Tulisan ini
merupakan coretan kisah warga Timor Timur yang mengungsi di wilayah Indonesia
secara khusus di Nusa Tenggara Timur. Coretan kisah ini, tentunya bertujuan
untuk berbagi kepada publik bahwa pernah terjadi pada tahun 1999 gelombang
pengungsian besar-besaran dari wilayah Timor Timur yang sekarang dikenal dengan
Timor Leste ke wilayah Indonesia. Mayoritas pengungsi berada di Nusa Tenggara
Timur. Alasan pengungsian adalah adanya konflik kekerasan pasca pengumuman Jajak
Pendapat 4 September 1999 yang menempatkan Timor Timur menjadi sebuah Negara
independen terpisah dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Mereka yang
meninggalkan Timor Timur umumnya adalah kelompok yang memilih bergabung dengan
NKRI.
Pengungsian
karena konflik politik dan bersenjata telah menyisahkan penderitaan yang hebat;
para pengungsi harus meninggalkan tanah tumpah darah dan mengadu nasib di
negeri orang. Kisah terburu-buru meninggalkan kampung, menumpang kapal
laut, jalan darat dan naik pesawat, menghuni barak-barak pengungsian yang penuh
darurat serta menemukan jalan baru untuk tinggalkan kamp pengungsian baik
kembali ke Timor Leste maupun ke settlement, merupakan mosaic kehidupan yang
perlu untuk diingat selalu sebagai pengalaman berharga dalam kehidupan. Mungkin
juga menjadi pembelajaran menarik untuk generasi penerus sehingga mampu memilih
langkah yang tepat dalam mengisi kehidupan yang bermartabat.
Ketika menjadi relawan yang aktif terlibat dalam mengurus pengungsi, penulis berupaya mendokumentasikan pengelaman berharga tersebut dalam percikan kisah. Mudah-mudahan bermanfaat bagi pembaca. Jika pembaca yang berminat mengambil isi tulisan ini sebagian atau seluruhnya kiranya memperhatikan kaidah dasar menggunakan materi orang lain. Jangan lupa mencantumkan sumber bacaannya!
MOTIVASI PENGUNGSIAN
Para pengungsi yang meninggalkan
Timtim secara umum memiliki lima kategori motivasi. Pertama, pengungsian
karena situasi kemanan terancam secara radikal yakni takut mati karena akan
dibunuh. Sifat pengungsian di sini terjadi spontan dan tergesa-gesa. Umumnya
pengungsi kategori ini selain berasal dari kelompok pro kemerdekaan juga dari
kelompok pro integrasi yang merasa takut terjadi penyerangan dari kelompok
geriliawan Fretelin pro kemerdekaan. Kedua, pengungsian karena situasi
material mengalami kerusakan, kehancuran dan kehilangan seperti rumah dibakar
dan barang-barang dijarah. Umumnya para pengungsi kelompok ini adalah ialah
masyarakat biasa. Ketiga, pengungsian karena kehilangan medan
tugas/pekerjaan resmi. Kelompok ini lebih bertendensi karena kewajiban seperti
anggota TNI, Polisi, PNS dan berbagai badan usaha milik negara. Keempat,
pengungsian sebagai akibat kekalahan politik. Ini berlaku pada kelompok pro
integrasi garis keras yang terdiri dari para milisi atau Pasukan Pejuang
Integrasi (PPI), kaum elite politik pro Merah Putih dan warga luar Timtim yang
pro Otonomi.
Di samping keempat kategori motivasi yang merupakan hasil telaahan obyektif tapi secara umum kehadiran pengungsi yang demikian besar di berbagai wilayah NTT teristimewa di kawasan Timor Barat karena ada pemaksaan dari pihak keamanan negara. Pengakuan jujur dari berbagai saksi mata/pelaku memperlihatkan kebenaran terhadap pemaksaan dan pengusiran itu. Para anggota TNI maupun polisi asal Timtim, Pejuang Sipil Integrasi/PPI dan anggota PNS asal Timtim mengalami langsung pemaksaan dari pihak bersenjata supaya keluar dari Timtim. Cancio Lopes de Carvalho, Komandan PPI Sektor C mengaku dengan sangat jujur tentang perilaku TNI terhadap mereka. “Kami terpaksa harus berangkat dari sana karena jika tidak kami dibilang berkepala dua. Dari pada dibilang berkepala dua dan tentu itu beresiko tinggi maka kami pun turut keluar dari sana”. (Pengakuan Cancio Lopes de Carvalho di depan forum diskusi terbatas tentang masalah pengungsi di NTT yang diselenggarakan oleh Tabloi SAKSI di Hotel Cendana, 24 Oktober 2000. Dalam suatu kesempatan lain di Kupang,28 Mei 2001, Cancio pun mengaku jujur bahwa kebijakan mengeluarkan warga dari wilayah Timtim pasca pengumuman jajak pendapat sesungguhnya atas usulannya. Alasan Cancio ialah untuk menghindari pertumpahan darah yang besar lagi di Timtim jika kubu pro Indonesia tetap berada di sana. Karenanya Cancio melihat pengungsian itu hanya bersifat sementara. Suatu ketika mereka akan kembali lagi ke Timtim)
HARI-HARI PENGUNGSIAN
Gelombang
pengungsi bergerak dari Timor Timur menuju Timor Barat, mulai terjadi pada awal
Pebruari 2000. Pengungsian tahap awal ini terjadi pada hari-hari setelah
pengumuman opsi kedua pemerintah Republik Indonesia tentang status penanganan
masalah Timtim. Warga Timtim sekitar wilayah perbatasan Bobonaro dengan
Kabupaten Belu meninggalkan kampung halaman mereka dan mengungsi ke kawasan
perbatasan yang meliputi Motain, Silawan dan Atapupu. Lalu pada wilayah
perbatasan Suai dan Belu Selatan, para pengungsi bergerak menuju daerah sekitar
Kecamatan Kobalima yang meliputi Alas Utara, Tengah dan Selatan, Metamauk,
Raihenek, Namfalus dan Vemase. Umumnya pengungsi yang mayoritas adalah petani
tersebut meninggalkan kampung halaman secara spontan. (Pos Kupang, 2/9/1999). Jumlah pengungsi tahap awal ini menurut data
dari Pemda Kabupaten Belu, 28 April 1999 mencapai 1255 KK atau 5705 jiwa yang
menyebar di 11 kecamatan. Kebanyakan dari mereka tinggal di rumah
penduduk/keluarga, barak sementara dan gedung sekolah.
Lalu setelah
Jajak Pendapat 30 Agustus 1999, arus pengungsian mulai berlangsung 1 September
1999. Pada tanggal ini terdapat 100 KK warga Bobonaro, yang kebanyakan adalah
anggota TNI dan WANRA, bergerak menuju kantor Kodim 1636, Koramil Kota dan
wilayah sekitar GOR Bobonaro.
Kemudian pada tanggal 2 September 1999 ada 1218 jiwa berangkat menuju Sulawesi
dengan KM Awu. Kemudian sebanyak 800 jiwa lainnya menumpang KM Dobonsolo
berangkat menuju Surabaya. Selanjutnya terdapat 547 KK atau 1.913 jiwa masuk ke
wilayah TTU.
Pada tanggal 3 September 1999, sebanyak 258 KK atau 787 jiwa lagi masuk
Kefamenanu, Napan dan Wini dari Ambeno. (Pos Kupang,3/9/1999).
Gelombang
pengungsian yang besar untuk pertama kalinya terjadi pada tgl. 4 - 5 September
1999. Pada hari pertama pengumuman hasil Jajak Pendapat itu terdapat 5000 orang
menyeberang ke Belu dan 15,000 orang lain bergerak menuju MAPOLDA Timor Timur,
yang kemudian diberangkatkan menuju Kupang bersama warga Timor-Timur lain pada
tanggal 6 September 1999. Total pengungsi yang meninggalkan Timtim pada 6
September 1999 mencapai 25.557 jiwa. (Pos Kupang,3/9/1999)
Menurut
pengakuan para pengungsi, pengungsian besar-besaran terjadi dari Dili karena
sejak tanggal 4 September 1999 terjadi operasi penculikan, pembunuhan dan
pembumihangusan Kota Dili yang berbias pula pada penyerangan terhadap istana
Keuskupan Dili di Lacidere yang menewaskan sekitar 30 orang. Dalam situasi yang demikian panik dan
mencekam kebanyakan masyarakat berusaha menyelamatkan diri dengan mencari
kendaraan apa saja supaya bisa secepatnya meninggalkan kota Dili. Kekhaosan
situasi Timtim hari-hari pasca pengumuman hasil jajak pendapat memungkinkan
banyak warga pro otonomi bergerak ke luar Timtim melalui berbagai jalan baik
darat, laut maupun udara.
Arus pengungsi
yang besar terjadi pula pada tanggal 19 September 1999. Kali ini warga di
sektor Timur Timtim diberangkatkan melalui pelabuhan laut Lospalos-Lautem dan
Bandara Baucau. Dari Baucau hari yang sama langsung tiba di Kupang. Sedangkan
dari Lospalos baru tiba di Kupang pada tanggal 21/9/1999 melalui jalur laut.
Pengungsi yang tiba pada tanggal 20-21 September 1999 selanjutnya menyebar di
Kupang dan Soe – Timor Tengah Selatan. (Pos Kupang,3/9/1999).
Di samping dalam
jumlah besar berlangsung pula pengungsian dalam jumlah kecil baik secara
kelompok maupun pribadi melalui berbagai jalan menuju kawasan NTT. Data dari
Satkorlak PB I NTT, untuk wilayah NTT hingga 24/9/1999, pukul 20.00 wita jumlah
pengungsi Timtim tercatat mencapai 44.110 KK atau 229.217 jiwa. Jumlah ini
menyebar di seluruh kabupaten di NTT seperti Kodya Kupang (3.7511 KK atau
23.471 jiwa), Kabupaten Kupang (7.733 KK atau 44.983 jiwa), TTS (582 KK atau
2.806 jiwa), TTU (6.835 KK atau 23.471 jiwa), Belu (23.942 KK atau 122.324
jiwa), Alor (659 KK atau 2.492 jiwa), Flotim (16 KK atau 960 jiwa), Sikka (101
KK atau 590 jiwa), Manggarai (97 KK atau 209 jiwa), Ngada (49 KK atau 170
jiwa), dan Ende (327 KK atau 1394 jiwa). (Pos Kupang,25 September
1999).
Gelombang
pergerakan pengungsi diperlancar oleh sarana-sarana yang disiapkan oleh
Departemen Perhubungan. Sejak tanggal 30 Agustus 1999 telah tersedia 12 armada kapal, 5
pesawat, 12 bus DAMRI. Armada angkutan laut atau fery penyeberangan sebanyak 6
buah (KMP Ile Mandiri, KMP Ile Ape, KMP Kambaniru, KMP Rokatenda, KMP Mutis,
dan KMP Ineria) yang beroperasi di NTT seluruhnya dikerahkan untuk mengangkut
para pengungsi. (Pos Kupang,24 September
1999).
Sarana itu ditambah dengan kapal LST (KRI Teluk Mandar dan KRI Multatuli) dan Hercules dari TNI AL dan TNI AU. (Pos Kupang,6-9 September 1999). Para pengungsi ini diangkut melalui pelabuhan laut Dili dan Bandara Comoro Dili, Bandara Baucau, Pelabuhan Laut Baucau, Pelabuhan Laut Betanu Same Manufahi, Pelabuhan Laut Beasu Viqueque dan Pelabuhan Laut Com Lautem.
GOLONGAN DAN WILAYAH PENYEBARAN
Pengungsi Timtim yang meninggalkan
wilayah Propinsi ke-27 dari NKRI terbagi dalam dua golongan, yakni
pendatang/perantau (imigran) dan tuan tanah atau masyarakat asli (indigenious).
Golongan pendatang meskipun pada umumnya kembali ke tanah air masing-masing
tapi sebagian bertahan di kamp-kamp penampungan. Sedangkan golongan tuan tanah selain mendiami
berbagai lokasi penampungan Timor Barat yang tersedia, juga menyebar di
berbagai daerah di Indonesia.
Berdasarkan arah pergerakan terindikasi jumlah terbesar konsentrasi pengungsi berada di kawasan Timor Barat. Selain itu dalam jumlah relatif kecil terdapat di berbagai wilayah lain di NTT maupun di luarnya. Pengungsian di wilayah NTT selain Pulau Timor juga di Pulau Flores yang meliputi Flotim, Sikka, Ende, Ngada, dan Manggarai. Lalu di Lembata, Alor, dan Pulau Rote. Sedangkan pengungsi yang menyebar di luar NTT mencakup wilayah Sulawesi Selatan, Kalimantan, Bali, dan Jawa. Bahkan tidak ketinggalan para pengungsi menyelamatkan diri ke luar negeri seperti ke Australia, Portugal dan Macao.
Data Pengungsi Non Pribumi Timor Timur di Indonesia per Februari 2000
NO |
ASALA DAERAH |
JUMLAH JIWA |
1 |
Bali |
3.508 |
2 |
Jawa |
6.829 |
3 |
Sumatera |
1.554 |
4 |
Kalimantan |
342 |
5 |
Sulawesi |
5.659 |
6 |
Nusa
Tenggara Barat |
2.081 |
7 |
Nusa
Tenggara Timur |
5.308 |
8 |
Maluku |
584 |
9 |
Irian Jaya |
794 |
|
JUMLAH |
26.659 |
Di kawasan Timor Barat para pengungsi tersebar di Kabupaten Belu, TTU, TTS, Kupang, dan Kodya Kupang. Di Kabupaten Belu penyebaran pengungsi meliputi hampir seluruh kecamatan. Di Kecamatan Kota Atambua tersebar di seputaran kota, Haliwen, Tulamalae, Umanen, Tenokik, Lidak, Fatukbot, Motabuik, dan Fatubenao. Lalu pengungsi di Kecamatan Tasifeto Barat mencakup wilayah Kimbana, Tukuneno, Lolowa, Naekasa, Fatubaa, Kilo Sepuluh, Nenuk dan Naresa. Sedangkan pengungsi di Kecamatan Pembantu Tasifeto Barat menyebar di Kenebibi, Dualaus, Jenilu, Leosama, Fatuketi, dan Nanaenie. Di Kecamatan Tasifeto Timur pengungsi berada di Wedomu, Motaain, Silawan, Salore, Atapupu, Sadi, Boroluli, Raikata, Pasir Putih, Tulakadi, Lakafean, Dafala, dan Umaklaran. Selanjutnya di Kecamatan Pembantu Tasifeto Timur penyebaran pengungsi mencakup Haekesak yakni di Desa Tohe, Manumutin, Asumanu dan Raifatus (Jumlah pengungsi di empat desa mencapai 24.035 jiwa (Pos Kupang,5 Nopember 1999). Warga pengungsi tersebut berasal dari Desa Saburai dan Desa Memo Bobonaro. Mereka mengungsi hanya dengan berjalan kaki karena berada di kawasan perbatasan), Turiscay, Builalu, Aituan, Makir, Lamksanulu, Fatulotu, Lakanmau, Dualasi Raiulun, Kewar, Leowalu, Dirun, Duarato, Nualain, Loonuna, Henes, dan Lakmaras. Di Kecamatan Malaka Timur pengungsi mendiami Boas, Sukabitetek, Lebur, Seon, Numponi, dan Sulip. Tak ketinggalan pengungsi pun mendiami Manulea di Kecamatan Pembantu Malaka Tengah. Di Malaka Barat pengungsi pun bermukim mula-mula di Angkaes. Lalu dari tempat ini karena bencana banjir Kali Benanain, pengungsi berpindah ke wilayah Betun Kota, Webua di Kobalima dan Numponi di Malaka Timur. Selain itu pengungsi berada di Umatoos, Maktihan, Umalor dan Fafoe. Sementara pengungsi di Kecamatan Kobalima menyebar di Raihenek, Fatusakar (Alas Utara), Kota Biru (Debuklekot), Metamauk (Alas Selatan), Kota Bot (Alas), Uarau (Babulu), Raimea (Babulu Selatan) Vemasa (Litamali), Namfalus (Rainame), Kada (Lakekun), Solo, Dan Webua (Lakekun Barat). Lalu Kecamatan Malaka Tengah meliputi Betun Kota, Kamnasa, Kletek dan Bolan. Umumnya pengungsi di kabupaten Belu berasal dari Kovalima-Suai dan Ainaro untuk wilayah Selatan, lalu dari Bobonaro, Balibo, Atabae, Loes, Liquisa, Dili, dan Ermera di wilayah Utara.
Di
Kabupaten Timor Tengah Utara pengungsi menyebar ke berbagai tempat meliputi
Kota Kefamenanu, Napan, Nian, Sainoni, Oelneke, Oeolo, Batnes, Tubuh,
Haumeniana, Nilulat, Oetulu, Inbate, dan Nainaban. Lalu ada di Insana, Kiupasa
dan Maubesi. Kemudian di Fatuha, Loel, kawasan perbatasan di Paroki Manamas
seperti Benus, Nelu, Oesu, Bakitolas, Sunbaki, Sunsea, Fatumtasa dan Wini.
Terdapat pula di Maunsasi, Eban, Oelbinose, Naikake, Aplal, Oenaek, Naben, dan
Oepoli. Pengungsi di wilayah TTU umumnya
berasal dari Kabupaten Ambeno dan Maubara-Liquica.
Sedangkan
di wilayah Kabupaten Timor Tengah Selatan lokasi pengungsi berada di Kapan,
kawasan Stadion Kobelete, Kesetnana, Halaman Sekolah Pertanian, Terminal Lama,
Terminal Haumeni, SMP Negeri 3, Kantor Koramil, Kodim, Arah ke Bua’t, Sebelah
Fatumnasi, dan di Bijeli. Rata-rata pengungsi di wilayah Kabupaten Timor Tengah
Selatan berasal dari Same Kabupaten Manufahi dan Baucau.
Pengungsi
di wilayah Kota Madya Kupang terkonsentrasi di GOR Oepoi, Gedung KONI NTT,
Gedung Kesenian, dan Kantor Golkar, (GOR Oepoi, Gedung KONI NTT, Gedung Kesenian, dan
Kantor Golkar merupakan konsentrasi pengungsi terbesar. Ketiga lokasi ini
berada dialam satu kawasan di Bilangan Oepoi Kupang). Selanjutnya di Paroki Katedral
Kristus Raja, Paroki Santo Yosef Naikoten, Paroki Santa Maria Asumpta, Paroki Santa
Familia Sikumana, Paroki Santo Yosef Penfui, Centrum Mahasiswa, Bakunase, Jl.
Pisang, Jl. Nangka, Kelapa Lima dan Kompleks Bhayangkara di Jl. Nangka. Selain
itu saat-saat awal pengungsi pun menyebar di rumah-rumah keluarga, hotel-hotel,
Panti Hitbiah (karyawan Depsos Timtim), Balai Transmigrasi (dihuni oleh para
transmigran dari Raimea-Kovalima) dan berbagai kantor pemerintahan. Secara umum
para pengungsi di Kodya Kupang berasal dari Dili.
Di Kabupaten
Kupang penyebaran para pengungsi mencakup tiga lokasi besar seperti Noelbaki
(5.465 jiwa), Tuapukan (20.171 jiwa) dan Naibonat (4.336 jiwa) dan juga di
beberapa tempat lain seperti Kupang Timur (6.838 jiwa), Sulamu (1.449 jiwa),
Amfoang Utara (688 jiwa), Amarasi (812 jiwa), Kupang Barat (189 jiwa), Fatuleu
(264 jiwa), Lobalain (55 jiwa), Rote Tengah (4 jiwa), Takari (49 jiwa), Kupang
Tengah (139 jiwa), dan Semau (7 jiwa). (Data dari Kepala Markas Wilayah Pertahanan Sipil
Kabupaten Kupang, Drs. M.D. Welkis dalam Pos Kupang, 31 Maret 2000). Pengungsi
di Noelbaki menempati dua kamp yakni di eks Pabrik Kulit dan kawasan Terminal
Noelbaki (sekitar 15 km dari arah Kupang tujuan Atambua). Jumlah pengungsi di
eks Pabrik Kulit mencapai angka tertinggi pada tanggal 27 September 1999 yaitu
sebanyak 559 jiwa yang terdiri dari 275 pria dan 284 perempuan. (pendataan
sendiri oleh team investigasi) Lalu secara umum para pengungsi di Noelbaki
berasal dari Dili (Umumnya dari Dili adalah masyarakat biasa dan juga
warga luar Timtim serta keluarga anggota Pejuang Sipil Integrasi Aitarak), Same
–Manufahi, Viqueque, Manatutu, dan Lospalos.
Lalu
para pengungsi yang menempati Kamp Tuapukan (sekitar 30 km dari arah Kupang
tujuan Atambua) berasal dari Baucau, Manatuto, Ailiu, Viqueque, dan
Lospalos-Lautem. (Di Tuapukan mayoritas pengungsi selain masyarakat
sipil biasa juga keluarga Pejuang Sipil Integrasi dan TNI asli Timtim dari
Baucau, Manatutu, Ailiu, Viqueque dan Lospalos-Lautem). Menurut
data dari Satkorlak Kabupaten Kupang, hingga pertengahan Oktober 1999, jumlah
pengungsi di kamp Tuapukan mencapai 29.000 jiwa atau 16.306 jiwa. Di Naibonat kamp
pengungsi terletak di kompleks Yonif 743 dan Kompleks Depsos.
Para
pengungsi yang menempati kamp Naibonat rata-rata berasal dari Baucau, Manatutu,
Ailiu, Lospalos dan dari Dili. (Di Naibonat mayoritas
pengungsi adalah keluarga anggota SAKA Baucau-pimpinan Joanico Cesario dan
anggota TNI asli Timtim. dari Kodim Baucau. Di samping itu ada juga pengungsi
dari Dili yang adalah keluarga anggota TNI asli Timtim).
Untuk anggota TNI asli
Timtim dan Pejuang Sipil Integrasi dari berbagai wilayah dipaksa tinggalkan
Timtim dengan janji akan mendapatkan rumah di Timor Barat. Sampai di Timor
Barat tinggal menerima kuci tapi nyatanya bohong belaka. Sampai di lokasi ada
yang mendapat barak penampungan dengan ukuran 2x3 m ada yang berjuang sendiri
membuat pemondokan dari terpal serta bahan lokal seperti batang dan daun gewang.
Data konsentrasi Pengungsi di NTT berdasarkan Daerah Asal
NO |
DAERAH ASAL
PENGUNGSI |
DAERAH
KONSENTRASI MAYORITAS |
1 |
BAUCAU |
1.
Soe; Umumnya Team Sera 2. Sulamu, Umumnya Pengungsi Dari Daerah Vemase Dan
Venelale 3. Naibonat, Umumnya Pengungsi Dari Bogia, Baucau
Kota, Kilikai dan Venelale. Rata-Rata Adalah Anggota Team Saka Dan Keluarga. 4.
Tuapukan; Umumnya Anggota Team Saka Dan Keluarga. |
2 |
MANATUTO |
Jumlah
Pengungsi Manatutu Terbesar Berasal Dari Laklubar. Selain Itu Disusul Dari
Manatutu Kota, Natarbora, Laklo, Soibada, Dan Laleia. Titik Konsentrasi
Terletak antara lain: 1.
Belu: Haekesak, Turiscai, Tulamalae, Lamaknen,
Fatubot, Fatubenao, Seskoe, Motabuik 2.
Kupang: Kupang Kota, Noelbaki, Tuapukan Dan
Naibonat. |
3 |
SUAI-KOVALIMA |
Para pengungsi
dari Kovalima Umumnya Berasal Dari Zumalai, Suai Kota, Maucatar, Fohorem,
Tilomar, Fatumean dan Fatululik. Mereka Mengungsi Di Daerah Betun-Belu
Selatan seperti: Wemalay (Dari Zumalai) Labaraen (Suai), Kamanasa (Suai),
Sulip (Suai), Solo (Suai), Kada (Raimea), Welaus (Raimea), Maktihan (Suai),
Vemasa (Suai), Nularan (Suai), Raihenek (Suai), Namfalus (Zumalai),
Metamauk/Alas Selatan (Salele, Fatumean, Suai), Alas Tengah Dan Alas Utara
(Fatumean), dan Kletek (Suai). Lalu Di Boas, Lebur, Halilulik, dan
Sukabitetek. Sedangkan Pengungsi Dari Fatumean Berdiam Sementara di Laktutus
(Daerah Dekat Halilulik), Wedomu Dan Lamaknen. |
4 |
ERMERA |
Daerah asal pengungsi
dari Ermera Kota, Hatolia, Railaco, Atsabe Dan Latefoho. Pengungsi Ermera
Umumnya Berada di Atambua Seperti Lolowa, Tenukik, Tenubot, Tulamalae,
Fatubenao. Lalu Di Kimbana, Halikelen, Naresa. |
5 |
AMBENO |
Daerah asal pengungsi
dari Passabe, Pante Makasar A & B, Nitibe, Oesilo, Padhiae dan Pasab.
Umumnya Mereka berada di Kiupukan, Kiupasa, Maubesi, Fatuha, Loel, Paroki
Manamas (Benus, Nelu, Oesu, Bakitolas, Subaki, Sunsea, Liatofi, Oeliit, Wini,
Napan, Nain, Nian, Sainoni, Oelneke, Oeolo, Batnes, Tubuh, Haumeniana,
Oetulu, Nilulat, Maunsasi, Eban, Naben, Oelbinose, Naikake, Oenaek, Susulaku
(restlement/kamp), Obkin, Oelbinose (resetlement), Ponu (translok), Aplal,
Oepoli, Kefamenanu Kota. |
6 |
AINARO |
Daerah asal pengungsi
Ainaro Meliputi Ainaro Kota, Casa, Maubessi, Hato-Udo, Dan Hato-Builicco.
Umumnya Mereka Berada Di Betun Meliputi kawasan Bakateu (Casa), Tubaki, Webua
(Casa), Sulip, Koloweuk (Maubessi), Numpeni, Morukren (Casa &
Baikala-Hatoudo), Naikasa, Kletek, Lebur, Kimbana dan Tenukik (Atambua) |
7 |
MALIANA-BOBONARO |
Daerah asal pengungsi
Mencakup Maliana Kota, Balibo, Bobonaro, Atabae, Cailaco, dan Lolotoe.
Umumnya Mereka Berada Di Wilayah Belu Utara Seperti Toro, Haliwen, Silawan,
Motaain, Lahurus (Balibo), Weluli (Balibo) Dan Haekesak (Balibo) |
8 |
LIQUICA |
Daerah asal
pengungsi meliputi Maubara, Bazartete, dan Liquica. Umumnya Mereka berada di
Wilayah Belu Utara Seperti Motaain, Haliwen, Atapupu, Raikata, Kolam Susu,
Fatumetan, Lakafean (Mubara) dan Kilo 2 Atambua. Sekitar 100 KK Berada Di
Wini-TTU. |
9 |
MANUFAHI-SAME |
Daerah asal meliputi
Same Kota, Alas, Turiscai Dan Fatuberliu. Lokasi Konsentrasi Mencakup
Noelbaki, Sulamu dan Poto. Lalu di Soe-TTS (Stadion Kobelete, Kodim, Kesetnana),
Lebur Sukabitetek di Belu Utara serta di Belu Selatan/Kobalima yakni Metamauk
dan Kotabiru. Di TTU dalam jumlah yang
kecil berada di Obkin (resetlement), Susulaku (resetlement), Ponu (translok) |
10 |
VIQUEQUE |
Daerah asal
meliputi Viqueque Kota, Lacluta, Ossu, Uatulari, Uatucarbau. Umumnya mereka
berada di Noelbaki, Tuapukan dan Naibonat. Di TTU terletak di Susulaku
(resetlement), Wini, Ponu (Translok). |
11 |
AILIU |
Daerah asal
meliputi Remexio, Laulara, Lequidoe dan Ailiu Kota. Umumnya mereka berada di
Tuapukan, Naibonat, Tulakaboak dan di Kota Kupang. Di Belu terkonsentrasi di
Lebur, Sukabitetek, Kimbana dan Atambua. Beberapa berada di Kefa dan Soe
(para anggota TNI/PNS) |
12 |
LAUTEM |
Daerah Asal
Meliputi Lautem: Muru, Maina I, Com, Pedoro, Seralau, Laikara, Maina II dan
Parlamento. Lospalos: Lospalos Kota, Suoro Besar, Home, Leuro, Kakaven,
Maupetine, Rasa, dan Fuiloro. Luro: Lakawa, Iliomar dan Tutuala: Poros.
Umumnya Mereka Berada Di Noelbaki, Tuapukan dan Naibonat. Beberapa Lainnya
Menyebar Di Kota Kupang. |
13 |
DILI |
Daerah asal pengungsi
meliputi Dili Timur, Dili Barat, Metinaro dan Atauro. Pengungsi dari Dili umumnya
menyebar di wilayah Kupang, Atambua serta Maumere, Alor dan sejumlah daerah lainnya |
Hingga tahun 2001 jumlah barak pengungsi di NTT yang meliputi Timor Barat dan luar Timor Barat mencapai 174 titik dengan komposisi:
KABUPATEN |
BARAK |
KUPANG |
10 |
TIMOR TENGAH SELATAN |
28 |
TIMOR TENGAH UTARA |
12 |
BELU |
122 |
ALOR |
1 |
SIKKA |
1 |
JUMLAH |
174 |
KISAH PENGUNGSIAN
Pengalaman unik, menyakitkan dan
traumatis yang dialami setiap pribadi mengisyaratkan betapa perjuangan
mempertahankan nyawa memang bukan hal gampang. Tampilan kisah ini
memperlihatkan testimoni masing-masing pribadi pengungsi.
Domingus Gusmao (L.32) Ayah dari 5 anak berasal dari Viqueque. Mengungsi di Noelbaki (5/10/1999). “Meskipun pihak pro kemerdekaan menang kami tetap melakukan konsolidasi untuk mempertahankan tanah air kami terlebih wilayah Timtim bagian Barat. Wilayah Barat akan tetap dengan Indonesia. Apalagi hingga saat ini TNI bisik personil maupun fasilitas persenjataan. Persenjataan kami sampai saat ini masih memadai. Untuk memperkuat pasukan kami telah merekrut 5000 pemuda di Atambua dan Kupang. Kami akan menggagalkan kemerdekaan mereka. Kemungkinan Desember 1999 kami akan memggempur kembali wilayah Timtim”.
Gladius Soares (L.29). Ayah dari 2 anak. Seorang pengawas proyek. Berasal dari Viqueque.Mengungsi di Tuapukan. (20/10/1999). “Kesan saya pengungsi ke sini karena dipaksakan oleh para Pejuang Sipil Integrasi dan TNI dengan melakukan intimidasi, penjarahan, pembunuhan dan pembakaran rumah-rumah”.
Julio Saramento Parera (L. 28), anggota PPI dari Team 59 Viqueque. Berasal dari Viqueque. (20/10/1999). “Berangkat dari Dili 18/9/1999 dan tiba di Kupang 19/9/1999. Datang bersama rombongan TNI Kodim 1630 Viqueque”
Bernadino Soares (L.46). Anggota TNI berpangkat pratu. Tugas terakhir di Koramil Beloi. Memilki 5 pengikut yang terdiri dari 2 anak kandung dari istri ketiga, seorang anak dari istri kedua, keponakan dan anak angkat. Sementara mengungsi di Tuapukan. Berasal dari Desa Umatolu, Kecamatan Dilor Kabupaten Viqueque. (28/4/2000). “Meninggalkan Beloi 15/9/1999 menuju Beasu. Lalu 18/9/1999 meninggalkan Beasu menuju Kupang dengan Kapal laut. Tiba di Kupang 20/9/1999. Sehari di pelabuhan Teno, baru pada 21/9/1999 menuju Tuapukan. Mengungsi karena dipaksa oleh anggota TNI asal Osu yang sedang bersiap menuju Beasu. Ada 6 anggota TNI datang memaksa saya. Keenam anggota TNI itu dipimpin oleh Dominggus da Costa. Kepada istri saya Dominggus mengatakan, “Kami orang Osu sudah siap untuk berangkat. Barang-barang sudah keluar semua dari rumah tapi kamu di sini belum?”
Candita Xiquira (P.20). Warga RT.3 RW.1 Desa Beloi Viqueque Paroki St. Maria Goreti Viqueque. “Berangkat dari Viqueque 20/9/1999 dengan Kapal TNI Angkatan Laut dan tiba 22/9/1999 di Tenau Kupang. Menginap semalam lalu 23/9/1999 menuju Tuapukan. Kami mengungsi karena dipaksa oleh PPI. Katanya kalau tidak mau akan dibunuh oleh Falintil”.
Marselinus Pando, Anggota Makikit. Berasal dari Kecamatan Dilor Viqueque.Mengungsi di Tuapukan (29/10/1999). “Ke Kupang menggunakan Kapal TNI Angkatan Laut langsung dari Viqueque. Lama perjalanan dua hari dua malam”
Faustina da Silva Ximenes. Berasal dari Viqueque. Mengungsi di Tuapukan (24/10/1999). “Kami mengungsi dipaksa tidak boleh membawa barang karena menurut mereka akan ada banyak bantuan di Kupang. Semua barang dimusnahkan di Pelabuhan Dili”.
Angelina de Jesus (P.30). Pekerjaan petani. Berasal dari RT.5 RW.1 Kamp. Trisula Lospalos. Mengungsi di Tuapukan, bersama anak dan adik sepupu. “Kami diperintahkan untuk mengungsi ke base camp atau markas tentara PTT 621 Lospalos. Jarak kampung Trisula dan base camp PTT 621 sekitar 5 km. kami berada di base camp selama 12 hari. Pada 15/9/1999 kami meninggalkan base camp menuju pelabuhan Com. Baru tanggal 19/9/1999 dengan kapal laut menuju Kupang. Tanggal 21/9/1999 tiba di Kupang dan langsung ke Tuapukan”.
Julite Soares (P. 35). Ibu rumah tangga. Berasal dari Desa Maina I Lospalos. Mengungsi di Tuapukan (27/10/1999). “Datang dari Lospalos 18/9/1999 dengan kapal laut dan tiba di Kupang 19/9/1999. Mengungsi karena dipaksa Team Alfa”.
Markus
Lopez (L. 67). Pengikut
3 orang. Berasal dari Lospalos. Istri telah meninggal. “Dari Timtim 19/9/1999
dan tiba 20/9/1999 di Kupang”.
Mario da Silva. Sekretaris Desa Luro-Lospalos. Mengungsi di Tuapukan. “Datang mengungsi bersama warga Luro pro integrasi. Masyarakat diangkut dari kampung masing-masing menuju pelabuhan Com. UNAMET bekerja sangat sepihak, tidak netral. Seluruh proses jajak pendapat hanya melibatkan orang CNRT. Saat jajak pendapat orang tua yang tidak tahu tanda gambar, yang disuruh bantu tusuk hanya orang CNRT. Hal itu tentu saja pilih pilihan kedua. Di Desa Luro CNRT tidak berkampanye. Para pemuda menghadang jalan masuk bagi mereka”.
Martina Marlin. Istri dari personil TNI di Kodim Lospalos. Mengungsi di Tuapukan. “Dari Lospalos 14/9/1999 dan tiba di Kupang 16/9/1999. Rumah dan barang-barang sudah terbakar semuanya”.
Americo da Costa (L.31). Perawat kesehatan di Puskesmas Lospalos. Istri : Regina do Santos (P.28), dari Tanah Putih Fuiloru-Lospalos. Memiliki 5 orang anak. Jumlah pengikut termasuk anak kandung 11 orang. Mengungsi di Jl. Pelita Oesapa. Tinggal bersama kenalan orang Rote. (27/11/1999). “Dari Lospalos 20/9/1999 melalui jalan darat dan tiba di Naibonat 23/9/1999. Dari Lospalos bersama rombongan lain menggunakan kendaraan militer. Hanya tiga hari berada di Naibonat. Selanjutnya ke Oesapa. Rombongan militer bersama kami merupakan yang terakhir. Kompi 745 merupakan wakil Tentara Indonesia yang menyerahkan kekuasaan kepada Interfet setelah tiba di Dili”.
Victor da Costa. Anggota TNI di Koramil 01 Lospalos. Pangkat Praka. Berasal dari Fuiloru-Lospalos. “Tinggalkan Lospalos 9/9/1999. Tiba di Tuapukan 21/9/1999. Ketika mengungsi membawa serta peluru 70 butir dan telah diserahkan kepada Posko Kodim Lospalos di Tuapukan”.
Yustinus Sezas (L.55) dan Philipus Sezas (L.52). Keduanya pensiunan TNI. Anggota TNI 1990-1997. Berasal dari Kecamatan Iliomar Lautem. Mengungsi di Tuapukan. (27/1/2000). “Berangkat dari Iliomar 7/9/1999 menuju pelabuhan Lautem. Dari Lautem 19/9/1999 dengan KRI 035 dan tiba di Kupang 21/9/1999”.
Thomas Cardoso. Anggota TNI Kodim Baucau.Mengungsi di Tuapukan. (14/10/1999). “Datang dari Baucau menuju Dili. Dari Dili 7/9/1999 menggunakan mobil tentara menuju Tuapukan”.
Ana Maria de Concecao. Ibu Rumah Tangga. Berasal dari Baucau. Mengungsi di Tuapukan. (16/10/1999). “Tinggalkan Timtim 8/9/1999. Baru sampai Tuapukan melewati jalan darat menggunakan mobil truk tentara. Kami mengungsi karena takut dibunuh”.
Paula Soares (P.28). Ibu Rumah Tangga. Berasal dari Baucau. Mengungsi di Tuapukan. (22/10/1999). “Kami mengungsi karena mendapat ancaman dari tentara. Katanya kalau tidak mengungsi rumah kami akan dibakar dan kami sendiri dibunuh”.
Thomas da Costa (L.25). Kepala keluarga. Masyarakat biasa/petani. Berasal dari RT. 2 RW. 1 Kailara, Desa Bahu, Kecamatan Baucau Kota. Mengungsi di Naibonat di asrama milik Departemen Sosial. Bersama dua saudaranya yakni Juan Ramos (L.26) dan Dominggus da Costa (L.32). “Dari Baucau 19/9/1999 dan tiba di Kupang 21/9/1999 melalui jalan darat menggunakan mobil kijang bersama pengungsi lainnya. Kami tinggalkan Baucau karena dipaksa oleh seorang anggota TNI yaitu Serka Antonio Munis yang berasal dari Manatuto tapi bertugas di Kodim Baucau. Selama mengungsi kami hanya sekali menerima beras 20 kg dari BMP. Selebihnya bantuan diperoleh dari Depsos”.
Basilio Amaral (L.25)-Anggota Saka Baucau. Mengungsi di Tuapukan. Meninggalkan Baucau 13/9/1999 menuju Kupang dengan kapal Angkatan Laut.
Mateus de Conceicao-Anggota Saka. Mengungsi di Tuapukan. Berasal dari Desa Bougia, Kilikai-Baucau. ‘Kami diperintah oleh Komandan Joanico Cesario Belo untuk mengungsi ke sini.”
Felisiano Andrike (L.27)-Anggota Saka Baucau. Mengungsi di Tuapukan. Tinggalkan Baucau 18/9/1999. Dari Baucau jalan darat menuju Atambua. Dari Atambua menuju Tuapukan.
Filemon Freitas-Anggota TNI asal Manatuto. Mengungsi di Tuapukan. “Mengungsi karena diperintah untuk mundur dari medan.”
Pedro Soares-Anggota PPI. Asli
Manufahi tinggal di Dili
Istri: Theresia Manu asal dari Betun. Mengungsi di Pabrik Kulit Noelbaki. Tanggal 4/9/1999 mengungsi ke Polda Timtim. Lalu 14/9/1999 mengungsi ke Kupang via jalan darat. I9stri dan anak lebih dahulu ke Kupangdengan kapal laut 5/9/1999.
Alfato Magno (L41) anggota TNI pangkat sersan dan Anjelina Margues (P. 40)- PNS TNI. Keduanya suami-isteri. Berasal dari Dili. Satu bulan mengungsi di Atambua sejak September tapi karena situasi selalu mengancam pindah ke Kupang. Di Kupang diselamatkan oleh Relawan Flores untuk Kemanusiaan. Di Atambua tinggal dirumah kontrakan. Pimpinan saya bernama Soemino asal Jawa berniat membunuh saya. Informasi ini saya terima dari sopir pribadinya yang sangat dekat dengan saya. Mendengar berita ini saya putuskan ke Kupang.
Lena Maya Soares (P.30). Suami sudah lama meninggal. Suami berasal dari Ndona-Ende. Mengungsi di Pabrik Kulit Noelbaki. Berasal dari Desa Kaikoli Dili Barat.” Kami mengungsi dipaksa BMP. Mereka menyuruh kami segera berangkat supaya mereka hancurkan Kota Dili. Kami ini dari kubu otonomi. Sudah lama kami diteroro kelompok kemerdekaan.”
Pius Pati. Berada Timtim sejak tahun 1975. Tinggal di Comoro Dili. Bekerja sebagai tukang pada sebuah CV. Mengungsi di Pabrik Kulit. Berasal dari Roga Mbewo Kecamatan Ndona Ende Flores. “Saya bersama keluarga meninggalkan Dili 5/9/1999 dan tiba di Kupang 6/9/1999 dengan Kapal Laut TNI Angkatan Laut.”
Lucio do Rego Martins (L.37). Anggota PNS Kodim 1635 Suai. Mengungsi di Betun. Berasal dari Kamenasa-Suai-Kovalima. Mengungsi ke Betun 8/9/1999. “Kami mengungsi Karena mendapat perintah langsung dari pimpinan TNI.”
Mariano-Babinsa-anggota Kodim Ailiu. Berasal dari Ailiu.” UNAMET curang dalam pelaksanaan jajak pendapat kemengan pihak pro kemerdekaan peran gereja. Masyarakat lebih percaya pada Pastor dan Suster. Kami mengungsi karena perintah atasan. Karena itu baru kembali jika atasan menghendaki.”
Joce Varia (L.20). Ayah : Thomas Varia (L.48). Pekerjaan ayah: anggota TNI di Kodim 1632 Ailiu. Mengungsi di Tuapukan. Berasal dari Saloi, Ailiu Kota. Meninggalkan Ailiu 23/9/1999. Satu Minggu di Atambua. Baru tiba di Kupang 1 Oktober 1999. Keadaan Ailiu cukup aman setelah jajak pendapat.
Yohanes Lutu (L.19), Tony do Santos (L.17). Mengungsi di Atambua. Lalu ke Kupang. Berasal dari Kecamatan Kota Liquica. Berasal dari Kecamatan Kota Liquica. “Tanggal 2/9/1999 sekitar 5000 anggota BMP turun dari Maubara. Ketika memasuki kota mereka melakukan tembakan membabi buta. Seluruh kota menjadi kacau balau. Karena takut masyarakat lari meninggalkan rumah masing-masing dan mencari perlndungan di Gereja Katolik Kota. Kami berdua turut dalam kelompok ini. Selama 5 hari kami berada di atas gunung. 7/9/1999 kami turun gunung dan terus ke Dili selanjutnya mengungsi ke Atambua.”
Fernando do Santos-Mahasiswa UNDANA. Kost Batas Kota Kelapa Lima. Berasal dari Desa Gugulaur, Kecamatan Maubara Liquica. Saat jajak pendapat berada di Maubara. Tinggalkan kampung halaman bersama orang tua dan keluarga semua. Orang tua sementara berada di Lakafean-Atambua.
Yohakim Bhoka, seorang tukang batu. Asal Nggela Ende. Di Timtim Tinggal di UPT SP I Bitirai Same Mengungsi di Transito Imigrasi Kupang-Bundaran PU. Tinggalkan UPT Bitirai Same 6/9/1999. Dari lokasi trans bersama keluarga, informan menuju Welaluhu-pusat Kecamatan Same. Tanggal 14/9/1999 baru meninggalkan Same menuju Kupang dengan Kapal Angkatan Laut. Tiba di Kupang 16/9/1999.
Antonio Mendonza, anggota TNI, Pangkat Kopral II. Bertugas di Kodim 1621 TTS.Tinggal di Desa Kesetnana, Kecamatan Molo Seletan, Timor Tengah Selatan. Berasal dari Kampung Manlopas, Desa Manlopas, Kec. Maubesi, Kab. Ainaro. Pada tanggal 10 September 1999, kami mengungsi. Kami berjalan kaki dari Turiskai ke Maubesi. Kami berjumlah sekitar 60 orang. Dalam perjalanan itu masyarakat pro-kemerdekaan mencaci maki kami. Kami marah dan ada di antara kami membakar sekitar 2 buah rumah di Kampung Railete (perbatasan antara Turiskai dan Maubesi). Rumah yang dibakar adalah rumah milik Fernando dan ayahnya. Mereka ini juga ikut mengungsi dan tinggal di Atambua. Namun bapanya sudah kembali ke Timor Leste.
Fransisco Soares(L)-anggota TNI. Lahir, 9 Oktober 1969 di Kampung
Fatumakerek, Desa Fatumakerek, Kecamatan Laklubar, Kabupaten Manatuto. Pada
waktu kacau balau setelah otonomi kalah, orang-orang Pro kemerdekaan mencaci
maki kami. Pasukan RTT yang ikut keluar bersama kami waktu itu marah dan
menembak Binatang-binatang yang ditemui seperti kudan dan kerbau sepanjang
perjalanan. Kami menumpang kapal laut di Betano pada tanggal 12 September 1999
dan masuk di Kupang tanggal 13 September 1999. Lalu pada tanggal 16 September
1999 kami diberangkatkan dari Kupang menuju Soe. Kami tinggal di Kesetnana, di
rumah Bapak Leo da Lopes (mantan Camat Kota Soe asal Maumere-Flores). Sekarang
kami tinggal di rumah sederhana yang dibangun sendiri. ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar