1. Munculnya NAMA isterinya Bhajo Wawo
Ketika pulang berburu, Bhajo Wawo
menemukan sebatang paku di jalan setapak. Merasa sangat haus, Bhajo Wawo
singgah minum air di Liambi dekat Ba Ria. Ketika berada di mata air Liambi,
tiba-tiba muncul seorang gadis cantik dan serta merta langsung mengusir Bhajo
Wawo yang masih lajang dari tempat itu karena si gadis itu mau mandi. Munculnya
si gadis cantik yang tiba-tiba membuat Bhajo Wawo curiga dan dengan paku pada
tangannya serta merta secara spontan
langsung menusuk ke ubun-ubun si gadis yang sedang mandi. Diceritakan bahwa
sesungguhnya si gadis cantik terpaksa muncul karena ketika hendak minum air,
Bhajo Wawo telah berdiri dan menginjak bayangan gadis itu yang merupakan titik
terlemah dari kekuatannya. Saat itu si gadis langsung pasrah menyerah dan mengikuti
Bhajo Wawo ke kampung Nua Puu. Selanjutnya menjadi isterinya Bhajo Wawo. Si
gadis kemudian dikenal sebagai Nama. Perkawinan Bhajo Wawo dengan Nama
melahirkan 7 anak Perempuan. Dalam kesehariannya si Nama memiliki kekuatan
gaib. Bisa muncul bersamaan di beberapa tempat.
2. Kampung Nua Lise
Pada siang hari yang sepi, hanya
sebentar saja tiba-tiba kedapatan oleh Bhajo Wawo bahwa Nama sedang menyusun
batu seorang diri sebagai pagar pembatas kampung Nua Lise. Kampung Nualise
terletak di puncak bukit yang tidak berbatu. Batu hanya ada di bawah Kali Ae
Bara yang terletak pada lembah yang curam dan tak terjangkau. Mujur Bhajo
Wawo mendapatinya sedang menyusun batu
pagar jika tidak maka Bhajo Wawo akan tertinggal di luar. Kampung Nualise
sesungguhnya dipagari dengan batu. Hanya keluarga Bhajo Wawo ada di dalamnya.
3. Kehilangan NAMA-isteri Bhajo Wawo
Pada suatu hari kepada anak gadisnya,
Nama mengeluh sakit kepala. Mengingat sayang pada ibunya, anak gadis itu
meminta untuk dapat memijat kepala ibunya yang sakit. Pada saat asyik memijat
kepala sang ibu, anak gadisnya kaget dan spontan berkata kepada ibunya,
“pantasan kepala ibu sakit karena di kepala ibu ada paku yang tertancap”.
Ibunya pun bertanya, “kau lihat ada paku?, selanya pula, “ayo cabut saja biar
ibu tidak lagi sakit kepala”. Kemudian dengan sangat hati-hati si anak gadisnya
itu mencabut paku dari kepala NAMA. Pada saat paku tercabut, NAMA langsung
berteriak dan menghilang seketika tanpa bekas apapun dari pelukan gadisnya
sendiri.
4. Kojangongo
Pada suatu hari salah seorang anak dari
Bhajo Wawo dan Nama pergi ke Kojangongo di Lowokoto dekat Ba Ria. Kepergianya
ke sana untuk penuhi janji bertemu
dengan sang kekasih bernama Mboti Nggabhi. Mboti Nggabhi mendahului berada di
lokasi Kojangongo. Mengingat sudah lama menunggu dan puteri Bhajo Wawo belum
datang, Mboti Nggabhi memanjat pohon
kenari memetik bijinya dan menyimpan pada sarungnya sambil memantau datangnya
sikekasih hati. Ketika sang kekasih dipantau sudah mendekat, Mboti Ngabhi
semakin bersembunyi di balik rimbunnya dedaunan kenari dan tidak berisik
sedikit. Setiba di Kojangongo tepat di bawah pohon kenari, puteri Bhajo Wawo
menurunkan junjunganya dari kepala berupa bekal kesukaan Mboti yakni ketupat
dan daging ayam. Lama menunggu dan memantau belum juga muncul si Mboti, puteri
Bhajo Wawo terduduk dan menyandarkan
tubuhnya pada pohon kenari. Merasa suasana di Lowokoto yang hening dan sepi,
diduga tidak ada gangguan dari orang yang dating, Puteri Bhajo Wawo itu
langsung membuka batok kepalanya untuk mencari kutu. Pada saat itu Mboti
Nggabhi memantau dan mengintai dari atas pohon kenari terperanjat dan kaget. Oleh karena telah
melihat semua apa yang dilakukan oleh kekasihnya, Mboti Nggabhi langsung menghamburkan
biji kenari dari kainnya sehingga mengenai kepala sang kekasih di bawahnya.
Saking kagetnya puteri Bhajo Wawo langsung berteriak sampai-sampai dia keliru
memasang kembali muka pada tempatnya semula. Atas dasar itu si gadis sangat
malu dan seketika itu juga menghilang tanpa bekas hingga sekarang.
5.
Lia
Lako
Bhajo Wawo memiliki seekor anjing yang
sangat pintar berburu. Jika anjing sudah menggonggong dapat diduga sudah ada
Binatang hutan yang bakal ditangkap. Ketika menuruni bukit Wololende Mudegeru,
anjingnya Bhajo Wawo mengarahkan buruannya ke Lialako. Sesampai di Lialako,
nyalakan anjing semakin menjadi-jadi. Dicurigai mangsa burunya sedang
bersembunyi. Dalam penasarannya, Bhajo Wawo dan puterinya yang menyertai
berusaha mengintai dengan seksama dalam lubang gua. Oleh karena lama menunggu,
sang puteri yang kurang sabaran itu meminta restu pada Bhajo Wawo agar
diijinkan masuk ke dalam lubang gua. Sesudah gadis itu masuk ke dalam gua Bhajo
Wawo dengan tenang dan sabar menunggu di luar gua. Mengingat terlalu lama di
dalam gua, dipanggilnya berulang-ulang oleh Bhajo Wawo ternyata tidak ada
jawaban. Puterinya ternyata terus menghilang pergi mengikuti sang ibu yang
tidak pernah kembali.
6.
Watutura
(dituturkan oleh Setu Baba di Kampung Wolofeo, 1994)
Pada suatu sore, Bhajo Wawo bersama
salah satu puterinya berburu di Watutura dekat Liasuja-Bhoaria. Melihat tokek
di antara celah batu, langsung saja dengan sepotong kayu, Bhajo Wawo menusuknya
sampai mati. Oleh karena lengannya besar dan berotot, maka sulit bagi Bhajo
untuk mengambil tokek dari celah batu yang sempit itu. Melihat keadaan yang
sulit itu, puterinya memohon ijin untuk turun dan mengambil tokek itu. Ketika
sedang menyorong tanganya ke celah batu, ternyata tubuhnya yang mungil juga
bisa masuk selurunya ke dalam celah itu. Ketika seluruh tubuhnya masuk,
puterinya pun menghilang tak berbekas. Bhajo Wawo pun dibuat bingung sendiri
dan tidak tahu mau buat apalagi. Dengan sedih hati Bhajo Wawo pulang ke Nua
Lise seorang diri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar