Oleh Matheus Antonius Krivo
Biarkan KITA tahu kisah Yesus di perhadapkan kepada Hanas. Ada kisah dan alur yang belum semuanya terungkap. Tulisan ini bersumber dari:“The Dolorous Passion of Our Lord Jesus Christ from the Meditations of Anne Catherine Emmerich” Meditasi VI. “Diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/ yesaya” dan Alkitab Gereja Katolik serta dari Wikipidia Bahasa Indonesia. Kiranya dapat menambah khazanah pengetahuan bagi yang membacanya.
Hanas (Annas atau Ananus atau Ananias; bahsa Ibrani: חנן Hanan, putra Seth; 23/22 SM. Hanas merupakan salah seorang Imam Besar Yahudi yang menjabat pada tahun 6-15 Masehi. Hanas diangkat oleh legate (utusan) Romawi bernama Kirenius yang saat itu menjadi Imam Besar pertama dalam provinsi baru Romawi, Iudaea pada tahun 6 M setelah Pemerintah Romawi menyingkirkan Arkhelaus, Etnark Yudaea, dan menjadi Judaea langsung di bawah kekuasaan Romawi. Hanas dicopot jabatannya pada usia 36 tahun oleh Valerius Gratus pada tahun 15 M. Ketika Yesus dibawa kepadanya, sesungguhnya Hanas telah diberhentikan oleh Penguasa Romawi. Akan tetapi tetap menjabat sebagai kepala pengadilan agama Yahudi karena dia juga sedang menjabat sebagai ketua Sanhendrin yang merupakan wakil Imam Besar.
Yesus ketika dihadapkan kepada Hanas
Yesus tampak kehabisan tenaga dan kusut. Jubah-Nya berlumur lumpur. Kedua tangan Yesus dibelenggu, kepalaNya terkulai, dan tidak bisa berbicara sepatah kata pun. Dalam kondisi itu, Yesus diseret ke suatu ruangan yang luas. Di ruangan itu Hanas sedang duduk di suatu podium yang sedikit lebih tinggi dari permukaan lantai dan menghadap pintu masuk. Hanas dikelilingi oleh dua puluh delapan penasehat. Dalam ruangan itu penuh dengan para prajurit, para hamba Hanas dan sejumlah orang yang diperkenankan masuk dan menjadi saksi-saksi palsu. Ketika di depan Hanas, tangan Yesus yang sebelumnya terikat dilepaskan ikatannya.
Hanas adalah kepala suatu pengadilan yang bertugas memeriksa orang-orang yang dituduh mengajarkan ajaran-ajaran palsu. Jika pengadilan membuktikan bahwa tuduhan tersebut benar, tertuduh selanjutnya akan diajukan ke hadapan imam besar.
Hanas ketika Yesus ada di hadapannya, tersenyum sinis, berpura-pura tidak tahu dan terkejut mengetahui bahwa tahanan yang dibawa ke hadapannya tidak lain adalah Yesus dari Nazaret. Kepada Yesus Hanas melontarkan sejumlah pernyataan, “Mungkinkah ini? Mungkinkah Engkau Yesus dari Nazaret? Di manakah gerangan para muridMu, pengikutMu yang banyak itu? Di manakah kerajaanMu? Aku khawatir persoalan tidak menjadi seperti yang Engkau harapkan. Para penguasa, merasa bahwa sudah saatnyalah menghentikan segala sepak terjangMu yang tidak hormat pada Allah dan para imam-Nya, dan melanggar kekudusan hari Sabat. Murid-murid macam apa yang ada pada-Mu? Ke mana mereka semuanya? Kau diam saja! Berbicaralah, penipu! Berbicaralah Kau, pemicu pemberontakan! Bukankah Engkau makan anak domba Paskah dengan cara yang tidak sah, di luar waktu yang ditetapkan, dan di tempat yang tidak layak? Bukankah Engkau hendak menyebarkan ajaran-ajaran baru? Siapa yang memberiMu hak untuk berkhotbah? Di mana Kau belajar? Katakan, apa ajaranMu?”
Yesus kemudian menatap Hanas dan mengatakan, “Aku berbicara terus terang kepada dunia: Aku selalu mengajar di rumah-rumah ibadat dan di Bait Allah, tempat semua orang Yahudi berkumpul; Aku tidak pernah berbicara sembunyi-sembunyi. Mengapakah engkau menanyai Aku? Tanyailah mereka, yang telah mendengar apa yang Kukatakan kepada mereka; sungguh, mereka tahu apa yang telah Kukatakan.”
Mendengar jawaban Yesus, Hanas tampak berang. Seorang hamba yang berdiri dekat situ, melihat hal situasi itu, serta-merta menampar wajah Yesus dengan sarung tangan besinya, sembari berseru, “Begitukah jawabMu kepada Imam Besar?” Yesus hampir-hampir roboh karena kerasnya tamparan itu. Ketika para pengawal lainnya ikut-ikutan memaki serta memukuliNya, Yesus jatuh terkapar. DarahNya menetes dari wajah dan membasahi lantai. Tawa riuh-rendah, hinaan, dan kata-kata cercaan menggema di seluruh ruangan. Para prajurit pembantu menyeret dan membangkitkan Yesus kembali dengan kasar. Dengan tenang Yesus menjawab, “Jikalau kataKu itu salah, tunjukkanlah salahnya, tetapi jikalau kata-Ku itu benar, mengapakah engkau menampar Aku?”
Murka Hanas semakin menjadi-jadi melihat sikap Yesus yang demikian tenang. Ia berpaling kepada saksi-saksi dan menghendaki mereka mengajukan dakwaan-dakwaan terhadap-Nya. Mereka semuanya serentak berbicara: “Dia menyebut DiriNya sebagai raja; Dia mengatakan bahwa Allah adalah BapaNya; bahwa kaum Farisi adalah orang-orang munafik. Dia memicu pemberontakan di antara rakyat; Dia menyembuhkan orang sakit dengan kuasa setan pada hari Sabat. Penduduk Ophel mengerumuni-Nya beberapa waktu yang lalu dan menyebutNya dengan gelar Juruselamat dan Nabi. Dia membiarkan DiriNya disebut sebagai Putera Allah; Da mengatakan bahwa Dia diutus oleh Allah; Dia menubuatkan kehancuran Yerusalem. Dia tidak berpuasa; Dia makan bersama orang-orang berdosa, bersama orang-orang kafir, dan bersama para pemungut cukai, serta bergaul dengan para perempuan berdosa. Beberapa waktu berselang, kepada seseorang yang memberiNya minum di pintu gerbang Ophel, Dia mengatakan bahwa Dia akan memberinya air hidup yang kekal, setelah meminumnya, seseorang tidak akan haus lagi. Dia menyesatkan orang banyak dengan kata-kata bermakna ganda”
Segala tuduhan ini diteriakkan serempak. Sejumlah saksi berdiri di hadapan Yesus, mereka menghina dengan gerakkan tubuh yang mengejek. Para prajurit pembantu pun menyerang Yesus dengan cemoohan mereka, “Berbicaralah, mengapa Engkau tidak menjawab?” Para pengikut Hanas pun mengolok-olok Yesus sambil berteriak, “Jadi, ini ajaranMu, bukan begitu? Apa jawabMu tentang hal ini? Keluarkan titahMu, Raja Agung, utusan Allah, buktikan perutusan-Mu.” Lalu Hanas kembali bertanya, “Siapakah Engkau?” Siapakah yang telah mengutusMu? Adakah Engkau putera seorang tukang kayu dusun, atau adakah Engkau Elia, yang diangkat ke surga dalam kereta berapi? Katanya ia masih hidup, dan aku dengar Engkau dapat membuat DiriMu Sendiri kasat mata apabila Engkau menghendakinya. Mungkinkah Engkau Nabi Maleakhi yang perkataannya kerap Engkau kutip? Beberapa orang mengatakan bahwa bapaMu adalah seorang malaikat dan masih hidup. Seorang penipu ulung seperti Engkau pastilah tak memiliki kesempatan yang lebih baik dalam mengelabui orang selain dari menyamar sebagai nabi ini. Katakan tanpa berbelit-belit lagi, dari kerajaan manakah Engkau berasal? Engkau lebih besar dari Salomo? Setidak-tidaknya Engkau berpura-pura demikian, dan Engkau bahkan ingin orang percaya akan hal itu. Tenanglah, aku tidak akan lagi menolak gelar dan lambang kekuasaan-Mu itu, yang memang amat tepat untuk-Mu.”
Hanas kemudian meminta selembar perkamen, kira-kira satu yard panjangnya (± 91 cm) dan enam inci lebarnya (± 15 cm). Di atasnya ia menulis serangkaian kata-kata dalam huruf-huruf yang besar. Setiap kata mewakili tuduhan-tuduhan berbeda yang diajukan terhadap Kristus. Lalu, Hanas menggulungnya, memasukkannya ke dalam sebuah tabung kecil yang kosong, menutupnya dengan cermat, lalu menyerahkan tabung itu kepada Yesus seraya menyeringai lebar, “Lihatlah tongkat lambang kerajaanMu. Di dalamnya terdapat gelar-gelarMu, catatan kehormatan yang berhak Engkau peroleh, dan juga hakMu atas tahta. Bawalah ini kepada imam besar, agar ia dapat mengenali martabat kebangsawanan-Mu dan memperlakukan Engkau sesuai martabatMu”. Hanas pun memerintahkan para prajurit, “Ikatlah tangan raja ini, dan bawalah Dia ke hadapan imam besar.”
Kedua tangan Yesus, kembali diikat menyilang di dadaNya begitu rupa, agar Dia dapat membawa tongkat kekuasaan olok-olok dari Hanas. Lalu Yesus digiring ke Pengadilan Kayafas. Selama perjalanan itu Yesus disuguhi segala makian, teriakan pencemooh, dan pukulan bertubi-tubi yang dilancarkan ke tubuhNya oleh khalayak ramai yang brutal. Khalayak ramai penuh di sisi kiri kanan jalan. Jarak dari kediaman Hanas ke tempat pengadilan Kayafas sejauh tiga ratus langkah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar