidak mendapati kesalahan apapun padaNya.”

Pilatus menunjukkan Yesus kepada orang banyak seraya berseru: “Ecce homo! Lihatlah manusia itu!” Para imam besar dan khalayak, meresponnya dengan berteriak-teriak, “Bunuh Dia, salibkan Dia!”. Mendengar itu  Pilatus menjawab, “Belum puaskah kalian? Hukuman yang telah Dia terima, tak diragukan lagi, cukup untuk menghalau segala hasrat dalam DiriNya untuk menjadi raja.” Tetapi para imam kepala dan khalayak semakin keras berteriak, “Salibkan Dia, salibkan Dia!” Pilatus membunyikan terompet agar orang banyak tenang, lalu berkata, “Ambilah Dia dan salibkan Dia; sebab aku tidak mendapati kesalahan apapun pada-Nya.” Jawab para imam, “Kami mempunyai hukum dan menurut hukum itu Dia harus mati. Sebab Dia menganggap diriNya sebagai Anak Allah.” Mendengar kata-kata, “Dia menganggap diriNya sebagai Anak Allah” membangkitkan rasa takut dalam diri Pilatus. Lalu Pilatus membawa Yesus ke suatu ruangan lain dan bertanya kepadaNya, “Dari manakah asalMu?” Tetapi Yesus tidak menjawab. “Tidakkah Engkau mau bicara dengan aku?” kata Pilatus, “Tidakkah Engkau tahu, bahwa aku berkuasa untuk membebaskan Engkau, dan berkuasa juga untuk menyalibkan Engkau?”. Jawab Yesus, “Engkau tidak mempunyai kuasa apapun terhadap Saya. Jikalau kuasa itu tidak diberikan kepadamu dari atas. Sebab itu dia yang menyerahkan Saya kepadamu, lebih besar dosanya.”

Pilatus antara ketakutan dan murka mendengar perkataan Yesus. Dia kembali ke balkon dan menyatakan lagi bahwa ia akan membebaskan Yesus. Akan tetapi orang banyak berteriak, “Jikalau engkau membebaskan Dia, engkau bukanlah sahabat Kaisar. Setiap orang yang menganggap dirinya sebagai raja, ia melawan Kaisar.” Sebagian lainnya berteriak bahwa mereka akan mendakwanya di hadapan kaisar dengan tuduhan telah mengganggu hari raya mereka. Para imam dan khalayak mendesak Pilatus untuk segera menentukan keputusan, sebab mereka wajib berada di Bait Allah sebelum pukul sepuluh. Teriakan, “Salibkan Dia! Salibkan Dia!” membahana di segenap penjuru. Pilatus melihat bahwa segala usahanya sia-sia belaka, bahwa ia tidak dapat mengendalikan massa yang mengamuk. Apalagi teriakan dan kutukan mereka memekakkan telinga dan membuatnya mulai takut akan timbulnya huru-hara. Sebab itu, Pilatus mengambil air, membasuh tangannya di hadapan rakyat, seraya berkata, “Aku tidak bersalah terhadap darah orang ini.  Itu urusan kamu sendiri!” Mendengar itu, suatu teriakan kompak yang mengerikan datang dari khalayak , “Biarlah darahNya ditanggungkan atas kami dan atas anak-anak kami!”.

Yesus Dijatuhi Hukuman Mati

Di tengah teriakan para imam kepala dan khalayak itu, “Biarlah darah-Nya ditanggungkan atas kami dan atas anak-anak kami!” yang berulang-ulang, Pilatus mulai mempersiapkan diri untuk menjatuhkan hukuman mati kepada Yesus. Pilatus meminta jubah yang biasa dia kenakan dalam kesempatan-kesempatan resmi. Lalu mengenakan mahkota, menyematkan batu berharga di atas kepalanya, menukar mantolnya, dan menyuruh pelayan untuk membawa tongkat ke hadapannya. Saat itu Pilatus dikelilingi para prajurit, para pejabat pengadilan, para ahli Taurat yang membawa gulungan-gulungan perkamen serta buku-buku yang digunakan untuk mencatat nama-nama dan tanggal. Seorang berjalan di depan dengan membawa terompet. Begitulah urutan iring-iringan yang berarak dari istana Pilatus menuju balai sidang pengadilan. Balai pengadilan ini disebut Gabata; semacam serambi bundar, letaknya agak tinggi dengan anak-anak tangga. Di atasnya terdapat kursi Pilatus dan bagian belakang kursi ini terdapat sebuah bangku bagi para pejabat.  Sejumlah serdadu disiagakan sekeliling serambi dan di atas anak-anak tangga. Hadir di sana Hanas, Kayafas, dan dua puluh delapan imam. Hadir pula dua penyamun yang dibawa ke balai itu bersama dengan dua salib. Kedua penyamun  telah dijatuhkan hukuman mati beberapa waktu sebelumnya, namun eksekusi terhadap keduanya masih ditunda.

Yesus ditempatkan di antara kedua penjahat. Lalu Pilatus duduk, dan kembali menyapa para imam kepala dan khalayak dengan kata-kata, “Inilah rajamu!”. Mendengar itu  teriakan `Salibkan Dia! Salibkan Dia!' membahana dari segala penjuru. “Haruskah aku menyalibkan rajamu?” tanya Pilatus. Sontak para imam besar menjawb, “Kami tidak mempunyai raja selain dari Kaisar!” 

Sekitar pukul sepuluh pagi, Pilatus memulai dengan memberikan sambutan yang panjang. Lalu berbicara mengenai tuduhan-tuduhan yang diajukan para imam besar terhadap Yesus. Pilatus mengatakan bahwa mereka menuntut hukuman mati atas Yesus karena Yesus telah mengganggu ketenangan masyarakat dan melanggar hukum Yahudi,  dengan menyebut DiriNya sebagai Putra Allah dan Raja bangsa Yahudi. Terhadap itu rakyat telah  menuntut, agar permintaan mereka dikabulkan. Atas dasar itu, “Aku menjatuhkan hukuman mati atas Yesus dari Nazaret, Raja orang Yahudi, dengan disalibkan!” Setelah memaklumkan itu Pilatus pun memerintahkan agar para algojo membawa masuk salib. 

Pilatus kemudian menuliskan hukuman, dan mereka yang berdiri di belakangnya menyalinnya sebanyak tiga kali. Kata-kata yang Pilatur tulis berbeda dari apa yang dia ucapkan.  Isi hukuman tertulis adalah: “Aku terpaksa, karena khawatir timbul pergolakan, memenuhi keinginan para imam besar, kaum Sanhedrin, dan rakyat, yang berteriak-teriak menuntut kematian Yesus dari Nazaret, yang mereka tuduh telah mengganggu ketenangan rakyat dan menghujat serta melanggar hukum mereka. Aku telah menyerahkan Dia kepada mereka untuk disalibkan, walau tuduhan-tuduhan mereka tampaknya tanpa dasar. Aku melakukannya karena khawatir mereka mendakwa aku di hadapan kaisar, bahwa aku mendukung pemberontakan, dan menyebabkan ketidakpuasan di kalangan bangsa Yahudi dengan menolak hak-hak keadilan mereka.”

Pilatus kemudian menulis prasasti yang akan dipasang pada salib Yesus. Sementara para pegawai menyalin hukuman tertulis beberapa kali, agar salinan tersebut dapat dikirimkan ke bagian-bagian negeri yang jauh.

Para imam besar sama sekali tidak puas dengan kata-kata yang dituliskan Pilatus pada prasasti itu. Menurut mereka tidak benar. Para imam kepala menjadi geram dan mengepung balai pengadilan guna berusaha membujuk Pilatus agar mengganti tulisan tersebut, “Jangan engkau menulis: Raja orang Yahudi, tetapi bahwa Dia mengatakan: Aku adalah Raja orang Yahudi.” Mendengar tuntutan itu, Pilatus menjadi murka dan menjawab dengan berang, “Apa yang kutulis, tetap tertulis!”

Para imam juga tidak setuju dengan ukuran salib untuk Yesus karena lebih tinggi dari salib kedua penyamun. Salib untuk Yesus memang dibuatkan lebih tinggi  supaya ada cukup tempat untuk menempelkan prasasti. Olehnya salib Yesus disambung dengan sepotong kayu baru. Melihat itu para imam protes kepada Pilatus supaya prasasti tidak perlu dipasang.  Akan tetapi Pilatus sudah memutuskan, dan kata-kata mereka tak dapat mengubah pendiriannya.  Sebab itu, bentuk salib Yesus menjadi istimewa. Potongan kayu yang merupakan lengan salib mencuat ke atas. Bentuknya amat mirip dengan huruf Y, dengan bagian bawahnya dipanjangkan hingga seolah muncul dari tengah lengan salib. Tambahan kayu yang dipasangkan pada bagian bawah lengan salib lebih tipis dari badan salib. Sepotong kayu juga dipakukan di bagian bawah badan salib sebagai tempat tumpuan kaki.

Segera sesudah Pilatus memaklumkan hukuman mati, Yesus diserahkan kepada para prajurit pembantu. Jubah yang ditanggalkan Yesus di istana Kayafas dibawa untuk dikenakan lagi. Para prajurit membuka belenggu di tangan agar Yesus dapat mengenakan jubah. Dengan kasar prajurit merenggut mantol merah dari tubuh Yesus, sehingga  luka-luka sekujur tubuh terkoyak lagi dan darah pun mengalir. Yesus mengenakan jubah dan kain linen milikNya sendiri dengan tangan-tangan gemetar. Prajurit melemparkan selendang bahu ke atas pundak Yesus. Melihat mahkota duri terlalu besar dan menghalangi jubah tak berjahit yang dibuat Maria IbuNya masuk melalui kepala, prajurit merenggut mahkota duri dengan kasar. Lalu prajurit melilitkan kain wol berwarna putih pada pundak. Yesus sendiri mengenakan ikat pinggang dan mantol. Prajurit melingkarkan ke pinggang Yesus suatu cincin dengan ujung-ujung besi yang runcing pada permukaannya. Pada cincin itulah diikatkan tali-temali supaya Yesus dapat digiring. Prajurit melakukannya dengan kasar dan cepat.

Kedua penyamun berdiri, satu di sebelah kanan dan yang lain di sebelah kiri Yesus. Tangan-tangan kedua penyamun dibelenggu dan sebuah rantai dikenakan sekeliling leher mereka. Sekujur tubuh penyamun penuh bilur-bilur biru dan hitam, bekas penderaan sehari sebelumnya. Perilaku penyamun yang kemudian bertobat tampak tenang dan damai. Sementara penyamun yang satunya, tampak kasar dan beringas. Para prajurit pembantu mengumpulkan segala peralatan yang diperlukan untuk penyaliban serta mempersiapkan segala sesuatu untuk perjalanan ke Kalvari.

Sementara Hanas dan Kayafas menyudahi perdebatan dengan Pilatus perihal ukuran salib dan prasasti. Kedua imam besar itu membawa  lembaran-lembaran perkamen di mana hukuman dituliskan. Mereka pergi bergegas, takut kalau-kalau terlambat tiba di Bait Allah untuk merayakan kurban Paskah. 

**Pada saat Pilatus memaklumkan hukuman mati terhadap Yesus, isterinya Claudia Procles, mengembalikan kepadanya tanda janji yang telah ia berikan. Sore hari perempuan itu meninggalkan istana dan bergabung dengan sahabat-sahabat Yesus dan bersembunyi di suatu kamar bawah tanah dalam rumah Lazarus di Yerusalem. Pada hari itu juga, seorang sahabat Yesus mengukirkan kata-kata “Judex injustus”, dan nama Claudia Procles, pada sebuah batu berwarna hijau yang terdapat di belakang serambi Gabata. Batu itu hingga sekarang masih dapat ditemukan pada pondasi sebuah gereja atau rumah di Yerusalem, yang didirikan di tempat yang dulu bernama Gabata. Claudia Procles menjadi seorang Kristen, mengikuti St Paulus, dan menjadi sahabatnya yang istimewa.

**Mendengar kata-kata Pilatus memaklumkan hukuman mati kepada Yesus, Maria Ibu Yesus langsung tak sadarkan diri untuk beberapa waktu lamanya.Yohanes dan para perempuan yang menyertainya  membopongnya pergi.  Ketika sadar kembali, Bunda Maria mohon dengan sangat agar dibawa kembali ke setiap tempat yang telah dikuduskan oleh sengsara Putranya, agar ia dapat membasahi tempat-tempat itu dengan air matanya.


 

Yesus Didera dan Dimahkotai Duri (cerita detail)

 

Oleh Matheus Antonius Krivo

Biarkan KITA tahu kisah Yesus Didera dan Dimahkotai Duri. Ada kisah dan alur yang belum semuanya terungkap. Tulisan ini bersumber dari:“The Dolorous Passion of Our Lord Jesus Christ from the Meditations of Anne Catherine Emmerich” Meditasi XXII & XXVI “Diterjemahkan oleh YESAYA:  www.indocell.net/ yesaya” dan Alkitab Gereja Katolik serta dari Wikipidia Bahasa Indonesia. Kiranya dapat menambah khazanah pengetahuan bagi yang membacanya.


Yesus Didera


Setelah memutuskan Barabas dibebaskan, Pilatus menyerahkan Yesus kepada prajurit untuk didera sesuai dengan cara Romawi.

Para pengawal langsung menggiring Yesus menerobos khalayak ramai  secara brutal, sembari melancarkan pukulan bertubi dengan tongkat. Yesus diikat pada pilar tempat yang biasa digunakan penyiksaan kepada para penjahat. Pilar itu terletak di sebelah Utara istana Pilatus dekat gardu jaga dan posisinya di tengah halaman. Posisi pilar tidak terlalu tinggi, seseorang yang jangkung tangannya dapat menggapai puncaknya. Ada suatu cincin besi yang besar di bagian puncak dan dua cincin serta kait-kait agak sedikit di bawahnya. 

Para prajurit membawa cambuk, tongkat, dan tali tampar. Tali tampar mereka lambung-lambungkan sembari menyeringai kepada Yesus. Prajurit berjumlah enam orang, berkulit gelap kehitaman dan agak lebih pendek dari Yesus. Perawakan mereka yakni dada bercelemek, pinggang berikat, dan tangan-tangan berbulu, kekar dan polos. Keenam prajurit ini adalah para penjahat dari perbatasan Mesir yang dijatuhi hukuman kerja paksa karena kejahatan-kejahatan yang telah mereka lakukan. Mereka terutama dipekerjakan dalam pembangunan kanal-kanal, dan pembangunan gedung-gedung publik. Penjahat yang paling bengis dipilih untuk bertindak sebagai algojo-algojo di Praetorium.

Prajurit penyiksa meninju Yesus dengan kepalan tangan sambil menyeret dengan tali-temali yang membelenggu,  hingga Yesus jatuh terkapar setelah membentur pilar. Lalu para prajurit mengoyakkan mantol yang dikenakan Yesus dari Istana Herodes yang membuatNya nyaris terkapar lagi.


Yesus menggigil, gemetar ketika berdiri di depan pilar. Kedua tangan dilingkarkan pada pilar lalu diikatkan pada cincin besi yang ada di puncak pilar. Selanjutnya prajurit mengerek kedua tangan Yesus pada suatu ketinggian tertentu hingga kedua kaki yang dibelenggu erat ke dasar pilar, hampir-hampir tak menyentuh tanah. Lalu dua prajurit mendera tubuh Yesus secara bergilir dari kepala hingga kaki dengan kejinya sambil mencaci maki. Cambuk atau cemeti yang digunakan terbuat dari semacam kayu putih dan atau dari  kulit.

Akibat penderaan itu, Yesus mengeluarkan erangan yang  dalam hingga terdengar oleh khalayak. Ketika itu khalayak sungguh disuguhkan dengan suara desisan cemeti, caci maki prajurit serta erangan Yesus.  Saat adegan penderaan itu khalayak berteriak sambil menyumpai Yesus.

Sekujur tubuh Yesus penuh dengan bilur-bilur hitam, blau dan merah. Darah jatuh menetes membasahi lantai. .

Setelah semua prajurit melakukan penderaan, Yesus kembali dibelenggu dimana punggungNya menghadap ke pilar. Oleh karena Yesus sudah sama sekali tidak mampu menopang tubuhNya untuk berdiri tegak, prajurit melilitkan tali-temali sekeliling pinggang, di bawah kedua lengan, dan di atas kedua lutut. Sembari kedua tangan Yesus diikat erat-erat pada cincin-cincin yang ada di bagian atas pilar.  Kemudian mereka melanjutkan penderaan dengan lebih beringas lagi. Seorang prajurit dengan bertubi-tubi menghajar wajah Yesus dengan sebatang tongkat. Tubuh Yesus sepenuhnya hancur remuk penuh luka.  Penderaan  berlangsung selama tiga perempat jam.

Di tengah aksi penderaan bertubi, tiba-tiba muncul seorang kerabat Ctesiphon; orang buta yang dicelikkan Yesus, maju menghampiri pilar dengan sebilah pisau yang bentuknya seperti celurit dalam genggamannya. “Berhenti!” serunya penuh amarah, “Berhenti! Jangan lagi kalian mendera Orang yang tak berdosa ini hingga tewas!” Para algojo terperanjat, mereka diam terpaku. Seorang lelaki itu dengan secepat kilat memotong tali-temali yang membelenggu Yesus ke pilar, lalu dia pun mundur dan menghilang di antara orang banyak. Yesus jatuh terkapar nyaris tidak sadarkan diri di atas ubin yang kemudia basah oleh darahNya. Lalu para prajurit meninggalkan Yesus seorang diri di area penderaan, memilih bergabung dengan anggota lain yang sedang minum-minum sambil menganyam sebuah mahkota duri.

Tak lama kemudian para prajurit pembantu datang, masih sempat  mendaratkan beberapa pukulan pada tubuh Yesus dengan tongkat, lalu memaksa Yesus  berdiri supaya mengikuti mereka. Yesus dengan teramat susah-payah berusaha bangkit, kedua tungkai gemetar nyaris tak mampu menyangga berat tubuhNya. Para prajurit melemparkan jubah ke atas bahu yang telanjang dan menggiring dari pilar ke gardu jaga. Yesus sempat menyeka darah  menetes yang menuruni wajahNya dengan ujung jubah. Saat Yesus digiring lewat di depan bangku-bangku batu di mana para imam besar duduk, mereka berteriak-teriak, “Bunuh Dia! Salibkan Dia! Salibkan Dia” sambil memalingkan muka dengan jijik dari hadapan Yesus. Para algojo menggiring Yesus masuk ke dalam gardu jaga. 


Yesus Dimhkotai Duri


Pilatus berulang kali mengecam khalayak ramai sepanjang waktu penderaan Yesus. Meski demikian khalayak segera menyelanya dengan berteriak-teriak, “Ia harus dihukum mati, bahkan jika kami harus mati untuk itu.” 

Ada saat jedah.  Pilatus sibuk memberikan berbagai perintah kepada prajurit-prajurit, ketika para hamba imam-imam besar datang membawakan minuman segar bagi mereka. Saat itu Pilatus sempat gelisah dan masuk ke bagian dalam istananya, memohon petunjuk para dewa sambil membakar dupa .

Ketika tiba di dalam ruang gardu jaga, para prajurit merenggut jubah Yesus dengan kasar, yang mengakibatkan luka-luka terkoyak lagi. Lalu, prajurit  menghempaskan Yesus pada bangku yang telah mereka persiapkan, dengan terlebih dahulu menancapkan mahkota duri ke atas kepala-Nya. Mahkota duri ini terbuat dari tiga ranting duri yang dianyam. Sebagian besar durinya dibengkokkan ke dalam, agar bisa menusuk dan menembusi kulit kepala. Sesudah menancapkan anyaman duri  ke atas kepala, prajurit mengencangkannya kuat-kuat dan mengikatkannya di belakang kepala Yesus. Kemudian prajurit  menempatkan pula sebuah buluh besar ke dalam tanganNya. Lalu prajurit merenggut buluh itu dan memukul di kepala Yesus dengan begitu hebat hingga kedua mata segera dibanjiri darah. Prajurit pun berpura-pura berlutut di hadapan Yesus,  mencemooh, meludahi wajah dan memukul seraya berkata, “Salam, Raja orang Yahudi!” Selanjutnya prajurit menyepak bangku di mana Yesus duduk, menarik tubuhNya berdiri sehingga memungkinkan Dia jatuh tersungkur.  





Minggu, 27 Juli 2025

Yesus Dihadapkan Kepada HERODES (cerita detail)

 


Oleh Matheus Antonius Krivo


Biarkan KITA tahu kisah Yesus Diperhadapkan kepada Herodes Antipas. Ada kisah dan alur yang belum semuanya terungkap. Tulisan ini bersumber dari:“The Dolorous Passion of Our Lord Jesus Christ from the Meditations of Anne Catherine Emmerich” Meditasi XX “Diterjemahkan oleh YESAYA:  www.indocell.net/ yesaya” dan Alkitab Gereja Katolik serta dari Wikipidia Bahasa Indonesia. Kiranya dapat menambah khazanah pengetahuan bagi yang membacanya.


Herodes

Herodes Antipas -Antipatros (20 SM–39 M) adalah raja wilayah Galilea dan Perea pada abad pertama Masehi.Bergelar  Tetrarki. Ayahnya adalah raja Herodes Agung. Herodes Antipas ini  terkenal atas perannya dalam peristiwa pembunuhan Yohanes Pembaptis dan Yesus Kristus. Saudara kandung dari Herodes Antipas, adalah  Arkhelaus dan saudara tirinya Filipus yang dididik di Roma. Herodes Antipas menikah dengan Phasaelis, putri Aretas IV Philopatris dari Nabatea. Herodes kemudian menceraikan istri pertamanya ini untuk menikahi Herodias, istri saudaranya, Filipus (Herodes Filipus I). Atas perilakunya itu Yohanes Pembaptis menegornya: "Tidak halal engkau mengambil isteri saudaramu!" Karena itulah Herodes (Antipas) memenjarakan Yohanes Pembaptis dan kemudian atas siasat Herodias dengan tarian putrinya  yang bernama Salome, dia memerintahkan untuk memenggal kepala Yohanes Pembaptis. Pada tahun 36 Phasaelis melarikan diri ke ayahandanya. Aretas IV menyerang wilayah Herodes dan mengalahkan tentaranya.  Pada tahun 39 M Herodes Antipas dituduh oleh keponakannya Agripa I berkomplot melawan Kaisar Romawi yang baru bernama Caligula. Caligula kemudian membuangnya ke pengasingan di Gaul. Di tempat pengasingan itu Herodias menyertainya hingga meninggal  di sana. 

Segera Yesus digiring keluar dari balai pengadilan. Pilatus mengirimkan seorang utusan kepada Herodes guna memberitahukan bahwa Yesus dari Nazaret adalah warganya. Dia akan dibawa ke hadapannya untuk diadili. Pilatus mempunyai dua alasan melakukan hal ini. Pertama, ia senang dapat menghindarkan diri dari menjatuhkan hukuman, sebab dia merasa bimbang dengan segala perkara ini. Kedua, dia senang beroleh kesempatan menyenangkan hati Herodes, dengan siapa dia berselisih, sebab dia tahu bagaimana inginnya Herodes melihat Yesus.

Para musuh Yesus sungguh murka diusir pergi oleh Pilatus di hadapan orang banyak.  Mengalami itu mereka melampiaskan amarah kepada Yesus dengan memperlakukanNya secara keji lagi. Yesus kembali dibelenggu dan tak henti-hentinya melancarkan kutuk serta pukulan yang bertubi-tubi sembari bergerak menuju menuju istana Herodes, yang letaknya tak jauh dari istana Pilatus. Beberapa prajurit Romawi ikut serta dalam arakan-arakan itu.

Herodes menantikan kedatangan Yesus dan para musuhNya. Herodes duduk di atas timbunan bantal, pada suatu ruangan yang luas, dikelilingi para bangsawan dan prajurit. Imam-imam kepala masuk dan mengambil tempat di samping Herodes, sementara Yesus mereka tinggalkan di pintu masuk. Herodes merasa tersanjung dan senang karena dengan demikian Pilatus memaklumkan kekuasaan Herodes di hadapan umum dalam mengadili orang-orang Galilea. Herodes juga gembira akan bertemu Yesus.  Rasa ingin tahu Herodes begitu besar karena kata-kata pujian Yohanes Pembaptis dalam memaklumkan kedatangan Yesus. Herode juga telah banyak mendengar tentang-Nya dari kaum Herodian, dan dari banyak mata-mata yang dia utus ke berbagai penjuru. Sebab itu ia bergirang hati mendapat kesempatan menginterogasi Yesus di hadapan para bangsawan dan para imam Yahudi.  Pilatus mengirim pesan kepada Herodes, “tidak mendapati kesalahan apapun pada-Nya.” Herodes menyimpulkan bahwa kata-kata ini dimaksudkan sebagai isyarat bahwa Pilatus menghendaki, agar dia memandang rendah, serta jangan menaruh kepercayaan pada para pendakwa. Sebab itu, Herodes menyapa mereka dengan cara yang seangkuh mungkin, dan karenanya angkara murka para imam kepala semakin meluap hingga tak terlukiskan lagi.

Para imam kepala dan kaum Yahudi serempak menyerukan tuduhan-tuduhan tentang Yesus. Meski demikian, hampir-hampir Herodes tidak mengindahkan  mereka. Herodes lebih menaruh perhatian semata-mata pada Yesus untuk menyelidikiNya. Tetapi, saat Herodes melihat Yesus setengah telanjang dan hanya berbalut sisa-sisa mantolNya, nyaris tak dapat berdiri tegak, wajahNya sama sekali rusak karena pukulan dan tinju, belepotan lumpur dan kotoran yang dilemparkan orang banyak ke kepalaNya, maka Herodes memalingkan wajahnya dengan perasaan jijik,  dan berkata kepada para imam, “Segera bawa Dia pergi dari sini dan jangan bawa Dia lagi ke hadapanku dalam keadaan yang begitu memuakkan.” 

Mendengar perintah Herodes, para prajurit membawa Yesus ke pengadilan bagian luar, mengambil air dalam sebuah baskom, dan mereka membersihkan jubah Yesus yang penuh noda dan wajahNya yang telah rusak. Sementara itu, kehadapan para imam kepala, Herodes mengecam dengan kerasnya. “Perilaku kalian sungguh mirip jagal.  Kalian membantai korban cukup dini.” Tak lama kemudian Yesus dibawa masuk kembali.  Para imam kepala pun langsung mengajukan tuduhan-tuduhan mereka. Ketika Yesus dibawa masuk kembali ke hadapannya, Herodes berpura-pura menaruh belas kasihan dan menawarkan segelas anggur kepada-Nya guna memulihkan kekuatan-Nya. Tetapi, Yesus memalingkan wajah-Nya, menolak meringankan penderitaan-Nya dengan itu.

Herodes kemudian mulai berbicara dengan gencar serta panjang lebar tentang segala yang telah dia dengar mengenai Yesus. Herodes mengajukan seribu satu pertanyaan dan mendesak Yesus untuk melakukan suatu mukjizat di hadapannya. Tetapi Yesus tidak menjawab sepatah kata pun, melainkan berdiri di hadapannya dengan mata memandang ke lantai. Hal ini membangkitkan kejengkelan dan kekecewaan Herodes, walau ia berusaha untuk menekan amarah dan meneruskan interogasi. Pertama-tama, ia mengungkapkan keterkejutannya menggunakan kata-kata yang membujuk. “Benarkah ini Yesus dari Nazaret,” serunya, “bahwa Engkau sendiri ada di hadapanku sebagai seorang penjahat? Aku telah mendengar perbuatan-perbuatan-Mu yang banyak dibicarakan orang. Mungkin Engkau tidak menyadari bahwa Kau telah sungguh menghinaku dengan membebaskan para tahanan yang aku kurung di Thirza, tetapi mungkin tujuanMu baik. Gubernur Romawi sekarang mengirimkanMu kepadaku untuk diadili. Ayo jawab apakah yang dapat Kau berikan atas segala tuduhan ini? Engkau diam saja? Aku telah mendengar banyak mengenai kebijaksanaanMu dan juga mengenai agama yang Engkau ajarkan. Jadi, biarkan aku mendengar jawabanMu dan membungkam para musuhMu. Apakah Engkau raja orang Yahudi? Apakah Engkau Putera Allah? Siapakah Engkau? Kata orang, Engkau melakukan mukjizat-mukjizat yang mengagumkan; lakukanlah satu perbuatan ajaib sekarang di hadapanku. Aku berkuasa untuk membebaskanMu. Sungguhkah Engkau mencelikkan mata orang buta, membangkitkan Lazarus dari mati, dan memberi makan dua atau tiga ribu orang dari hanya sedikit roti saja? Mengapa Kau tidak menjawab? Aku nasehatkan agar Kau segera melakukan suatu mukjizat sekarang di hadapanku. Mungkin Engkau akan bersukacita nanti setelah memenuhi keinginanku.” 

Yesus tetap diam saja, dan Herodes terus menanyaiNya bahkan dengan lebih gencar. “Siapakah Engkau?” tanyanya. “Dari manakah kuasaMu berasal? Bagaimana mungkin Engkau tak lagi memilikinya? Adakah Engkau yang adalah Dia yang kelahiranNya dinubuatkan dengan begitu menakjubkan? Raja-raja dari Timur datang kepada ayahku untuk menjumpai raja orang Yahudi yang baru dilahirkan. Benarkah Engkau adalah bayi itu? Apakah Engkau melarikan diri ketika begitu banyak kanak-kanak dibunuh, dan bagaimana mungkin Engkau bisa lolos? Mengapa selama bertahun-tahun Engkau tak dikenal? Jawab pertanyaanku! Apakah Engkau seorang raja? PenampilanMu jelas bukan seorang raja. Aku dengar Engkau diarak ke Bait Allah dengan jaya beberapa waktu yang lalu, apa maksudnya? - Bicaralah! - Jawab!”

Herodes terus mencecar Yesus dengan pertanyaan yang bertubi, tetapi Kristus tidak membuka mulut sama sekali. Yesus memilih diam membisu karena Herodes hidup dalam perkawinan zinah dengan Herodias. Selain itu Herodes pula mengeluarkan perintah untuk mengeksekusi St. Yohanes Pembaptis. 

Hanas dan Kayafas, yang melihat bagaimana mendongkolnya Herodes atas kebisuan Yesus, segera berusaha mengambil kesempatan dalam murkanya. Mereka menyampaikan tuduhan-tuduhan mereka, mengatakan bahwa Yesus menyebut Herodes sebagai serigala. Ambisi utamaNya selama bertahun-tahun adalah menyingkirkan keluarga Herodes. Dia berusaha menetapkan suatu agama baru, dan Dia merayakan Paskah sehari sebelum yang ditentukan. 

Walau Herodes sungguh gusar atas sikap Yesus, tapi dia bertekad untuk tidak menjatuhkan hukuman mati kepada Yesus,  baik karena dia mengalami suatu perasaan ngeri yang misterius, maupun karena dia masih merasa menyesal telah membunuh Yohanes Pembaptis. Di samping itu Herodes benci kepada para imam besar yang tidak mengijinkannya ambil bagian dalam kurban karena hubungan perzinahannya dengan Herodias.  Namun alasan yang lebih utama adalah ingin membalas penghormatan Pilatus. Herodes beranggapan bahwa cara terbaik untuk membalas Pilatus adalah dengan menunjukkan rasa hormat atas keputusan dan persetujuan atas pendapatnya. Meski Herodes berbicara dengan nada sangat menghina Yesus. Di hadapan para imam besar, prajurit dan khalayak, yang berjumlah sekitar dua ratus orang, Herodes berkata, “Bawa pergi orang tolol ini dan berilah ganjaran yang setimpal bagiNya. Lebih tepat dikatakan Dia ini seorang gila dari pada seorang penjahat.”

Atas perintah Herodes, Yesus segera dibawa ke sebuah halaman yang luas. Di halaman itu Yesus menerima segala penghinaan dan penganiayaan. Halaman ini terletak di antara dua sayap istana, dan Herodes berdiri menyaksikannya dari atas podium untuk beberapa waktu lamanya. Hanas dan Kayafas ada di sampingnya, terus berusaha membujuk Herodes agar menjatuhkan hukuman mati kepada Yesus. Tetapi usaha mereka tidak membuahkan hasil. Herodes menjawab dengan suara yang cukup keras hingga dapat didengar oleh para prajurit Romawi kepada imam kepala, “Tidak, aku bertindak salah jika aku menghukum-Nya.” 

Adapun penghinan dan penyiksaan keji kepada Yesus di hadapan Herodes:

salah seorang dari mereka mendapatkan sebuah karung putih besar yang dulunya karung kapas. Mereka membuat lubang di tengahnya dengan pedang, lalu melambung-lambungkannya ke atas kepala Yesus. Setiap tindakan disertai dengan tawa riuh-rendah yang paling memuakkan. 

Seorang prajurit lain membawa sebuah jubah usang berwarna merah, melilitkannya sekeliling leher Yesus, 

sementara para prajurit yang lain berlutut di hadapan Yesus - meninju, menganiaya, meludahi, menampar pipi Yesus, sebab Dia tidak mau menjawab raja, mengolok-olok Yesus dengan berpura-pura menghaturkan sembah  sambil melemparkan lumpur kepada Yesus, 

menjerat pinggang Yesus, berpura-pura mengajak Yesus menari; 

Mencampakkan Yesus, lalu menyeretNya dalam sebuah selokan yang mengalir di samping halaman, mengakibatkan kepalaNya membentur pilar-pilar dan dinding-dinding tembok. 

Gelombang kengerian penyiksaan dan penghinaan itu membuat Yesus mengalami rasa sakit yang luar biasa yang terkespresi dengan merintih dan mengerang. Setiap kali Yesus mengerang, khalayak bersukacita atas sengsaraNya dan terus memberikan ejekan terhadap eranganNya.  Darah terus mengalir dari kepala Yesus  akibat tiga kali pukulan yang hebat membuatNya jatuh terkapar. 



Yesus Diadili oleh Pengadilan Pilatus (cerita detail)

 

Oleh Matheus Antonius Krivo

Biarkan KITA tahu kisah Yesus diadili oleh Pengadilan Pilatus. Ada kisah dan alur yang belum semuanya terungkap. Tulisan ini bersumber dari:“The Dolorous Passion of Our Lord Jesus Christ from the Meditations of Anne Catherine Emmerich” Meditasi XV,XVI,XVII,XIX,XXI. “Diterjemahkan oleh YESAYA:  www.indocell.net/ yesaya” dan Alkitab Gereja Katolik serta dari Wikipidia Bahasa Indonesia. Kiranya dapat menambah khazanah pengetahuan bagi yang membacanya.


Pontius Pilatus adalah seorang pejabat Romawi yang pada masa pemerintahan Kaisar Tiberius, menjabat sebagai prefek (gubernur) Provinsi Yudea pada  tahun 26 hingga 36 M. Masa jabatan Pontius Pilatus sebagai prefek Yudea berakhir setelah insiden pemberontakan yang melibatkan orang-orang Samaria. Pilatus dituduh menggunakan kekerasan yang berlebihan dalam menumpas pemberontakan tersebut, yang memicu pengaduan dari penduduk kepada Lucius Vitellius, Gubernur Romawi di Suriah. Vitellius, yang memiliki wewenang lebih tinggi di wilayah tersebut, segera memerintahkan Pilatus untuk kembali ke Roma guna mempertanggungjawabkan tindakannya di hadapan Kaisar Tiberius.

Istana Pilatus

Istana Gubernur Romawi, Pontius Pilatus, dibangun di sebuah bukit yang terletak di sebelah Barat Laut Bait Allah. Menjangkau istana harus melewati sejumlah anak tangga  pualam.  Dari istana, dapat terlihat jelas alun-alun luas yang dikelilingi barisan pilar. Di bawah pilar, para pedagang duduk menjajakan aneka ragam barang dagangan mereka. Istana Pilatus memiliki  tembok benteng dengan pintu masuk di bagian Utara, Selatan, Timur dan Barat. Pintu masuk sebelah Timur melewati suatu lengkungan yang menghadap ke suatu jalan menuju ke gerbang  `Probatica', mengarah ke Bukit Zaitun. Pintu masuk sebelah Selatan melewati suatu lengkungan lainnya yang menuju ke Sion dekat Benteng Acre. Pada pintu masuk terdapat beberapa pilar dan bangku-bangku batu. Di bangku-bangku inilah para imam Yahudi berhenti agar jangan menajiskan diri dengan memasuki pengadilan Pilatus. Ada suatu tembok besar dekat pintu masuk sebelah Barat, yang ditopang oleh sisi-sisi Praetorium Pilatus, yang membentuk semacam serambi.  Praetorium adalah bagian dari istana Pilatus yang dipergunakannya apabila bertugas dalam kapasitasnya sebagai hakim. Di tengah pilar tembok terdapat suatu area yang terbuka yang dibawahnya terdapat penjara bawah tanah; tempat dikurunnya kedua penyamun yang akan disalibkan bersama Yesus.  Pilar di mana Yesus didera terletak di ruang sidang. Di ruang sidang terdapat suatu podium dipenuhi bangku-bangku batu. Podium itu disebut Gabata; tempat Pilatus menjatuhkan hukuman kepada penjahat-penjahat besar. Di belakang istana Pilatus terdapat serambi-serambi lain, taman-taman, juga sebuah pondok istirahat. Taman-taman itu terletak antara istana gubernur dan penginapan Pilatus bersama  isterinya, Claudia Procles. 

Arak-Arakan Yesus

Arak-arakan berjalan menuruni sebelah utara Bukit Sion, lalu melintasi daerah sebelah timur Bait Allah yang disebut Acre, lalu menuju istana dan balai pengadilan Pilatus, yang terletak di sebelah Barat Laut Bait Allah.  Kayafas, Hanas dan banyak pemimpin sidang lainnya berjalan di bagian depan dengan jubah perayaan. Dibelakang mereka sejumlah besar ahli Taurat dan orang-orang Yahudi, di antaranya adalah saksi-saksi palsu dan kaum Farisi yang senantiasa melancarkan tuduhan terhadap Yesus. Yesus  berjalan agak sedikit di belakang, dikelilingi sepasukan prajurit dan digiring oleh para prajurit pembantu. Khalayak ramai berduyun-duyun datang dari segala penjuru dan ikut serta dalam iring-iringan. Mereka riuh-rendah melontarkan segala kutuk dan umpatan ngeri kepada Yesus.  Jubah luar Yesus dilucuti, tertinggal hanya pakaian dalam saja. Pakaian yang masih tertinggal pada tubuh Yesus tampak  penuh noda dan kotor. Pada leher Yesus tergantung sebuah rantai panjang tampak memukul-mukul kedua lutut Yesus ketika berjalan. Kedua tangan Yesus dibelenggu. Para prajurit pembantu menyeret Yesus dengan tali-tali tampar yang dililitkan sekeliling pinggangNya. Wajah Yesus sungguh pucat, kusut, bengkak, memar dan berdarah. 

Arak-arakan tiba di Istana Gubernur Pontius Pilatus sekitar  pukul delapan pagi.  Ketika telah tiba di istana Pilatus,  Kayafas, Hanas dan para anggota  Sanhedrin berhenti di bagian antara ruang sidang dan pintu masuk ke Praetorium. Mereka menempati bangku-bangku batu. Para pengawal  menyeret Yesus ke kaki anak tangga yang menuju ke kursi pengadilan Pilatus. Pilatus sedang berbaring di atas sebuah kursi yang nyaman di serambi yang menghadap ke ruang sidang. Di sampingnya terdapat sebuah meja kecil dengan tiga kaki, di mana diletakkan lencana kekuasaannya dan beberapa benda lain. Pilatus dikelilingi para pejabat dan para prajurit yang mengenakan pakaian kebesaran tentara Romawi. Orang-orang Yahudi dan para imam tidak masuk ke dalam Praetorium karena takut mencemarkan diri, jadi mereka tetap berada di luar.

Ketika melihat arak-arakan penuh hiruk pikuk masuk, dan melihat betapa keji prajurit memperlakukan tawanan mereka, Pilatus bangkit, dan menyapa  arak-arakan itu, “Apa maksud kalian datang pagi-pagi seperti ini? Mengapa kalian menganiaya tawanan ini sebegitu keji? Tidak dapatkah kalian menahan diri untuk tidak menyiksa dan menganiaya tawanan kalian bahkan sebelum mereka diadili?” Mereka tidak menjawab, melainkan berteriak kepada para prajurit, “Bawa Dia kemari - bawa Dia untuk diadili!” Lalu, berpaling kepada Pilatus, mereka berkata, “Mohon dengarkanlah tuduhan kami terhadap penjahat ini, sebab kami tidak dapat masuk ke balai pengadilan tanpa mencemarkan diri kami.” 

Sesaat setelah khalayak selesai mengucapkan kata-kata itu, terdengarlah suara memecah dari antara khalayak ramai yang berkerumun. Pemilik suara adalah  Zadok, seorang tua yang berseru, “Kalian benar tidak memasuki Praetorium, sebab tempat itu telah dikuduskan oleh darah Kanak-kanak Suci. Hanya ada satu Pribadi saja yang berhak memasukinya, dan hanya Dia seorang yang dapat masuk ke dalamnya. Sebab Dia sendiri sama murninya seperti kanak-kanak suci yang dibantai di sana.” Setelah mengucapkan itu, Zadok pun lalu menghilang di antara kerumunan orang banyak.  Zadok adalah seorang kaya. Dia memiliki sejumlah anak dan dua di antara termasuk dalam bilangan kanak-kanak suci yang diperintahkan untuk dibantai oleh Herodes saat kelahiran Yesus.  Zadok dan keluarganya hidup menurut peraturan kaum Esseni. Dia berjumpa dengan Yesus di rumah Lazarus dan mendengar pengajaranNya. Zadok sudah bertekad untuk menyampaikan kesaksian di hadapan publik mengenai keyakinannya akan ketakberdosaan Yesus. 


Pilatus akhirnya memerintahkan para Imam Kepala dan Orang Yahudi untuk menyampaikan tuduhan. Mereka mengajukan tiga tuduhan dan membawa sepuluh orang saksi. Hadirnya para saksi bertujuan meyakinkan Pilatus bahwa Yesus adalah pemimpin suatu komplotan yang melawan kaisar. Dengan demikian Yesus dapat dijatuhi hukuman mati sebagai seorang pemberontak. Para Imam Kepala tidak memiliki wewenang mengadili dalam perkara demikian, terkecuali menyangkut pelanggaran-pelanggaran agama. Usaha pertama para Imam Kepala dan Orang Yahudi  adalah membuktikan bahwa Yesus menghasut rakyat mengadakan pemberontakan. Dengan demikian merupakan ancaman bagi ketenangan dan kesejahteraan rakyat. Guna membuktikan tuduhan ini, mereka mengajukan beberapa saksi palsu. Selanjutnya para Imam Kepala dan Orang Yahudi melaporkan bahwa Yesus melanggar hari Sabat, bahkan mencemarkannya dengan menyembuhkan orang sakit pada hari itu. Saat mereka menyampaikan tuduhan ini, Pilatus menyela dan mengatakan, “Tentu saja, karena tak seorang pun dari kalian sendiri sakit - seandainya kalian sendiri yang sakit, pastilah kalian tak akan mengeluh disembuhkan pada hari Sabat.” Lebih lanjut para Imam Kepala dan Orang Yahudi  memberikan tuduhan, “Dia menyesatkan rakyat dan mengajarkan ajaran-ajaran yang paling menjijikkan. Dia mengatakan bahwa tak seorang pun dapat beroleh hidup kekal jika tidak makan daging-Nya dan minum darah-Nya.” Mendengar itu, Pilatus memalingkan wajahnya dari mereka seraya berkata, “Pastilah kalian sangat ingin mengikuti ajaran-ajaran-Nya dan beroleh hidup kekal, sebab kalian semua haus akan tubuh dan darah-Nya.”

Sepuluh orang saksi Yahudi kemudian mengajukan tuduhan lain yakni bahwa Yesus melarang rakyat membayar pajak kepada kaisar. Kata-kata ini membangkitkan murka Pilatus, sebab merupakan tanggung-jawabnya agar semua pajak dibayarkan sesuai ketentuan. Pilatus berseru dengan berang, “Bohong! Aku pasti lebih tahu tentang masalah ini daripada kalian.” Hal ini membuat  orang Yahudi segera melanjutkan ke tuduhan yang berikutnya,  “Meskipun Orang ini asal-usulnya tidak jelas, Dia merupakan pemimpin dari suatu kelompok yang besar. Saat menjadi pemimpin mereka, Dia menjatuhkan kutuk atas Yerusalem, dan menceritakan perumpamaan-perumpamaan bermakna ganda mengenai seorang raja yang sedang mempersiapkan perjamuan nikah bagi puteranya. Orang banyak yang Dia kumpulkan di bukit pernah berusaha menjadikanNya raja. Hal tersebut lebih cepat dari yang Dia perkirakan, rencana-Nya belum matang, karenanya Dia melarikan diri dan bersembunyi. Sesudah itu, Dia datang kembali dengan lebih mantap. Hari itu Dia memasuki kota Yerusalem di hadapan khalayak ramai yang bersorak-sorai. Dia memerintahkan orang banyak meneriakkan seruan-seruan yang membahana, “Hosana bagi Anak Daud! Diberkatilah Kerajaan yang datang, Kerajaan bapa kita Daud.” Dia mewajibkan para pengikutNya menyampaikan penghormatan kerajaan kepadaNya. Dia mengatakan kepada mereka bahwa Dialah Kristus, Tuhan Yang Diurapi, Mesias, raja yang dijanjikan kepada bangsa Yahudi, dan Dia menghendaki disebut dengan gelar-gelar agung itu.” 

Tuduhan terakhir adalah bahwa Yesus membuat DiriNya disebut raja. Mendengar itu  Pilatus mengernyitkan kening, lalu meninggalkan serambi, melayangkan pandangan selidik kepada Yesus, masuk ke dalam ruangan sebelah, dan memerintahkan para pengawal untuk membawa Yesus seorang diri ke hadapannya. Pilatus bukan saja seorang yang percaya takhyul, tetapi juga amat lemah jiwanya dan mudah terpengaruh. Seringkali dia, dalam pengajaran kafir, mendengar disebut adanya anak-anak dewa yang tinggal untuk sementara waktu di bumi. Pilatus juga tahu pasti bahwa para nabi bangsa Yahudi sejak lama telah menubuatkan bahwa akan bangkit dari antara mereka, Dia yang adalah Tuhan yang Diurapi, Juruselamat mereka, Pembebas dari perbudakan; dan bahwa banyak di antara mereka yang percaya teguh akan hal ini. Pilatus juga ingat bahwa raja-raja dari Timur telah datang kepada Herodes, pendahulu penguasa yang sekarang, untuk menyampaikan sembah sujud kepada raja orang Yahudi yang baru dilahirkan, dan bahwa karena hal itu, Herodes memerintahkan pembunuhan kanak-kanak suci. Apalagi Pilatus juga telah seringkali mendengar tradisi mengenai Mesias dan raja orang Yahudi, dan bahkan mempelajarinya dengan rasa ingin tahu.  Dengan alasan-alasan demikian dalam benaknya, maksud orang-orang Yahudi menuduh seorang pribadi yang malang dan sengsara yang mereka bawa ke hadapannya dengan tuduhan menyatakan diri sebagai raja yang dijanjikan dan Mesias, tentu saja tampak tak masuk akal baginya. Tetapi, karena para musuh Yesus mengajukan tuduhan-tuduhan ini sebagai bukti pengkhianatan Yesus terhadap kaisar, Pilatus pikir baik jika dia menginterogasi Yesus secara pribadi mengenai hal tersebut.

“Engkau inikah raja orang Yahudi?” tanya Pilatus seraya menatap lekat pada Yesus. Jawab Yesus, “Apakah engkau katakan hal itu dari hatimu sendiri, atau adakah orang lain yang mengatakannya kepadamu tentang Aku?” Pilatus merasa tersinggung karena Yesus berpikiran mungkin dia  percaya akan hal-hal yang demikian, maka katanya, “Apakah aku seorang Yahudi? BangsaMu sendiri dan imam-imam kepala yang telah menyerahkan Engkau kepadaku untuk dijatuhi hukuman mati; apakah yang telah Engkau perbuat?” Yesus memberi jawaban kepada Pilatus, “KerajaanKu bukan dari dunia ini. Jika KerajaanKu dari dunia ini, pasti hamba-hambaKu telah melawan, supaya Aku jangan diserahkan kepada orang Yahudi. Akan tetapi KerajaanKu bukan dari sini.”

Mendengar jawaban Yesus, Pilatus tersentuh  dan dia berbicara kepada-Yesus dengan nada lebih serius, “Jadi Engkau adalah raja?” Yesus pun menjawabnya, “Engkau mengatakan, bahwa Aku adalah raja. Untuk itulah Aku lahir dan untuk itulah Aku datang ke dalam dunia ini, supaya Aku memberi kesaksian tentang kebenaran. Setiap orang yang berasal dari kebenaran mendengarkan suara-Ku.” Sambil menatap Yesus, Pilatus  bangkit dari kursinya dan berkata, “Apakah kebenaran itu?”

Kemudian Pilatus kembali ke serambi. Dalam benaknya, Pilatus mendengar dengan jelas bahwa gagasan Yesus mengenai kerajaan tidak akan menimbulkan pertentangan dengan kaisar, sebab yang dimaksudkan-Nya bukan kerajaan duniawi. Kaisar tidak peduli akan hal di luar dunia ini. Atas pemahaman itu, Pilatus berbicara lagi kepada imam-imam kepala dari serambi dan mengatakan, “Aku tidak mendapati kesalahan apapun pada-Nya.”  Mendegar pernyataan Pilatus demikian, para imam kepala dan orang Yahudi menjadi gusar dan meneriakkan aneka tuduhan melawan Yesus. Namun, Yesus diam saja. Yesus  juga tidak mau menjawab ketika Pilatus mengatakan hal itu kepada-Nya, “Tidakkah Engkau memberi jawab? Lihatlah betapa banyaknya tuduhan mereka terhadap Engkau!” Pilatus sungguh heran dan berkata, “Aku melihat dengan jelas bahwa segala tuduhan mereka adalah dusta.” Tetapi, para penuduh dengan amarahnya meluap-luap, berteriak ke hadapan Pilatus, “Engkau tidak mendapati kesalahan apapun pada-Nya? Apakah menghasut rakyat untuk memberontak di segenap penjuru kerajaan bukan suatu kejahatan? Bagaimana dengan menyebarkan ajaran-ajaran sesat, bukan hanya di sini tetapi juga di Galilea?”

Disebutnya Galilea membuat Pilatus terdiam sejenak, dia berpikir-pikir, lalu bertanya, “Apakah Dia ini seorang Galilea, warga Herodes?” Mereka menjawab, “Ya; orangtuaNya tinggal di Nazaret. Dia sendiri sekarang tinggal di Kapernaum.” Sambung Pilatus, “Jika demikian, bawalah Dia kepada Herodes. Dia berada di sini untuk perayaan. Herodes akan segera mengadiliNya, sebab Dia adalah warganya.” 

Selama pengadilan berlangsung, Claudia Procles- isteri Pilatus - kerapkali mengirimkan pesan kepada suaminya mengisyaratkan bahwa ia sungguh ingin berbicara dengan Yesus. Ketika Yesus digiring ke istana Herodes, Claudia berdiri di atas balkon dan menyaksikan segala perlakuan biadab para musuh-Nya dengan perasaan campur-baur antara takut, duka serta ngeri. Ketika Yesus telah dibawa ke Herodes, Claudia Procles langsung menemui Pilatus-suaminya dan menyampaikan permohonan agar tidak melukai Yesus, sang Nabi, yang Mahakudus dari yang Kudus. Claudia Procles juga menceritakan mimpi-mimpi atau penglihatan-penglihatan luar biasa yang ia alami semalam sebelumnya tentang Yesus.

Yesus kembali Digiring Kehadapan Pilatus

Ketika para imam besar dan orang Yahudi mengetahui bahwa Herodes telah berketetapan untuk menghukum mati Yesus, mereka mengirimkan utusan-utusan ke bagian kota berpenduduk mayoritas kaum Farisi, untuk segera berkumpul di sekitar istana Pilatus. Tujuannya adalah mengadakan huru-hara sambil dan menuntut Pilatus untuk menjatuhkan hukuman mati pada Yesus.  Para utusan memaksa  kaum Farisi di Acre dengan aneka ancaman yang menakutkan dan suap agar menjadi saksi yang palsu. Utusan-utusan itu menyampaikan kepada kaum Farisi kebanyakan bahwa Yesus akan berpihak kepada bangsa Romawi dan membantu mereka dalam membinasakan bangsa Yahudi, mengacaukan hari raya dan melakukan balas dendam yang paling biadab. 

Sementara yang lain membagi-bagikan uang di antara para prajurit agar bertindak lebih keji lagi terhadap Yesus, hingga mengakibatkan secepat mungkin kematianNya,  kalau-kalau Pilatus membebaskan-Nya.

Arak-arakan menggiring Yesus dari istana Herodes melewati jalan memutar yang lebih jauh dengan tujuan membiarkan penduduk di bagian kota itu melihat Yesus dalam keadaan direndahkan hingga begitu hina, sekaligus memberikan lebih banyak waktu bagi para utusan mereka untuk menimbulkan kekacauan di kalangan  masyarakat.

Sepanjang perjalanan itu para prajurit pembantu tak henti-hentinya memukul, meludahi, menendang dan para khalayak mengolok-olok serta menyumpahi Yesus.

Seorang hamba yang diutus oleh Herodes  tiba di hadapan Pilatus seraya menyampaikan pesan  bahwa tuannya (Herodes) sungguh menghargai rasa hormat Pilatus atas pendapatnya. Akan tetapi Herodes menganggap Orang Galilea yang tersohor ini tak lebih dari seorang tolol belaka, karenanya ia memperlakukanNya demikian, dan mengirimkanNya kembali. Pilatus cukup puas mendapati bahwa Herodes mempunyai pendapat yang sama dengan pendapatnya, sebab itu ia membalasnya dengan suatu pesan yang menyatakan rasa hormatnya. Sejak saat itu, Pilatus dan Herodes bersahabat, setelah saling bermusuhan selama bertahun-tahun sejak robohnya terowongan air. 

** Pilatus merencanakan pembangunan sebuah terowongan air di bukit sebelah Tenggara Bait Allah, di pinggir sungai yang keluar dari kolam Betsaida. Saluran air ini dimaksudkan untuk mengangkut pembuangan dari Bait Allah. Herodes, dengan perantaraan salah seorang kepercayaannya, yang adalah anggota Sanhendrin, setuju menyuplai bahan-bahan yang diperlukan. Herodes juga mengutus dua puluh delapan ahli bangunan, dari kalangan Herodian. Tujuan Herodes adalah mempersengit perlawanan bangsa Yahudi terhadap Gubernur Romawi, dengan jalan menyebabkan proyek tersebut gagal. Maka, Herodes mengadakan persepakatan rahasia dengan para ahli bangunan yang menyanggupi untuk mengkonstruksi terowongan air, sedemikian rupa hingga terowongan tersebut pasti akan roboh. Ketika pembangunan sudah hampir selesai, dan sebagian besar dari para tukang batu yang berasal dari Ophel sedang sibuk membereskan perancah, keduapuluh delapan ahli bangunan pergi ke puncak Menara Silo, guna menyaksikan robohnya terowongan air, yang mereka tahu pasti akan terjadi. Namun, bukan hanya seluruh bangunan terowongan saja yang hancur berkeping-keping serta menewaskan sembilan puluh tiga pekerja, tetapi bahkan menara di mana keduapuluh delapan ahli bangunan itu berada juga ikut roboh, tak seorang pun di antara mereka selamat. Peristiwa ini terjadi beberapa saat sebelum tanggal 8 Januari, dua tahun setelah Yesus memulai pewartaan-Nya; tepat pada hari ulang tahun Herodes, yaitu hari di mana Yohanes Pembaptis dipenggal kepalanya di Benteng Makerus. Tak seorang pun pejabat Romawi menghadiri pesta ulang tahun ini karena masalah terowongan air, meskipun Herodes telah mengundang Pilatus, untuk menghadirinya.**

Sesampai di kediaman Pilatus. Para prajurit pembantu menyeret Yesus menaiki anak-anak tangga dengan begitu kasar mengakibatkan Yesus  jatuh terjerembab di atas anak tangga pualam berwarna putih. Para musuh Yesus mengambil tempat duduk di pintu masuk ruang sidang; khalayak ramai tertawa riuh-rendah melihat Yesus jatuh tersungkur.  Pilatus berbaring di sebuah kursi yang empuk dan nyaman, dengan sebuah meja kecil di hadapannya, dikelilingi para pejabat serta orang-orang yang membawa kepingan perkamen berisi tulisan dalam tangan mereka. Pilatus melangkah maju dan berkata kepada para pendakwa Yesus, “Kamu telah membawa orang ini kepadaku sebagai seorang yang menyesatkan rakyat. Kamu lihat sendiri bahwa aku telah memeriksaNya, dan dari kesalahan-kesalahan yang kamu tuduhkan kepadaNya tidak ada yang kudapati padaNya. Dan Herodes juga tidak, padahal aku mengirimkan kalian kepadanya. Sesungguhnya tidak ada suatu apapun yang dilakukanNya yang setimpal dengan hukuman mati. Jadi aku akan menghajar Dia, lalu melepaskanNya.”          

Ketika kaum Farisi mendengar kata-kata Pilatus, mereka menjadi gusar dan berteriak-teriak.  Pilatus memandang sekeliling dengan sikap meremehkan dan berbicara kepada para musuh Yesus dan khalayak dalam kata-kata yang menghina. Meski demikian, Pilatus juga mendengar tuntutan dari khalayak yang menghendaki Yesus dihukum mati. Sebagian dari khalayak maju dan mengatakan kepada Pilatus dengan suara lantang,  “Berikanlah kepada kami hak yang senantiasa engkau berikan pada hari raya.” Ketika mendengar itu, Pilatus menyatakan, “Tetapi pada kamu ada kebiasaan bahwa pada Paskah aku membebaskan seorang bagimu” (Yoh.18:39) Siapa yang kamu kehendaki kubebaskan bagimu.Yesus Barabas atau Yesus yang disebut Kristus?” (Mat 27:17) **Pilatus  menyebut Yesus sebagai Raja Orang Yahudi memiliki dua tujuan yakni merendahkan orang Yahudi yang memiliki raja dalam keadaan sebegitu hinanya dan ada keyakinan dalam dirinya bahwa Yesus sungguh Mesias yang dijanjikan itu**

Timbul suatu kebimbangan di antara khalayak ramai ketika Pilatus melontarkan pertanyaan; beberapa suara menjawab, “Barabas.” Seorang hamba yang diutus oleh isteri Pilatus meminta waktunya sebentar. Pilatus meninggalkan podium dan hamba itu menghaturkan tanda perjanjian yang diberikan Pilatus kepada isterinya, seraya berkata, “Claudia Procles memohon anda mengingat janji anda pagi ini.” Kaum Farisi dan para imam berjalan dengan cemas dan tergesa-gesa di antara khalayak ramai, mengancam sebagian dan memberikan perintah kepada yang lain, meskipun, sesungguhnya, sedikit saja yang masih diperlukan untuk menghasut orang banyak yang sudah mulai mengamuk.

Pilatus mengirimkan kembali tanda perjanjian itu kepada isterinya sebagai jaminan akan maksud baiknya menepati janji melalui seorang hamba. Lagi, Pilatus maju ke podium dan duduk di atas meja kecil. Imam-imam kepala juga ikut duduk. Sekali lagi Pilatus bertanya, “Siapa di antara kedua orang itu yang kamu kehendaki kubebaskan bagimu?” Suara khalayak ramai menggema di seluruh balai pengadilan, “Jangan Dia, melainkan Barabas!” Jawab Pilatus, “Jika begitu, apakah yang harus kuperbuat dengan Yesus, yang disebut Kristus?” Serempak mereka semua berteriak riuh-rendah “Salibkan Dia! Salibkan Dia!” “Kejahatan apa yang sebenarnya telah dilakukan Orang ini?” tanya Pilatus untuk ketiga kalinya. “Tidak ada suatu kesalahan pun yang kudapati padaNya. Aku akan menyesah Dia, lalu melepaskan-Nya.” Segera teriakan, “Salibkan Dia! Salibkan Dia!” membahana di antara khalayak ramai. Akhirnya Pilatus menyerah, dia menyerahkan Barabas kepada orang banyak, dan menyerahkan Yesus untuk disesah.



Yesus Diadili oleh Pengadilan Sanhendrin (cerita detail)

 

Oleh Matheus Antonius Krivo

Biarkan KITA tahu kisah Yesus diadili oleh Pengadilan Sanhendrin. Ada kisah dan alur yang belum semuanya terungkap. Tulisan ini bersumber dari:“The Dolorous Passion of Our Lord Jesus Christ from the Meditations of Anne Catherine Emmerich” Meditasi VII-XII. “Diterjemahkan oleh YESAYA:  www.indocell.net/ yesaya” dan Alkitab Gereja Katolik serta dari Wikipidia Bahasa Indonesia. Kiranya dapat menambah khazanah pengetahuan bagi yang membacanya.


Sanhedrin (bahasa Ibrani: סנהדרין‎; bahasa Yunani: συνέδριον,[1]) atau yang disebut juga Mahkamah Agama adalah dewan tertinggi agama Yahudi yang terdiri atas 71 anggota. Di dalam Perjanjian Baru, Sanhedrin berperan di dalam pengadilan dan penyaliban Yesus (Markus 14:53-65, Matius 26:57-68, Lukas 22:54-55, dan Yohanes 18:19-24 12-14, 19-24).

Lembaga Sanhedrin telah ada sejak masa Alexander Yaneus memerintah pada awal abad ke-1 SM. Setelah Yaneus meninggal dan digantikan oleh Alexandra Salome, dan pada itu  sejumlah orang Farisi turut diangkat menjadi anggota Sanhedrin.

Di masa Yesus, keanggotaan Sanhedrin terdiri dari tiga pihak. Pertama,  sejumlah imam dari kalangan atas. Kedua, sejumlah tua-tua Yahudi yang diambil dari kaum terkemuka Yerusalem. Ketiga, sejumlah kaum Farisi yang memiliki keahlian dalam menafsir Taurat, dan  dipandang paling berpengaruh di antara rakyat jelata. Lembaga Sanhedrin tersebut dipimpin oleh Imam Besar atau Imam Agung. Saat pengadilan Yesus, Sanhendrin dipimpin oleh Kayafas dan Hanas sebagai wakil.

Yesus Dihadapkan kepada Kayafas

Kayafas 

Nama aslinya Yusuf. Kayafas (dalam bahasa Aram berarti "batu pijakan" atau "depresi"). Menjabat Imam Besar Yahudi pada tahun 18-36 M (menurut sejarawan Yahudi, Yosefus). Kayafas merupakan mertua Hanas, mantan Imam Besar (Yoh 18:13). Kayafas diangkat oleh Prokurator Valerius Gratus (Ant 18,2,2) dan dipecat oleh utusan Siria bernama Vitellus (Ant 18,4,3). Kayafas menjabat Imam Agung pada saat tampilnya Yohanes Pembabtis (Luk 3:2).

Ruang Pengadilan

Ada dua bagian ruangan pengadilan Kayafas. Bagian luar dan bagia dalam. Bagian luar merupakan sebuah halaman luas sekaligus menjadi pintu masuk menuju ke ruang bagian dalam. Di ruang pengadilan bagian dalam (utama) posisi para anggota sidang berada di atas sebuah podium setengah lingkaran. Kursi imam besar lebih tinggi dari pada kursi anggota lainnya. Tempat untuk para saksi dan penggugat berada di samping dan/atau di belakang terdakwa. Ada tiga pintu di belakang kursi para hakim menuju suatu ruangan konsultasi yang khusus. Pada gedung pengadilan Kayafas di bagian bawah ruangan terdapat kamar-kamar penjarah bawah tanah. Di seluruh balai pengadilan dipenuhi suluh dan lampu pada malam hari. Di tengah-tengah beranda ada perapian besar dengan pipa-pipa sebagai cerobong asap.

Suasana Ruang Pengadilan Sanhendrin di Istana Kayafas  sebelum Yesus Datang

Di serambi penuh sesak dengan para saksi  yang benar dan  palsu. Selain itu  banyak orang lainnya berusaha masuk ke ruang pengadilan tapi tidak diperkenankan oleh penjaga. Petrus dan Yohanes masuk ke pengadilanbagian luar dengan berpakaian bagaikan seorang pesuruh, sesaat sebelum Yesus digiring masuk. Yohanes berhasil menerobos ke pengadilan bagian dalam dengan bantuan seorang hamba yang ia kenal. Pintu langsung ditutup tepat di belakangnya. Sebab itu Petrus, yang agak sedikit di belakang tertinggal di luar. Petrus  mohon kepada seorang hamba perempuan untuk membukakan pintu, tetapi perempuan itu menolak, meskipun Petrus (dari luar) dan Yohanes (dari dalam) telah memohon dengan sangat kepadanya. Dalam situasi itu Petrus hanya berharap bisa bertemu dengan Nikodemus dan Yusuf dari Arimatea yang datang pada saat itu, tapi ternyata tidak juga  membawanya masuk bersama mereka. Petrus dan Yohanes memilih menempatkan diri di suatu tempat di mana mereka dapat melihat para hakim dan mendengarkan segala sesuatu yang terjadi.

Para hakim telah duduk pada kursi-kursinya. Kayafas duduk di tengah podium yang agak tinggi, dan tujuhpuluh anggota Sanhedrin ada di sekelilingnya, sementara para pejabat, para ahli Taurat dan para tua-tua berdiri di kanan kirinya serta saksi-saksi palsu di belakang mereka. Prajurit-prajurit ditempatkan mulai dari kaki podium hingga ke pintu serambi. Kayafas mengenakan mantol panjang berwarna merah kusam, dengan sulaman bunga-bunga dan jumbai-jumbai emas yang diikatkan di bahu dan dada. Terdapat jumbai-jumbai di bagian depan mantol dengan gesper-gesper emas. Hiasan kepalanya tinggi, berhiaskan pita-pita yang terjuntai, sisi-sisinya terbuka, agak serupa dengan mitra uskup. Kayafas bersama para anggota sidang agung telah menunggu beberapa waktu lamanya. Dalam penantian akan kehadiran Yesus, beberapa kali Kayafas bangkit berdiri, pergi ke bagian luar pengadilan sambil bertanya, apakah Yesus dari Nazaret akan datang atau tidak. Ketika melihat arak-arakan datang mendekat, ia pun segera kembali ke tempat duduknya.

Di sekeliling perapian berdirilah para prajurit, hamba-hamba, para saksi yang telah menerima suap untuk memberikan kesaksian-kesaksian palsu. Beberapa perempuan juga ada di sana, tugasnya adalah menuangkan sejenis minuman merah bagi para prajurit dan memanggang roti, dengan melakukan pekerjaan ini mereka menerima sedikit upah.

Sidang Pertama: Yesus Diadili oleh Majelis Sanhendrin yang dipimpin Kayafas 

Yesus digiring masuk ke balai pengadilan. Khalayak ramai menyambut-Nya dengan sorakan cemooh. Begitu Yesus tiba di ruang sidang, Kayafas berseru dengan suara lantang, “Engkau datang juga akhirnya, Kau musuh Allah, Kau si penghujat, yang mengganggu ketenangan malam yang kudus ini!” Lalu tabung yang berisikan tuduhan-tuduhan Hanas, lambang kekuasaan olok-olok yang ada di tangan Yesus, segera dibuka dan dibaca.

Kayafas berbicara menggunakan kata-kata penghinaan. Lagi-lagi, para prajurit pembantu dengan berteriak memaksa Yesus segera menjawab kepada kayafas, sambil memukulNya, “Jawab segera! Berbicaralah! Apakah Kau bisu?” Kayafas, lalu mencecar Yesus dengan seribu satu pertanyaan. Tetapi, Yesus berdiri di hadapannya diam membisu dengan mataNya memandang ke lantai. Para prajurit pembantu berusaha memaksa Yesus berbicara dengan pukulan yang bertubi-tubi. Ada seorang anak menekankan ibu jarinya ke atas bibir Yesus, sembari  menantangNya untuk menggigit. 

Lalu, para saksi-saksi dipanggil. Pertama adalah saksi-saksi dari kalangan terendah, yang tuduhan-tuduhannya sama kacaunya dan sama berubah-ubahnya seperti yang mereka ajukan di hadapan pengadilan Hanas. Tak satu pun dari tuduhan tersebut dapat dipergunakan oleh sidang. Sebab itu, Kayafas berpaling kepada saksi-saksi utama, yakni kaum Farisi dan kaum Saduki. Para saksi ini berbicara dengan tenang, dengan mengulang tuduhan seperti di hadapan Hanas, “Bahwa Ia menyembuhkan orang sakit dan mengusir setan dengan bantuan setan. Bahwa Ia mencemarkan hari Sabat,  menghasut rakyat untuk memberontak, menyebut kaum Farisi sebagai keturunan ular beludak dan orang-orang munafik, menubuatkan kehancuran Yerusalem, bergaul dengan para pemungut cukai dan orang-orang berdosa, mengumpulkan rakyat dan menyatakan diri sebagai raja, nabi dan Putera Allah.” Saksi-saksi itu pun melanjutkan tuduhan, “Bahwa Ia senantiasa berbicara tentang kerajaanNya, bahwa Ia melarang perceraian, menyebut DiriNya sebagai Roti Hidup, dan mengatakan bahwa barangsiapa tidak makan dagingNya dan minum darahNya tidak akan memiliki hidup yang kekal.”

Namun demikian, para saksi yang memberi kesaksian  saling bertentangan. Seorang saksi mengatakan, “Ia menyebut DiriNya raja,” Segera orang kedua menyanggahnya dengan mengatakan, “Tidak, Ia membiarkan orang menyebut-Nya demikian, tetapi, begitu mereka berusaha menjadikan-Nya raja, Ia melarikan diri.” Yang lain mengatakan, “Ia memaklumkan DiriNya sebagai Putera Allah,” tetapi, orang keempat menyelanya dengan mengatakan, “Tidak, Ia hanya menyebut diri sebagai Putera Allah sebab Ia melakukan kehendak Bapa SurgawiNya.” Beberapa dari para saksi mengatakan bahwa Ia telah menyembuhkan mereka, tetapi penyakit mereka itu kambuh kembali dan bahwa penyembuhanNya yang bohong-bohongan itu dilakukan melalui sihir. Begitu pula yang mereka katakan mengenai penyembuhan seorang yang lumpuh di kolam Betsaida, tetapi dengan memutarbalikkan fakta guna mengajukan tuduhan serupa. Kaum Farisi dari Seforis, dengan siapa Ia pernah berdebat perihal perceraian, menuduh Yesus mengajarkan ajaran-ajaran sesat. Seorang pemuda Nazaret, yang pernah ditolak Yesus sebagai murid, juga memberikan kesaksian keji terhadap Yesus.

Sementara para saksi saling berselisih satu sama lain, Kayafas dan beberapa anggota sidang lainnya mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada Yesus dan membelokkan jawaban yang disampaikan-Nya menjadi bahan olok-olok. “Keturunan raja manakah Engkau? Buktikan kuasaMu! Panggillah pasukan malaikat yang Kau sebut-sebut di Taman Zaitun itu! Apakah yang telah Kaulakukan dengan uang yang diserahkan kepada-Mu oleh para janda dan orang-orang tolol lainnya yang Engkau tipu dengan ajaran-ajaran palsuMu? Jawab segera; berbicaralah, apakah Kau bisu? Adalah jauh lebih bijaksana jika Engkau tutup mulut sementara berada di antara khalayak ramai yang dungu: di sana, malahan Engkau berbicara terlalu banyak.”

Beberapa saksi berusaha membuktikan bahwa Yesus adalah anak haram; tetapi saksi yang lain memaklumkan bahwa BundaNya adalah seorang Perawan yang saleh, perawan Bait Allah, dan bahwa sesudahnya mereka menyaksikannya bertunangan dengan seorang yang takut akan Allah. Para saksi mencela Yesus dan para muridNya karena tidak mempersembahkan kurban di Bait Allah. Memang benar bahwa aku tidak pernah melihat, baik Yesus maupun para murid-Nya, mempersembahkan kurban di Bait Allah, selain dari anak domba Paskah. Para saksi terus menuduh Yesus sebagai seorang tukang sihir. Kayafas pun beberapa kali menegaskan bahwa keruwetan dalam pernyataan-pernyataan para saksi ini semata-mata disebabkan oleh ilmu sihir.

Beberapa saksi menuduh Yesus makan anak domba Paskah sehari sebelum yang ditetapkan, karenanya bertentangan dengan hukum, dan bahwa tahun sebelumnya Yesus mengadakan perubahan-perubahan dalam tata upacara Paskah. Tetapi para saksi saling berselisih pendapat satu sama lain sampai ke tahap tidak bisa membuktikannya. Olehnya Kayafas dan para hakim menjadi geram. Terhadap hal itu, Kayafas memerintahkan memanggil Nikodemus dan Yusuf dari Arimatea untuk menjelaskan bagaimana mungkin mereka membiarkan-Nya makan anak domba Paskah pada hari yang tidak sesuai dengan yang ditetapkan, di salah satu ruangan milik mereka khusus. Nikodemus dan Yusuf dari Arimatea berhasil membuktikan dari tulisan-tulisan kuno bahwa sejak masa silam, orang-orang Galilea diperkenankan makan Paskah sehari sebelumnya dari bangsa Yahudi lainnya. Mereka juga menambahkan bahwa setiap bagian upacara telah dilakukan sesuai ketentuan hukum, dan bahwa orang-orang dari Bait Allah hadir pada perjamuan itu. Hal ini cukup membingungkan para saksi. Nikodemus berhasil menerangkan secara gamblang bagian dari dokumen-dokumen tersebut yang membuktikan hak orang-orang Galilea, dan menjelaskan mengapa hak istimewa ini diberikan.  Bahwa segala kurban tidak akan mungkin terselesaikan hingga hari Sabat, jika sedemikan banyak orang yang berkumpul bersama untuk merayakan Paskah, seluruhnya diwajibkan untuk menyelenggarakan upacara pada hari yang sama; dan meskipun orang-orang Galilea tidak senantiasa mempergunakan hak istimewa ini, namun adanya ketentuan tersebut. Mendengar kesaksian Nikodemus,kaum Farisi semakin meluap-luap kemarahan terhadapnya.

Akhirnya, tampil dua saksi yang kesaksian, “Orang ini mengatakan, `Aku akan merobohkan Bait Allah ini yang dibuat oleh tangan manusia, dan dalam tiga hari Aku akan mendirikan yang lain, yang bukan buatan tangan manusia.’” Terhadap kesaksian ini menimbulkan pertentanga di kalangan saksi, sebab seorang mengatakan bahwa si Tertuduh hendak mendirikan suatu Bait Allah yang baru, dan bahwa Ia makan perjamuan Paskah di suatu tempat yang tak lazim, sebab Ia menghendaki robohnya Bait Allah yang lama. Tetapi, yang lain lagi mengatakan, “Bukan begitu, rumah di mana Ia makan perjamuan Paskah dibangun oleh tangan-tangan manusia, karenanya pastilah bukan itu yang Ia maksudkan.” 

Kayafas setelah mendengar kesaksian dari kedua saksi terakhir, bangkit dari kursinya, menghampiri Yesus dan berkata, “Tidakkah Engkau memberi jawab atas tuduhan-tuduhan saksi-saksi ini terhadap Engkau?”

Yesus tidak mengangkat mukaNya ataupun memandang pada imam besar. Melihat itu  Kayafas memarahiNya. Para prajurit pembantu menangkap isyarat kemarahan Kayafas dengan  menjambak rambut Yesus, menarik kepala-Nya ke belakang, lalu mendaratkan pukulan-pukulan di bawah daguNya. Meski begitu, Yesus tetap saja menatap ke lantai. Kayafas mengedangkan kedua tangannya dan berseru penuh amarah, “Demi Allah yang hidup, katakanlah kepada kami, apakah Engkau Mesias, Anak Allah, atau tidak.”  

Setelah beberapa saat, Yesus dalam suara yang dalam menjawab, “Engkau telah mengatakannya. Akan tetapi, Aku berkata kepadamu, mulai sekarang kamu akan melihat Anak Manusia duduk di sebelah kanan Yang Mahakuasa dan datang di atas awan-awan di langit.”

Mendengar jawaban Yesus, Kayafas kemudian bangkit berdiri  menjumput ujung mantolnya, lalu mengoyakkannya dengan pisau, serta merobekkannya dari ujung ke ujung, seraya berseru dengan suara nyaring, “Ia menghujat Allah. Untuk apa kita perlu saksi lagi? Sekarang telah kamu dengar hujat-Nya. Bagaimana pendapat kamu?” Semua yang hadir di sana bangkit berdiri dan berseru dengan kejahatan yang mencengangkan, “Ia harus dihukum mati!”

Kemudian Kayafas berkata kepada para prajurit pembantu, “Aku serahkan raja ini ke dalam kuasa kalian. Berikan kepada si penghujat ini ganjaran yang setimpal bagi-Nya.” Setelah mengucapkan kata-kata tersebut, Kayafas mengundurkan diri bersama para anggota sidang ke dalam ruang bundar yang terletak di belakang ruangan pengadilan.

Perlakuan Keji Terhadap Yesus

Segera setelah Kayafas dan para anggota sidang lainnya meninggalkan ruang pengadilan, para prajurit pembantu mulai melancarkan segala bentuk penghinaan yang sadis keji seperti:

menjambaki rambut Yesus; 

mencabuti jenggot Yesus; 

meludahi wajahYesus;

menghujani tinju dan pukulan pada wajah dan tubuh Yesus; 

melukai tubuh Yesus dengan tongkat-tongkat berujung runcing; 

menusukkan jarum-jarum ke tubuh-Nya; 

mengenakan sebuah mahkota dari jerami dan kulit kayu di atas kepala Yesus, lalu melepaskannya dengan kasar; 

menyalami-Nya dengan ejekan penghinaan, “Lihatlah, Putera Daud mengenakan mahkota ayahandanya. Seorang yang lebih besar dari Salomo ada di sini. Inilah raja yang mempersiapkan perjamuan nikah bagi puteranya;” 

mengenakan sebuah mahkota buluh di atas kepala Yesus;

menanggalkan jubah Yesus dengan kasar; 

mengenakan di atas pundak-Nya sehelai mantol usang yang telah koyak,  panjangnya tidak sampai ke lutut-Nya;

mengalungkan leher Yesus dengan sebuah rantai besi yang panjang, dengan sebuah cincin besi di masing-masing ujungnya. Permukaan cincin dipasangi ujung-ujung runcing, yang merobek serta mengoyak kedua lutut ketika Yesus berjalan; 

membelenggu kedua tangan Yesus, sambil menyisipkan sebatang buluh dalam genggamanNya dan membasahi wajah  dengan ludah; 

melemparkan segala jenis kotoran ke atas rambut,  dada, dan ke atas mantol usang Yesus;

menyelubungi kedua mata Yesus dengan selembar kain lap kotor dekil, memukuli-Nya, seraya berseru dengan suara lantang, “Cobalah katakan kepada kami, hai Mesias, siapakah yang memukul Engkau?” 

merenggut kembali rantai yang tergantung pada leher Yesus, lalu menyeret ke ruang para anggota sidang yang lagi berisitirahat; 

dengan tongkat-tongkat, mereka memaksa Yesus masuk ke ruang, sambil berteriak riuh-rendah, “Majulah, hai Engkau Raja Jerami! Tampilkan DiriMu di hadapan sidang dengan lambang kerajaan-Mu, kami takluk pada-Mu.” 

menaburi tubuh Yesus dengan lumpur dan meludahi-Nya, sambil berkata, “Terimalah urapan nabi-urapan kerajaan.” Lalu, mereka menirukan upacara pembaptisan dan  tindakan saleh Maria Magdalena ketika menuangkan minyak wangi ke atas kepala-Nya. “Bagaimana Engkau berpikir,” kata mereka, “dapat menghadap sidang dalam keadaan seperti ini? Engkau membersihkan orang lain, tapi DiriMu Sendiri tidak Engkau bersihkan. Baiklah, kami akan segera membersihkan-Mu.” 

Menyiramkan ke wajah Yesus dan bahuNya air kotor dengan sebuah baskom, sambil berlutut di hadapan Yesus mereka berseru, “Lihatlah, urapan-Mu yang kudus. Lihatlah minyak wangi seharga tigaratus dinar. Engkau telah dibaptis di kolam Betsaida.”

menyeret Yesus keliling ruangan di hadapan segenap para anggota sidang yang terus mencela dan menghinaNya.  

Yesus Dimasukan ke Dalam Ruangan Penjara

Ketika Yesus masih terbalut dalam mantol yang penuh ludah dan kotoran akibat penyiksaan, prajurit memaksaNya untuk   mengenakan jubah sendiri, sambil membelenggu kedua tangan dalam satu ikatan yang erat. Lalu Yesus dibawa masuk ke ruang penjara.

Di dalam penjara yang gelap dan pengab itu, pra prajurit tetap membelenggu Yesus ke sebuah pilar yang berdiri di tengah penjara tanpa harus  menyandarkan diri. Tubuh Yesus yang memikul rantai besi yang berat dan sudah kelelahan, oleh penderaan itu menyebabkan hampir-hampir tak dapat berdiri tegak lagi. Kakinya yang bengkak dan terkoyak tak mampu untuk menopang tubuh-Nya sendiri. Penyiksaan bertubi silih berganti dari satu prajurit ke prajurit yang lain.  

Setelah lelah mendera Yesus, para prajurit meninggalkan Yesus seorang diri di dalam ruangan penjara. Yesus pun menyandarkan diri pada pilar untuk beristirahat. 

                                 

Maria Datang ke Pengadilan  Sanhendrin di Istana Kayafas

Maria ibu Yesus bersama Maria Magdalena dan perempuan lainnya sedang berada di rumah Marta dan Lazarus. Mereka begitu bersedih mendengar Yesus telah ditangkap dan rindu untuk bertemu denganNya. Dalam suasana kesedihan itu, Yohanes datang menemui Maria ibu Yesus dan menceritakan apa yang sudah sedang terjadi yang disaksikannya. Mendengar cerita itu Maria Ibu Yesus bersama Maria Magdalena dan perempuan lainnya tergerak hati meminta Yohanes menghantarkan mereka untuk melihat Yesus. Yohanes pun segera membimbing  Maria Ibu Yesus dan pengikutnya melintasi jalanan menuju ke pengadilan Kayafas. Sepanjang jalan Maria Ibu Yesus dan para perempuan yang menyertainya tersayat hati mendengar ejekan dan cemoohan orang-orang yang membicarakan tentang penangkapan Yesus. Sejumlah murid Yesus yang sedang dalam perjalanan kembali dari pengadilan Kayafas, tidak bisa menahan haru, ketika berpapasan dengan Maria Ibu Yesus. Mereka pun  menyalami Maria dengan sikap ramah. 

Selanjutnya Maria Ibu Yesus dan pengikutnya langsung menuju tempat pengadilan Kayafas. Rombongan Ibu Yesus kemudian berhenti di bawah pintu gerbang yang menuju ke pengadilan bagian dalam. Di situ Maria Ibu Yesus sangat ingin melihat pintu terbuka, agar memperoleh kesempatan untuk memandang Puteranya. Sebab Maria tahu hanya pintu itu saja yang memisahkannya dari penjara di mana Puteranya dikurung. Tidak lama kemudian pintu gerbang itu terbuka. Dari pintu itu terlihat Petrus keluar. Wajah Petrus diselubungi mantolnya sambil ia meremas-remas tangannya dan menangis dengan teramat sedihnya. Dengan bantuan cahaya suluh, Petrus segera mengenali Yohanes dan Ibunda Yesus. Maria segera menghampiri dan berkata, “Simon, katakanlah, aku mohon padamu, bagaimanakah keadaan Yesus, Puteraku!” Mendengar kata-kata Bunda Maria, Petrus memalingkan muka sambil tetap meremasremas tangannya. Melihat itu, Bunda Maria menghampiri Petrus lebih dekat lagi, seraya berkata dengan suara gemetar, “Simon, anak Yohanes, mengapakah engkau tak menjawab aku?” Mendengar pertanyaan Bunda Maria yang begitu mendesak, dalam nada sedih Petrus menjawab, “Bunda! Ya, Bunda, janganlah bertanya padaku. Mereka telah menjatuhiNya hukuman mati dan aku pun telah menyangkal-Nya tiga kali.” Lalu Yohanes datang untuk menanyakan beberapa pertanyaan lagi, tetapi Petrus sekonyong-konyong melarikan diri tidak peduli lagi dengan Bunda Maria dan Yohanes.

Hati Maria hancur luluh dalam kesedihan yang hebat mendengar nasib ajal menimpa Puteranya dan juga disangkal oleh murid yang pertama-tama mengenaliNya sebagai Putra Allah yang hidup. Maria tak kuasa menopang tubuhnya dan jatuh di atas lantai batu tak sadarkan diri. Beberapa waktu berselang, setelah sadar kembali Maria memohon kepada Yohanes, agar dibawa ke tempat di mana ia dapat berada sedekat mungkin dengan Puteranya. Atas permintaan itu Yohanes dan juga para perempuan yang bersamanya, membimbing Maria Ibu Yesus ke depan penjara tempat Yesus dikurung. Di balik penjara itu Maria mendengarkan erangan Puteranya saat penyiksaan disertai katakata cercaan yang dilontarkan oleh mereka di sekelilingnya. 

Setelah beberapa waktu di balik penjara, Maria meninggalkan tempat itu, dan pergi ke perapian di bagian serambi manakala sejumlah orang masih berdiri di sana. Ketika tiba di tempat di mana Yesus memaklumkan bahwa Dia adalah Putera Allah, dan orang-orang Yahudi berteriak, “Ia harus dihukum mati!” lagi-lagi Bunda Maria lemas tak sadarkan diri. Yohanes dan para perempuan menggendongnya pergi dalam keadaan lebih serupa mayat dari pada seorang yang hidup.

Sidang Kedua: Pengadilan Sanhendrin Memutuskan  Yesus Digiring kepada Pilatus

Kayafas, Hanas, para tua-tua, dan para ahli Taurat berkumpul kembali pagi harinya di aula pengadilan guna mengadakan pengadilan resmi, sebab pertemuan-pertemuan pada malam hari tidak sah menurut hukum dan hanya dapat dipandang sebagai persiapan. Sebagian besar anggota sidang menginap di kediaman Kayafas, di mana tempat-tempat tidur telah dipersiapkan bagi mereka. Tetapi, sebagian yang lain, di antaranya Nikodemus dan Yusuf dari Arimatea, pulang ke rumah dan kembali ketika fajar menyingsing. Pertemuan itu penuh sesak, dan para anggota mulai melaksanakan tugas mereka dengan cara yang paling tergesa-gesa. Mereka ingin sesegera mungkin menjatuhkan hukuman mati atas Yesus. Tetapi, Nikodemus, Yusuf, dan beberapa yang lainnya menentang keputusan tersebut dan menuntut agar keputusan ditangguhkan hingga berakhirnya perayaan, mengingat khawatir akan timbulnya pergolakan di antara rakyat. Mereka juga bersikeras bahwa tak ada penjahat yang dapat dijatuhi hukuman secara adil jika tuduhan-tuduhan tidak dapat dibuktikan, dan bahwa dalam perkara yang sedang mereka hadapi ini, semua saksi-saksi saling bertentangan satu sama lain. Para imam besar dan pengikut mereka menjadi sangat berang. Mereka mengatakan kepada Yusuf dan Nikodemus secara terus terang bahwa mereka tidak terkejut keduanya menyatakan kekecewaan atas apa yang telah terjadi, sebab keduanya adalah pengikut Orang Galilea itu dan penganut ajaran-Nya, dan bahwa keduanya pasti gelisah jika Yesus terbukti bersalah. Imam besar bahkan bertindak mengeluarkan dari sidang semua anggotanya yang menaruh bahkan sedikit simpati sekalipun terhadap Yesus. Para anggota ini mengajukan protes dengan menyatakan cuci tangan atas segala yang akan terjadi terhadap sidang di masa mendatang, mereka meninggalkan ruang pengadilan, lalu pergi ke Bait Allah. Sejak saat itu, tak pernah lagi mereka duduk dalam sidang.

Kayafas lalu memerintahkan para pengawal untuk menghadirkan Yesus sekali lagi ke hadapannya. Sekaligus Kayafas memperintahkan untuk mempersiapkan segala sesuatu untuk membawa Yesus ke pengadilan Pilatus, segera setelah ia menjatuhkan hukuman mati. Para pesuruh sidang bergegas menuju penjara, dan dengan kebrutalan, mereka melepaskan ikatan pada  tangan Yesus, merenggut mantol usang yang tadinya mereka kenakan di atas pundak-Nya, menyuruh Yesus mengenakan jubahNya sendiri, mengencangkan tali-temali yang mereka lilitkan sekeliling pinggang Yesus, lalu menyeret-Nya keluar dari ruang penjara. 


Ketika di Yesus telah ada di hadapannya, Kayafas dengan angkuh berbicara kepada Yesus, “Jika Engkau adalah Kristus, katakanlah terus terang.” Lalu, Yesus mengangkat kepala-Nya dan menjawab dengan keagungan dan ketenangan yang luar biasa, “Sekalipun Aku mengatakannya kepada kamu, namun kamu tidak akan percaya. Dan sekalipun Aku bertanya sesuatu kepada kamu, namun kamu tidak akan menjawab, ataupun melepaskan Aku. Tetapi, mulai sekarang Anak Manusia sudah duduk di sebelah kanan Allah Yang Mahakuasa.” Para imam besar saling memandang satu sama lain dan berkata kepada Yesus dengan tertawa mengejek, “Kalau begitu, Engkau ini Anak Allah?” Yesus menjawab dengan suara kebenaran kekal, “Kamu sendiri mengatakan, bahwa Akulah Anak Allah.” Mendengar kata-kata ini, mereka semua berteriak-teriak, “Untuk apa kita perlu kesaksian lagi? Kita telah mendengar dari mulut-Nya sendiri.”

Kemudian Kayafas dan para imam besar bersama-sama memerintahkan para prajurit pembantu untuk membelenggu kedua tangan Yesus kembali dan mengenakan rantai sekeliling leher-Nya (hal ini biasa dilakukan terhadap para penjahat yang dijatuhi hukuman mati), serta bersiap untuk menggiring-Nya ke hadapan Pilatus. Seorang pesuruh telah diutus untuk memohon pada Pilatus agar bersiap mengadili seorang penjahat, sebab hal ini penting agar jangan sampai tertunda mengingat akan segera dimulainya perayaan.

Para imam Yahudi bersungut-sungut di antara mereka, karena wajib mengajukan permohonan persetujuan hukuman kepada Gubernur Romawi. Hal itu wajib dilakukan, sebab pengadilan keagamaan (Sanhendrin) tak memiliki hak untuk menjatuhkan hukuman kepada para penjahat, terkecuali untuk hal-hal yang berhubungan dengan agama dan Bait Allah saja, juga mereka tak dapat menjatuhkan hukuman mati. Oleh karena itu Yesus dibawa kepada Pilatus. Para imam besar dan sebagian anggota sidang berjalan di bagian depan arak-arakan, lalu Yesus digiring oleh para prajurit pembantu dan dikawal oleh para prajurit yang mengikuti. Sementara khalayak ramai berjalan di bagian belakang. Perjalanan kerumunan  menuruni Bukit Sion dan melintasi suatu daerah di kota bawah, lalu ke Acre yang berada di sebelah Timur Bait Allah, lalu menuju istana Balai Pengadilan Pilatus yang terletak di sebelah Barat Laut Bait Allah.  Banyak imam yang sebelumnya menghadiri sidang Sanhendrin, segera berangkat ke Bait Allah, sebab mereka harus mempersiapkan diri untuk perayaan Paskah.

Para imam Yahudi dan pendukungnya berusaha membuktikan bahwa Yesus adalah musuh kaisar. Tuduhan ini berhubungan dengan departemen yang ada di bawah wewenang Pilatus.