Oleh Matheus Antonius Krivo
Biarkan KITA tahu kisah Yesus diadili oleh Pengadilan Sanhendrin. Ada kisah dan alur yang belum semuanya terungkap. Tulisan ini bersumber dari:“The Dolorous Passion of Our Lord Jesus Christ from the Meditations of Anne Catherine Emmerich” Meditasi VII-XII. “Diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/ yesaya” dan Alkitab Gereja Katolik serta dari Wikipidia Bahasa Indonesia. Kiranya dapat menambah khazanah pengetahuan bagi yang membacanya.
Sanhedrin (bahasa Ibrani: סנהדרין; bahasa Yunani: συνέδριον,[1]) atau yang disebut juga Mahkamah Agama adalah dewan tertinggi agama Yahudi yang terdiri atas 71 anggota. Di dalam Perjanjian Baru, Sanhedrin berperan di dalam pengadilan dan penyaliban Yesus (Markus 14:53-65, Matius 26:57-68, Lukas 22:54-55, dan Yohanes 18:19-24 12-14, 19-24).
Lembaga Sanhedrin telah ada sejak masa Alexander Yaneus memerintah pada awal abad ke-1 SM. Setelah Yaneus meninggal dan digantikan oleh Alexandra Salome, dan pada itu sejumlah orang Farisi turut diangkat menjadi anggota Sanhedrin.
Di masa Yesus, keanggotaan Sanhedrin terdiri dari tiga pihak. Pertama, sejumlah imam dari kalangan atas. Kedua, sejumlah tua-tua Yahudi yang diambil dari kaum terkemuka Yerusalem. Ketiga, sejumlah kaum Farisi yang memiliki keahlian dalam menafsir Taurat, dan dipandang paling berpengaruh di antara rakyat jelata. Lembaga Sanhedrin tersebut dipimpin oleh Imam Besar atau Imam Agung. Saat pengadilan Yesus, Sanhendrin dipimpin oleh Kayafas dan Hanas sebagai wakil.
Yesus Dihadapkan kepada Kayafas
Kayafas
Nama aslinya Yusuf. Kayafas (dalam bahasa Aram berarti "batu pijakan" atau "depresi"). Menjabat Imam Besar Yahudi pada tahun 18-36 M (menurut sejarawan Yahudi, Yosefus). Kayafas merupakan mertua Hanas, mantan Imam Besar (Yoh 18:13). Kayafas diangkat oleh Prokurator Valerius Gratus (Ant 18,2,2) dan dipecat oleh utusan Siria bernama Vitellus (Ant 18,4,3). Kayafas menjabat Imam Agung pada saat tampilnya Yohanes Pembabtis (Luk 3:2).
Ruang Pengadilan
Ada dua bagian ruangan pengadilan Kayafas. Bagian luar dan bagia dalam. Bagian luar merupakan sebuah halaman luas sekaligus menjadi pintu masuk menuju ke ruang bagian dalam. Di ruang pengadilan bagian dalam (utama) posisi para anggota sidang berada di atas sebuah podium setengah lingkaran. Kursi imam besar lebih tinggi dari pada kursi anggota lainnya. Tempat untuk para saksi dan penggugat berada di samping dan/atau di belakang terdakwa. Ada tiga pintu di belakang kursi para hakim menuju suatu ruangan konsultasi yang khusus. Pada gedung pengadilan Kayafas di bagian bawah ruangan terdapat kamar-kamar penjarah bawah tanah. Di seluruh balai pengadilan dipenuhi suluh dan lampu pada malam hari. Di tengah-tengah beranda ada perapian besar dengan pipa-pipa sebagai cerobong asap.
Suasana Ruang Pengadilan Sanhendrin di Istana Kayafas sebelum Yesus Datang
Di serambi penuh sesak dengan para saksi yang benar dan palsu. Selain itu banyak orang lainnya berusaha masuk ke ruang pengadilan tapi tidak diperkenankan oleh penjaga. Petrus dan Yohanes masuk ke pengadilanbagian luar dengan berpakaian bagaikan seorang pesuruh, sesaat sebelum Yesus digiring masuk. Yohanes berhasil menerobos ke pengadilan bagian dalam dengan bantuan seorang hamba yang ia kenal. Pintu langsung ditutup tepat di belakangnya. Sebab itu Petrus, yang agak sedikit di belakang tertinggal di luar. Petrus mohon kepada seorang hamba perempuan untuk membukakan pintu, tetapi perempuan itu menolak, meskipun Petrus (dari luar) dan Yohanes (dari dalam) telah memohon dengan sangat kepadanya. Dalam situasi itu Petrus hanya berharap bisa bertemu dengan Nikodemus dan Yusuf dari Arimatea yang datang pada saat itu, tapi ternyata tidak juga membawanya masuk bersama mereka. Petrus dan Yohanes memilih menempatkan diri di suatu tempat di mana mereka dapat melihat para hakim dan mendengarkan segala sesuatu yang terjadi.
Para hakim telah duduk pada kursi-kursinya. Kayafas duduk di tengah podium yang agak tinggi, dan tujuhpuluh anggota Sanhedrin ada di sekelilingnya, sementara para pejabat, para ahli Taurat dan para tua-tua berdiri di kanan kirinya serta saksi-saksi palsu di belakang mereka. Prajurit-prajurit ditempatkan mulai dari kaki podium hingga ke pintu serambi. Kayafas mengenakan mantol panjang berwarna merah kusam, dengan sulaman bunga-bunga dan jumbai-jumbai emas yang diikatkan di bahu dan dada. Terdapat jumbai-jumbai di bagian depan mantol dengan gesper-gesper emas. Hiasan kepalanya tinggi, berhiaskan pita-pita yang terjuntai, sisi-sisinya terbuka, agak serupa dengan mitra uskup. Kayafas bersama para anggota sidang agung telah menunggu beberapa waktu lamanya. Dalam penantian akan kehadiran Yesus, beberapa kali Kayafas bangkit berdiri, pergi ke bagian luar pengadilan sambil bertanya, apakah Yesus dari Nazaret akan datang atau tidak. Ketika melihat arak-arakan datang mendekat, ia pun segera kembali ke tempat duduknya.
Di sekeliling perapian berdirilah para prajurit, hamba-hamba, para saksi yang telah menerima suap untuk memberikan kesaksian-kesaksian palsu. Beberapa perempuan juga ada di sana, tugasnya adalah menuangkan sejenis minuman merah bagi para prajurit dan memanggang roti, dengan melakukan pekerjaan ini mereka menerima sedikit upah.
Sidang Pertama: Yesus Diadili oleh Majelis Sanhendrin yang dipimpin Kayafas
Yesus digiring masuk ke balai pengadilan. Khalayak ramai menyambut-Nya dengan sorakan cemooh. Begitu Yesus tiba di ruang sidang, Kayafas berseru dengan suara lantang, “Engkau datang juga akhirnya, Kau musuh Allah, Kau si penghujat, yang mengganggu ketenangan malam yang kudus ini!” Lalu tabung yang berisikan tuduhan-tuduhan Hanas, lambang kekuasaan olok-olok yang ada di tangan Yesus, segera dibuka dan dibaca.
Kayafas berbicara menggunakan kata-kata penghinaan. Lagi-lagi, para prajurit pembantu dengan berteriak memaksa Yesus segera menjawab kepada kayafas, sambil memukulNya, “Jawab segera! Berbicaralah! Apakah Kau bisu?” Kayafas, lalu mencecar Yesus dengan seribu satu pertanyaan. Tetapi, Yesus berdiri di hadapannya diam membisu dengan mataNya memandang ke lantai. Para prajurit pembantu berusaha memaksa Yesus berbicara dengan pukulan yang bertubi-tubi. Ada seorang anak menekankan ibu jarinya ke atas bibir Yesus, sembari menantangNya untuk menggigit.
Lalu, para saksi-saksi dipanggil. Pertama adalah saksi-saksi dari kalangan terendah, yang tuduhan-tuduhannya sama kacaunya dan sama berubah-ubahnya seperti yang mereka ajukan di hadapan pengadilan Hanas. Tak satu pun dari tuduhan tersebut dapat dipergunakan oleh sidang. Sebab itu, Kayafas berpaling kepada saksi-saksi utama, yakni kaum Farisi dan kaum Saduki. Para saksi ini berbicara dengan tenang, dengan mengulang tuduhan seperti di hadapan Hanas, “Bahwa Ia menyembuhkan orang sakit dan mengusir setan dengan bantuan setan. Bahwa Ia mencemarkan hari Sabat, menghasut rakyat untuk memberontak, menyebut kaum Farisi sebagai keturunan ular beludak dan orang-orang munafik, menubuatkan kehancuran Yerusalem, bergaul dengan para pemungut cukai dan orang-orang berdosa, mengumpulkan rakyat dan menyatakan diri sebagai raja, nabi dan Putera Allah.” Saksi-saksi itu pun melanjutkan tuduhan, “Bahwa Ia senantiasa berbicara tentang kerajaanNya, bahwa Ia melarang perceraian, menyebut DiriNya sebagai Roti Hidup, dan mengatakan bahwa barangsiapa tidak makan dagingNya dan minum darahNya tidak akan memiliki hidup yang kekal.”
Namun demikian, para saksi yang memberi kesaksian saling bertentangan. Seorang saksi mengatakan, “Ia menyebut DiriNya raja,” Segera orang kedua menyanggahnya dengan mengatakan, “Tidak, Ia membiarkan orang menyebut-Nya demikian, tetapi, begitu mereka berusaha menjadikan-Nya raja, Ia melarikan diri.” Yang lain mengatakan, “Ia memaklumkan DiriNya sebagai Putera Allah,” tetapi, orang keempat menyelanya dengan mengatakan, “Tidak, Ia hanya menyebut diri sebagai Putera Allah sebab Ia melakukan kehendak Bapa SurgawiNya.” Beberapa dari para saksi mengatakan bahwa Ia telah menyembuhkan mereka, tetapi penyakit mereka itu kambuh kembali dan bahwa penyembuhanNya yang bohong-bohongan itu dilakukan melalui sihir. Begitu pula yang mereka katakan mengenai penyembuhan seorang yang lumpuh di kolam Betsaida, tetapi dengan memutarbalikkan fakta guna mengajukan tuduhan serupa. Kaum Farisi dari Seforis, dengan siapa Ia pernah berdebat perihal perceraian, menuduh Yesus mengajarkan ajaran-ajaran sesat. Seorang pemuda Nazaret, yang pernah ditolak Yesus sebagai murid, juga memberikan kesaksian keji terhadap Yesus.
Sementara para saksi saling berselisih satu sama lain, Kayafas dan beberapa anggota sidang lainnya mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada Yesus dan membelokkan jawaban yang disampaikan-Nya menjadi bahan olok-olok. “Keturunan raja manakah Engkau? Buktikan kuasaMu! Panggillah pasukan malaikat yang Kau sebut-sebut di Taman Zaitun itu! Apakah yang telah Kaulakukan dengan uang yang diserahkan kepada-Mu oleh para janda dan orang-orang tolol lainnya yang Engkau tipu dengan ajaran-ajaran palsuMu? Jawab segera; berbicaralah, apakah Kau bisu? Adalah jauh lebih bijaksana jika Engkau tutup mulut sementara berada di antara khalayak ramai yang dungu: di sana, malahan Engkau berbicara terlalu banyak.”
Beberapa saksi berusaha membuktikan bahwa Yesus adalah anak haram; tetapi saksi yang lain memaklumkan bahwa BundaNya adalah seorang Perawan yang saleh, perawan Bait Allah, dan bahwa sesudahnya mereka menyaksikannya bertunangan dengan seorang yang takut akan Allah. Para saksi mencela Yesus dan para muridNya karena tidak mempersembahkan kurban di Bait Allah. Memang benar bahwa aku tidak pernah melihat, baik Yesus maupun para murid-Nya, mempersembahkan kurban di Bait Allah, selain dari anak domba Paskah. Para saksi terus menuduh Yesus sebagai seorang tukang sihir. Kayafas pun beberapa kali menegaskan bahwa keruwetan dalam pernyataan-pernyataan para saksi ini semata-mata disebabkan oleh ilmu sihir.
Beberapa saksi menuduh Yesus makan anak domba Paskah sehari sebelum yang ditetapkan, karenanya bertentangan dengan hukum, dan bahwa tahun sebelumnya Yesus mengadakan perubahan-perubahan dalam tata upacara Paskah. Tetapi para saksi saling berselisih pendapat satu sama lain sampai ke tahap tidak bisa membuktikannya. Olehnya Kayafas dan para hakim menjadi geram. Terhadap hal itu, Kayafas memerintahkan memanggil Nikodemus dan Yusuf dari Arimatea untuk menjelaskan bagaimana mungkin mereka membiarkan-Nya makan anak domba Paskah pada hari yang tidak sesuai dengan yang ditetapkan, di salah satu ruangan milik mereka khusus. Nikodemus dan Yusuf dari Arimatea berhasil membuktikan dari tulisan-tulisan kuno bahwa sejak masa silam, orang-orang Galilea diperkenankan makan Paskah sehari sebelumnya dari bangsa Yahudi lainnya. Mereka juga menambahkan bahwa setiap bagian upacara telah dilakukan sesuai ketentuan hukum, dan bahwa orang-orang dari Bait Allah hadir pada perjamuan itu. Hal ini cukup membingungkan para saksi. Nikodemus berhasil menerangkan secara gamblang bagian dari dokumen-dokumen tersebut yang membuktikan hak orang-orang Galilea, dan menjelaskan mengapa hak istimewa ini diberikan. Bahwa segala kurban tidak akan mungkin terselesaikan hingga hari Sabat, jika sedemikan banyak orang yang berkumpul bersama untuk merayakan Paskah, seluruhnya diwajibkan untuk menyelenggarakan upacara pada hari yang sama; dan meskipun orang-orang Galilea tidak senantiasa mempergunakan hak istimewa ini, namun adanya ketentuan tersebut. Mendengar kesaksian Nikodemus,kaum Farisi semakin meluap-luap kemarahan terhadapnya.
Akhirnya, tampil dua saksi yang kesaksian, “Orang ini mengatakan, `Aku akan merobohkan Bait Allah ini yang dibuat oleh tangan manusia, dan dalam tiga hari Aku akan mendirikan yang lain, yang bukan buatan tangan manusia.’” Terhadap kesaksian ini menimbulkan pertentanga di kalangan saksi, sebab seorang mengatakan bahwa si Tertuduh hendak mendirikan suatu Bait Allah yang baru, dan bahwa Ia makan perjamuan Paskah di suatu tempat yang tak lazim, sebab Ia menghendaki robohnya Bait Allah yang lama. Tetapi, yang lain lagi mengatakan, “Bukan begitu, rumah di mana Ia makan perjamuan Paskah dibangun oleh tangan-tangan manusia, karenanya pastilah bukan itu yang Ia maksudkan.”
Kayafas setelah mendengar kesaksian dari kedua saksi terakhir, bangkit dari kursinya, menghampiri Yesus dan berkata, “Tidakkah Engkau memberi jawab atas tuduhan-tuduhan saksi-saksi ini terhadap Engkau?”
Yesus tidak mengangkat mukaNya ataupun memandang pada imam besar. Melihat itu Kayafas memarahiNya. Para prajurit pembantu menangkap isyarat kemarahan Kayafas dengan menjambak rambut Yesus, menarik kepala-Nya ke belakang, lalu mendaratkan pukulan-pukulan di bawah daguNya. Meski begitu, Yesus tetap saja menatap ke lantai. Kayafas mengedangkan kedua tangannya dan berseru penuh amarah, “Demi Allah yang hidup, katakanlah kepada kami, apakah Engkau Mesias, Anak Allah, atau tidak.”
Setelah beberapa saat, Yesus dalam suara yang dalam menjawab, “Engkau telah mengatakannya. Akan tetapi, Aku berkata kepadamu, mulai sekarang kamu akan melihat Anak Manusia duduk di sebelah kanan Yang Mahakuasa dan datang di atas awan-awan di langit.”
Mendengar jawaban Yesus, Kayafas kemudian bangkit berdiri menjumput ujung mantolnya, lalu mengoyakkannya dengan pisau, serta merobekkannya dari ujung ke ujung, seraya berseru dengan suara nyaring, “Ia menghujat Allah. Untuk apa kita perlu saksi lagi? Sekarang telah kamu dengar hujat-Nya. Bagaimana pendapat kamu?” Semua yang hadir di sana bangkit berdiri dan berseru dengan kejahatan yang mencengangkan, “Ia harus dihukum mati!”
Kemudian Kayafas berkata kepada para prajurit pembantu, “Aku serahkan raja ini ke dalam kuasa kalian. Berikan kepada si penghujat ini ganjaran yang setimpal bagi-Nya.” Setelah mengucapkan kata-kata tersebut, Kayafas mengundurkan diri bersama para anggota sidang ke dalam ruang bundar yang terletak di belakang ruangan pengadilan.
Perlakuan Keji Terhadap Yesus
Segera setelah Kayafas dan para anggota sidang lainnya meninggalkan ruang pengadilan, para prajurit pembantu mulai melancarkan segala bentuk penghinaan yang sadis keji seperti:
menjambaki rambut Yesus;
mencabuti jenggot Yesus;
meludahi wajahYesus;
menghujani tinju dan pukulan pada wajah dan tubuh Yesus;
melukai tubuh Yesus dengan tongkat-tongkat berujung runcing;
menusukkan jarum-jarum ke tubuh-Nya;
mengenakan sebuah mahkota dari jerami dan kulit kayu di atas kepala Yesus, lalu melepaskannya dengan kasar;
menyalami-Nya dengan ejekan penghinaan, “Lihatlah, Putera Daud mengenakan mahkota ayahandanya. Seorang yang lebih besar dari Salomo ada di sini. Inilah raja yang mempersiapkan perjamuan nikah bagi puteranya;”
mengenakan sebuah mahkota buluh di atas kepala Yesus;
menanggalkan jubah Yesus dengan kasar;
mengenakan di atas pundak-Nya sehelai mantol usang yang telah koyak, panjangnya tidak sampai ke lutut-Nya;
mengalungkan leher Yesus dengan sebuah rantai besi yang panjang, dengan sebuah cincin besi di masing-masing ujungnya. Permukaan cincin dipasangi ujung-ujung runcing, yang merobek serta mengoyak kedua lutut ketika Yesus berjalan;
membelenggu kedua tangan Yesus, sambil menyisipkan sebatang buluh dalam genggamanNya dan membasahi wajah dengan ludah;
melemparkan segala jenis kotoran ke atas rambut, dada, dan ke atas mantol usang Yesus;
menyelubungi kedua mata Yesus dengan selembar kain lap kotor dekil, memukuli-Nya, seraya berseru dengan suara lantang, “Cobalah katakan kepada kami, hai Mesias, siapakah yang memukul Engkau?”
merenggut kembali rantai yang tergantung pada leher Yesus, lalu menyeret ke ruang para anggota sidang yang lagi berisitirahat;
dengan tongkat-tongkat, mereka memaksa Yesus masuk ke ruang, sambil berteriak riuh-rendah, “Majulah, hai Engkau Raja Jerami! Tampilkan DiriMu di hadapan sidang dengan lambang kerajaan-Mu, kami takluk pada-Mu.”
menaburi tubuh Yesus dengan lumpur dan meludahi-Nya, sambil berkata, “Terimalah urapan nabi-urapan kerajaan.” Lalu, mereka menirukan upacara pembaptisan dan tindakan saleh Maria Magdalena ketika menuangkan minyak wangi ke atas kepala-Nya. “Bagaimana Engkau berpikir,” kata mereka, “dapat menghadap sidang dalam keadaan seperti ini? Engkau membersihkan orang lain, tapi DiriMu Sendiri tidak Engkau bersihkan. Baiklah, kami akan segera membersihkan-Mu.”
Menyiramkan ke wajah Yesus dan bahuNya air kotor dengan sebuah baskom, sambil berlutut di hadapan Yesus mereka berseru, “Lihatlah, urapan-Mu yang kudus. Lihatlah minyak wangi seharga tigaratus dinar. Engkau telah dibaptis di kolam Betsaida.”
menyeret Yesus keliling ruangan di hadapan segenap para anggota sidang yang terus mencela dan menghinaNya.
Yesus Dimasukan ke Dalam Ruangan Penjara
Ketika Yesus masih terbalut dalam mantol yang penuh ludah dan kotoran akibat penyiksaan, prajurit memaksaNya untuk mengenakan jubah sendiri, sambil membelenggu kedua tangan dalam satu ikatan yang erat. Lalu Yesus dibawa masuk ke ruang penjara.
Di dalam penjara yang gelap dan pengab itu, pra prajurit tetap membelenggu Yesus ke sebuah pilar yang berdiri di tengah penjara tanpa harus menyandarkan diri. Tubuh Yesus yang memikul rantai besi yang berat dan sudah kelelahan, oleh penderaan itu menyebabkan hampir-hampir tak dapat berdiri tegak lagi. Kakinya yang bengkak dan terkoyak tak mampu untuk menopang tubuh-Nya sendiri. Penyiksaan bertubi silih berganti dari satu prajurit ke prajurit yang lain.
Setelah lelah mendera Yesus, para prajurit meninggalkan Yesus seorang diri di dalam ruangan penjara. Yesus pun menyandarkan diri pada pilar untuk beristirahat.
Maria Datang ke Pengadilan Sanhendrin di Istana Kayafas
Maria ibu Yesus bersama Maria Magdalena dan perempuan lainnya sedang berada di rumah Marta dan Lazarus. Mereka begitu bersedih mendengar Yesus telah ditangkap dan rindu untuk bertemu denganNya. Dalam suasana kesedihan itu, Yohanes datang menemui Maria ibu Yesus dan menceritakan apa yang sudah sedang terjadi yang disaksikannya. Mendengar cerita itu Maria Ibu Yesus bersama Maria Magdalena dan perempuan lainnya tergerak hati meminta Yohanes menghantarkan mereka untuk melihat Yesus. Yohanes pun segera membimbing Maria Ibu Yesus dan pengikutnya melintasi jalanan menuju ke pengadilan Kayafas. Sepanjang jalan Maria Ibu Yesus dan para perempuan yang menyertainya tersayat hati mendengar ejekan dan cemoohan orang-orang yang membicarakan tentang penangkapan Yesus. Sejumlah murid Yesus yang sedang dalam perjalanan kembali dari pengadilan Kayafas, tidak bisa menahan haru, ketika berpapasan dengan Maria Ibu Yesus. Mereka pun menyalami Maria dengan sikap ramah.
Selanjutnya Maria Ibu Yesus dan pengikutnya langsung menuju tempat pengadilan Kayafas. Rombongan Ibu Yesus kemudian berhenti di bawah pintu gerbang yang menuju ke pengadilan bagian dalam. Di situ Maria Ibu Yesus sangat ingin melihat pintu terbuka, agar memperoleh kesempatan untuk memandang Puteranya. Sebab Maria tahu hanya pintu itu saja yang memisahkannya dari penjara di mana Puteranya dikurung. Tidak lama kemudian pintu gerbang itu terbuka. Dari pintu itu terlihat Petrus keluar. Wajah Petrus diselubungi mantolnya sambil ia meremas-remas tangannya dan menangis dengan teramat sedihnya. Dengan bantuan cahaya suluh, Petrus segera mengenali Yohanes dan Ibunda Yesus. Maria segera menghampiri dan berkata, “Simon, katakanlah, aku mohon padamu, bagaimanakah keadaan Yesus, Puteraku!” Mendengar kata-kata Bunda Maria, Petrus memalingkan muka sambil tetap meremasremas tangannya. Melihat itu, Bunda Maria menghampiri Petrus lebih dekat lagi, seraya berkata dengan suara gemetar, “Simon, anak Yohanes, mengapakah engkau tak menjawab aku?” Mendengar pertanyaan Bunda Maria yang begitu mendesak, dalam nada sedih Petrus menjawab, “Bunda! Ya, Bunda, janganlah bertanya padaku. Mereka telah menjatuhiNya hukuman mati dan aku pun telah menyangkal-Nya tiga kali.” Lalu Yohanes datang untuk menanyakan beberapa pertanyaan lagi, tetapi Petrus sekonyong-konyong melarikan diri tidak peduli lagi dengan Bunda Maria dan Yohanes.
Hati Maria hancur luluh dalam kesedihan yang hebat mendengar nasib ajal menimpa Puteranya dan juga disangkal oleh murid yang pertama-tama mengenaliNya sebagai Putra Allah yang hidup. Maria tak kuasa menopang tubuhnya dan jatuh di atas lantai batu tak sadarkan diri. Beberapa waktu berselang, setelah sadar kembali Maria memohon kepada Yohanes, agar dibawa ke tempat di mana ia dapat berada sedekat mungkin dengan Puteranya. Atas permintaan itu Yohanes dan juga para perempuan yang bersamanya, membimbing Maria Ibu Yesus ke depan penjara tempat Yesus dikurung. Di balik penjara itu Maria mendengarkan erangan Puteranya saat penyiksaan disertai katakata cercaan yang dilontarkan oleh mereka di sekelilingnya.
Setelah beberapa waktu di balik penjara, Maria meninggalkan tempat itu, dan pergi ke perapian di bagian serambi manakala sejumlah orang masih berdiri di sana. Ketika tiba di tempat di mana Yesus memaklumkan bahwa Dia adalah Putera Allah, dan orang-orang Yahudi berteriak, “Ia harus dihukum mati!” lagi-lagi Bunda Maria lemas tak sadarkan diri. Yohanes dan para perempuan menggendongnya pergi dalam keadaan lebih serupa mayat dari pada seorang yang hidup.
Sidang Kedua: Pengadilan Sanhendrin Memutuskan Yesus Digiring kepada Pilatus
Kayafas, Hanas, para tua-tua, dan para ahli Taurat berkumpul kembali pagi harinya di aula pengadilan guna mengadakan pengadilan resmi, sebab pertemuan-pertemuan pada malam hari tidak sah menurut hukum dan hanya dapat dipandang sebagai persiapan. Sebagian besar anggota sidang menginap di kediaman Kayafas, di mana tempat-tempat tidur telah dipersiapkan bagi mereka. Tetapi, sebagian yang lain, di antaranya Nikodemus dan Yusuf dari Arimatea, pulang ke rumah dan kembali ketika fajar menyingsing. Pertemuan itu penuh sesak, dan para anggota mulai melaksanakan tugas mereka dengan cara yang paling tergesa-gesa. Mereka ingin sesegera mungkin menjatuhkan hukuman mati atas Yesus. Tetapi, Nikodemus, Yusuf, dan beberapa yang lainnya menentang keputusan tersebut dan menuntut agar keputusan ditangguhkan hingga berakhirnya perayaan, mengingat khawatir akan timbulnya pergolakan di antara rakyat. Mereka juga bersikeras bahwa tak ada penjahat yang dapat dijatuhi hukuman secara adil jika tuduhan-tuduhan tidak dapat dibuktikan, dan bahwa dalam perkara yang sedang mereka hadapi ini, semua saksi-saksi saling bertentangan satu sama lain. Para imam besar dan pengikut mereka menjadi sangat berang. Mereka mengatakan kepada Yusuf dan Nikodemus secara terus terang bahwa mereka tidak terkejut keduanya menyatakan kekecewaan atas apa yang telah terjadi, sebab keduanya adalah pengikut Orang Galilea itu dan penganut ajaran-Nya, dan bahwa keduanya pasti gelisah jika Yesus terbukti bersalah. Imam besar bahkan bertindak mengeluarkan dari sidang semua anggotanya yang menaruh bahkan sedikit simpati sekalipun terhadap Yesus. Para anggota ini mengajukan protes dengan menyatakan cuci tangan atas segala yang akan terjadi terhadap sidang di masa mendatang, mereka meninggalkan ruang pengadilan, lalu pergi ke Bait Allah. Sejak saat itu, tak pernah lagi mereka duduk dalam sidang.
Kayafas lalu memerintahkan para pengawal untuk menghadirkan Yesus sekali lagi ke hadapannya. Sekaligus Kayafas memperintahkan untuk mempersiapkan segala sesuatu untuk membawa Yesus ke pengadilan Pilatus, segera setelah ia menjatuhkan hukuman mati. Para pesuruh sidang bergegas menuju penjara, dan dengan kebrutalan, mereka melepaskan ikatan pada tangan Yesus, merenggut mantol usang yang tadinya mereka kenakan di atas pundak-Nya, menyuruh Yesus mengenakan jubahNya sendiri, mengencangkan tali-temali yang mereka lilitkan sekeliling pinggang Yesus, lalu menyeret-Nya keluar dari ruang penjara.
Ketika di Yesus telah ada di hadapannya, Kayafas dengan angkuh berbicara kepada Yesus, “Jika Engkau adalah Kristus, katakanlah terus terang.” Lalu, Yesus mengangkat kepala-Nya dan menjawab dengan keagungan dan ketenangan yang luar biasa, “Sekalipun Aku mengatakannya kepada kamu, namun kamu tidak akan percaya. Dan sekalipun Aku bertanya sesuatu kepada kamu, namun kamu tidak akan menjawab, ataupun melepaskan Aku. Tetapi, mulai sekarang Anak Manusia sudah duduk di sebelah kanan Allah Yang Mahakuasa.” Para imam besar saling memandang satu sama lain dan berkata kepada Yesus dengan tertawa mengejek, “Kalau begitu, Engkau ini Anak Allah?” Yesus menjawab dengan suara kebenaran kekal, “Kamu sendiri mengatakan, bahwa Akulah Anak Allah.” Mendengar kata-kata ini, mereka semua berteriak-teriak, “Untuk apa kita perlu kesaksian lagi? Kita telah mendengar dari mulut-Nya sendiri.”
Kemudian Kayafas dan para imam besar bersama-sama memerintahkan para prajurit pembantu untuk membelenggu kedua tangan Yesus kembali dan mengenakan rantai sekeliling leher-Nya (hal ini biasa dilakukan terhadap para penjahat yang dijatuhi hukuman mati), serta bersiap untuk menggiring-Nya ke hadapan Pilatus. Seorang pesuruh telah diutus untuk memohon pada Pilatus agar bersiap mengadili seorang penjahat, sebab hal ini penting agar jangan sampai tertunda mengingat akan segera dimulainya perayaan.
Para imam Yahudi bersungut-sungut di antara mereka, karena wajib mengajukan permohonan persetujuan hukuman kepada Gubernur Romawi. Hal itu wajib dilakukan, sebab pengadilan keagamaan (Sanhendrin) tak memiliki hak untuk menjatuhkan hukuman kepada para penjahat, terkecuali untuk hal-hal yang berhubungan dengan agama dan Bait Allah saja, juga mereka tak dapat menjatuhkan hukuman mati. Oleh karena itu Yesus dibawa kepada Pilatus. Para imam besar dan sebagian anggota sidang berjalan di bagian depan arak-arakan, lalu Yesus digiring oleh para prajurit pembantu dan dikawal oleh para prajurit yang mengikuti. Sementara khalayak ramai berjalan di bagian belakang. Perjalanan kerumunan menuruni Bukit Sion dan melintasi suatu daerah di kota bawah, lalu ke Acre yang berada di sebelah Timur Bait Allah, lalu menuju istana Balai Pengadilan Pilatus yang terletak di sebelah Barat Laut Bait Allah. Banyak imam yang sebelumnya menghadiri sidang Sanhendrin, segera berangkat ke Bait Allah, sebab mereka harus mempersiapkan diri untuk perayaan Paskah.
Para imam Yahudi dan pendukungnya berusaha membuktikan bahwa Yesus adalah musuh kaisar. Tuduhan ini berhubungan dengan departemen yang ada di bawah wewenang Pilatus.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar