Senin, 17 Juni 2024

Tanda dan Simbol dan Pandangan tentang Tiga Dunia oleh Komunitas Budaya Lio-Ende

  Matheus Antonius Krivo-dari sejumlah sumber

A. Tanda dari Alam

Bulan menelan bintang (Wula mogo dala): pratanda akan ada kematian orang-orang terpandang, pembesar atau orang-orang yang memiliki popularitas tertentu baik masa lalu maupun saat sekarang.

 B. Tanda dari Kelompok Binatang (fauna)

  1. Ayam berkokok (Manu kako) sebelum waktunya pada malam hari: pratanda akan ada masalah/konflik/perkara atau juga akan ada kematian yang akan menimpa warga setempat. Biasanya bisa diduga kelompok warga mana dari posisi ayam berkokok. Bila dekat rumah seseorang maka sangat besar kemungkinan anggota dalam rumah akan terlibat dalam masalah atau juga akan ada yang meninggal
  2. Anjing melolong (Lako moa) pada malam hari : pratanda akan ada orang yang meninggal. Posisi anjing melolong itu sendiri pun menentukan kemungkinan akan ada warga yang meninggal atau bertalian hubungan dengan pihak warga yang berada sekitar posisi anjing melolong. Apalagi jika anjing melolong di tengah malam nan sunyi dan juga pada siang hari yang sepi.
  3. Anjing menggonggong (Lako polu). Anjing menggonggong adalah hal biasa. Tetapi akan bermakna lain pula di saat-saat tertentu seperti tiba-tiba saja anjing menggonggong ke arah tertentu padahal secara kasat mata tak ada faktor yang mempengaruhinya.  Jika demikian maka ada pratanda bahwa anjing telah melihat obyek tertentu yang sedang berniat buruk terhadap seseorang/keluarga atau sesuatu. Orang tersebut datang dalam kekuatan magicnya. 
  4. Babi berbusa di kandang atau sekitar rumah (Wawi besa/seru): pra tanda ada kehadiran magic atau roh halus yang berniat mengganggu babi tersebut atau mengganggu tuan rumah pemelihara babi.
  5. Belalang bersuara pada malam hari (Koa/Poi seru): pratanda salah seorang dalam keluarga atau juga kelurga yang bersangkutan sedang diperbincangkan orang lain.
  6. Burung Gagak bersuara (seru ule ‘a’). Burung gagak bersuara disaat tertentu secara mendadak akan membawa kabar buruk berupa kematian bagi warga setempat. Kematian itu entahkah warga setempat atau juga orang lain tetapi mayatnya mungkin sempat melintasi kawasan tersebut.
  7. Burung Hantu bersuara (Po seru) pada malam hari: pratanda akan ada masalah/konflik atau juga akan ada kematian. Pratandanya seperti ayam berkokok.
  8. Burung Hujan (Ule ae uja). Burung ini biasanya muncul dipuncak musim panas dan selalu berkeliaran di sepanjang sungai atau kali. Jika ekor burung ini ketika melintasi sungai/kali menyentuh air itu berarti memberi tanda musim hujan akan segera tiba. Karena itu para petani harus selekasnya menyiapkan lahan untuk menanam.
  9. Burung Rajawali bersuara di tengah malam (Iso noi): pratanda akan ada kematian orang-orang yang terpandang, popularitas tertentu di kawasan itu.  Pratandanya seperti bulan menelan bintang.
  10. Burung Srigunting bersuara (Sesesia besa) di dekat rumah: pratanda akan ada tamu yang datang pada hari itu. Umumnya tamu dari jauh yang telah merencanakan kunjungannya.
  11. Cecak bersuara dalam rumah pada malam hari: pratanda ada kebenaran terhadap sesuatu/hal tertentu yang sedang diperbincangkan secara serius.
  12. Suara kucing berkelahi (seru ana eo ngembo): pratanda akan ada kematian. Pratandanya sama dengan anjing melolong, ayam berkokok
  13. Tikus berkejaran sambil menjerit dalam rumah pada malam hari: pratanda akan ada kematian warga dalam rumah atau keluarga dekat dari warga dalam rumah.
  14. Ular palang jalan (Nipa mapa jala): pratanda perjalanan menuju tujuan akan terjadi sesuatu yang tidak menyenangkan. Bagi sebagian orang ketika sedang berjalan dan bertemu dengan ular yang memalang di jalan pratanda leluhur sedang mengikuti yang bersangkutan.

 C. Tanda dari Tumbuh-Tumbuhan (flora)

Bau kencur dan genoa pada malam hari (Wau seku no’o kali raga): pratanda roh halus sedang menghampiri seseorang yang mencium bau tersebut. Roh halus yang dimaksud seperti Laiho’a atau Ule re’e/ata saga boko.

D. Tanda dari Keadaan Manusia (fisik, perasaan, pengenalan)

  1. Tersedak yang terus berulang (pu’u ngai): untuk sebagian orang menandakan akan ada tamu yang datang. Tetapi sebagian orang merupakan pratanda akan ada berita kematian dari orang-orang yang memiliki hubungan baik karena keluarga tetapi juga karena berada dalam satu kawasan.
  2. Bau darah (wau ra) pratanda akan ada kematian yang tragis
  3. Bulu roman berdiri pada saat tertentu di suatu tempat tertentu (hui mbenggi): pratanda ada roh halus yang sedang menghampiri orang yang mengalaminya.
  4. Bau bangkai mayat (wau ata mata): pratanda akan ada kematian. Juga pratanda kehadiran arwah.

E. Tanda dari Dunia Roh-Roh: Nitu nangis: pra tanda orang mati

Kepercayaan tradisional akan roh-roh:

  1. Atapolo/suanggi: merupakan kekuatan black magic yang dimiliki seseorang yang sifatnya mencelakakan merusak dan mematikan. Setiap orang yang memiliki black magic disebut suanggi/atapolo. Atapolosono: seorang disembunyikan oleh atapolo. Di kampung-kampung tradisional seseorang yang meninggal atau sakit parah selalu dikaitkan dengan buatan suanggi. Untuk mengetahui biasanya orang meminta penglihatan dukun-dukun tertentu yang memiliki keahlian khusus untuk hal tersebut.
  2. Watu bo’o: roh halus yang melipatgandakan hasil; makanan, tanaman. Meskipun persediaan sedikit tapi bisa dinikmati oleh banyak orang. Biar cuma sedikit saja orang menyantap tapi cepat kenyang/puas. Fenggere’e tergolong white magic.
  3. Féngge re’e ialah roh jahat perempuan yang merupakan pencuri unggul dan menderita kleptomani. Pengaruh destruktifnya yakni menghabiskan persiapan konsumsi seperti pada lumbung padi, periuk nasi, kuali daging. Karena itu dalam memberikan sesajen roh jahat ini juga diletkan supaya manusia terhindar dari aksinya (dari Pater Sareng Orinbao, Tata Berladang Tradisional dan Pertanian Rasional Suku Bangsa Lio, hal 55-56)
  4. Ule re’e/atasaga boko: roh halus yang kerap menampakan diri/terjelma seperti manusia kepada seseorang baik pria maupun wanita, anak kecil maupun orang dewasa. Ciri-ciri Ule re’e yakni memiliki tangan kaki tapi tidak mempunyai jarah tangan/kaki. Dalam banyak kasus orang-orang yang pernah bertemu dengan roh ini selalu cepat meninggal. Biasanya roh ini ketika bertemu dengan seseorang selalu tampak dalam sikap yang ramah, pesona, luwes dan memberikan sesuatu untuk dinikmati baik berupa makanan atau juga tubuh mereka sendiri (hubungan seks). Untuk hubungan seks dia akan tampak dalam rupa pria atau wanita cantik menyerupai calon masing-masing. Jika tampak dalam wujud wanita cantik sering orang menyebutnya Du’a Hela. Menurut kepercayaan banyak orang, orang yang telah menikmati makanan dari Ule re’e masih bisa diselamatkan oleh dukun tertentu yang memiliki keahlian khusus untuk masalah tersebut yakni melakukan pemutusan hubungan. Tetapi orang yang telah melakukan hubungan seks dengan Ule re’e sukar untuk diselamatkan/melakukan pemutusan hubungan. Biasanya pada waktunya (bila Ule re’e sudah hamil) orang yang bersangkutan harus meninggal. Ciri-ciri orang yang meninggal karena bertemu dengan Ule re’ yakni seluruh tubuh menjadi kuning. Sebelum meninggal didahului dengan sakit yang berkepanjangan. Makin lama makin berat dan akhirnya meninggal. Dalam banyak kesaksian dari orang-orang tertentu ketika orang yang bersangkutan meninggal selalu ada penglihatan khusus terhadap kehadiran Ule re’e.
  5. Laiho’a: sejenis roh halus yang dicirikan oleh tubuhnya yang terdiri dari tulang belulang semata (tanpa otot/daging). Laiho’a ini sifatnya mengganggu dan merusakan manusia/binatang. Laiho’a  dalam banyak kesaksian  memiliki  peran yang sama dengan atapolo. Dia acapkali menyembunyikan orang, memalang jalan ketika orang lewat pada malam gelap. Jika Laiho’a sedang dekat dengan manusia selalu ditandai dengan bau harum jenis tumbuhan tertentu seperti genoa, kencur atau juga bau daging mentah, bau darah.
  6. Bara: roh halus yang sifatnya mencelakakan atau mematikan dengan sangat mendadak. Bara lebo (Bara melempar) adalah ungkapan yang menyatakan bahwa kekhasan roh ini yakni mencelakakan dan mematikan manusia. Bara dipandang sejenis binatang aneh tanpa ciri yang jelas[1]. Seseorang jika dilempar oleh Bara (Bara lebo) otomatis seketika itu pula meninggal. Bagi orang-orang tertentu yang tiba-tiba saja mati mendadak di tempat-tempat yang dikategorikan angker akan diyakni dilempar oleh Bara.
  7. Nitu/jin: roh halus yang memiliki kekuatan tertentu. Setiap materi memiliki nitu/jin. Batu (nitu watu), kayu/ tumbuhan, (nitu pu’u kaju), binatang (nitu ule age), kali (nitu lowo), arwah leluhur (nitu pa’i). Setiap orang yang mau menggunakan sesuatu barang harus juga tahu menyampaikan/menyapa kepada nitunya melalui sesajen atau ungkapan tertentu. Jika tidak dia akan diperdayakan oleh nitu/jin dari barang tersebut. Nitu pai yaitu pemilik rumah adat (Saõ ria tenda bewa).
  8. Mataria (mata besar) sejenis roh jahat atau suanggi besar.
  9. Longgo Mbengga: roh jahat berkelamin wanita dengan ciri fisik yakni di bagian punggung bolong. Sifatnya yakni mencuri masakan atau menghabiskan makanan perjamuan. Apa saja yang dicurinya disembunyikan di lubang belakangnya yang bolong. Perilakunya ini sangat mengonarkan suasana pesta atau kenduri tertentu. Dasar dari kerja roh jahat ini ialah iri hati jika dia belum diberi sesajen.
  10. Pontilanak: roh jahat    berkelamin perempuan. Diyakni sifat Pontianak yakni mencelakakan anak/bayi. Ketika anak/bayi sendirian Pontianak akan tampak dalam wujud ibunya. Di situ dia akan membawa pergi bayi/anak kemana saja disukai. Tentu saja jika dibawa pergi akan menghebohkan masyarakat. Sifat menghebohkan komunitas besar merupakan keinginan dari Pontianak. Ponti = mencuri. Berarti roh pencuri anak. Jika Pontianak diburu, ia akan lari membabi bvuta dan melabrak siapa saja dengan buah dadanya yang panjang. Seseorang yang kena labrakan buah dada Pontianak akan tampak memar membiru pada bagian tubuh tertentu. Kekuatan Pontianak akan dinetralkan oleh orang-orang  khusus yakni kaum ‘ata bhisa’ (dukun).

Kepercayaan akan para arwah

Orang yang telah meninggal diyakini jiwanya masih berhubungan dengan orang-orang dekatnya yang masih hidup. Karena itu kepercayaan akan kehadiran roh/jiwa arwah selalu menyatu dalam hidup setiap orang.

Orang yang meninggal mendadak bukan karena sakit atau penyakit melainkan karena kecelakaan atau karena diserang roh-roh halus seperti suanggi, bara dan Laiho’a selalu diyakni jiwanya akan senantiasa menggangu orang yang masih hidup terkhusus orang dekatnya. Gangguan tersebut akan hadir beberapa waktu sejak saat  meninggal, dikremasi, dan beberapa waktu setelah dikuburkan. Seseorang akan mengetahui  diganggu oleh arwah orang mati  ketika mencium bau mayat,  mendengar bunyi hentakan yang mengagetkan: hentakan pintu, jendela, dinding rumah, atap. Lalu mencium bau darah, daging mentah. Atau mencium bau kencur dan genoak.

Penghormatan kepada arwah para leluhur merupakan praktek yang selalu menyertai kehidupan warga dari waktu ke waktu. Komunikasi dengan para arwah dapat dilakukan melalui pemberian sesajen di kubur atau di rumah, membakar lilin atau dupa di kubur maupun di depan pintu rumah bagi yang tinggal jauh, dan bagi yang menganut Katholik mendoakan secara khusus pada perayaan misa.

Pandangan tentang tiga dunia

Ada tiga dunia:

  1. Dunia pencipta yaitu Langit: Lulu wula. Tempat diam Pencipta; Allah yang transenden atau Duä Ngga’e. Dalam pandangan asli langit memiliki 7 tingkatan. Lulu secara etimologis adalah ruang di belakang ruang tengah rumah rumah adat sebelah kanan. Lulu merupakan ruangan keramat karena merupakan tempat berdiam nitu pai: roh-roh leluhur. Biasanya di wisu lulu itu diletakan batu sesajen, dan emas (ngawu mbola kadho). Wula berarti bulan. Gheta lulu wula berarti di atas langit yang tinggi/keramat.
  2. Dunia ciptaan yaitu bumi/tanah: wena tana. Tempat diam makluk yang hidup: manusia, binatang, tumbuhan dan alam lingkungan. Pada tanah tempat berpijak manusia berkarya. Manusia mengolah tanah untuk ladang, sawah, dan menanam tanaman. Sekaligus manusia menjadikan tanah sebagai kubur untuk keabadiannya. Manusia juga mengadakan relasi dengan hewan-hewan di atas tanah tempat dia hidup. Begitu pula halnya dengan semesta alam lingkungan yang mengayomi manusia sepanjang hidupnya dari generasi ke generasi.
  3. Dunia orang mati.  Sebagian orang Lio meyakini tempat diam orang mati terletak di gunung yang tinggi. Karena menjadi tempat berdiam arwah-arwah maka di gunung yang tinggi itu dipandang keramat, sakti dan angker. Ada enam gunung di Lio yang dipandang sebagai tempat diam arwah yaitu Kelimutu, Keli Nggonde, Keli Ia, Keli Kinde, Keli Samba dan Mutu Busa di Keli Do. Namun dalam keseluruhan pemahaman orang Lio masih ada satu tempat lain di kejauhan sana yang merupakan kawasan keramat yakni di Padang gersang Towa Dhawe di Mbai. Mitos tentang tempat-tempat keramat digambarkan sebagai berikut: Ada tiga besar dari dunia perarwahan Lio yakni Konde, Ratu dan Raja. Kelimutu yang memiliki tiga danau dikuasai oleh Konde dan arwah-arwah yang berdiam di sana. Danau Merah dihuni oleh arwah para orang tua, Danau Hijau didiami oleh arwah orang muda dan Danau Putih merupakan tempat bermukim arwah anak-anak.  Tapi Danau Putih disebut juga danau untuk para suanggi. Dalam nyanyian ratap tradisional diungkapkan kelima tempat tersebut yaitu: (syair Se Sole di Keli Tembu Mukusaki Lio Utara):

“ ..... Ghalé Keli Kindé éo téi kema piré (Keli Kinde di Barat dilarang pandang dan diolah) Ghalé Towa Dhawe éo leka soö   paté (Begitu pula Towa Dhawe di dekatnya).Ebe gu mena Mutu, pai mena Ia (Arwah menyahut di Mutu, memanggil dari Ia).Konde menga wolé noö muku nggonde (Konde hanya memperdaya dengan pisang Nggonde). Konde menga tipo sa esa gidho (Konde hanya menghimpun dengan bunyi seruling).

Pisang Nggonde dalam seruling Konde ialah isyarat kematian (van Suchtelen. Onderafdeeling Ende, 1921). Orang yakin arwah dari Utara dan Selatan menuju tempat kediaman masing-masing. Keli Kinde dianggap begitu angker sehingga dengan memandang saja orang bisa mati. Keli Ia dihubungkan dengan Keli Mutu oleh raksasa Pépé, pesuruh Konde. Relasi Keli Mutu dan Keli Ia dinyatakan dalam syair “Mutu gha gu Ia mena pai” (Kelimutu memanggil, Ia pun memanggil). Berarti orang sudah waktunya mati.

Ratu saudara Konde berdiam di Mutu Busa  Keli Do yang terletak di sebelah Barat Keli Mutu. Sedangkan Raja berdiam di Keli Samba. Di Keli Samba di puncaknya terdapat tubu musu yaitu batu-batu nisan yang memiliki nilai keramat.

Ketiga dunia ini saling menyatu. Manusia (ciptaan) berasal dan kembali kepada Penciptanya. Ketika kembali berdiam di tempatnya yang khusus. Berlandaskan pada pandangan tentang tiga dunia maka keseluruhan hidup manusia terarah pada equlibrium antara ketiganya. Dalam realitas hidup manusia berusaha mewujudkan kebersamaan dengan wujud tertinggi dan para arwah melalui ritus-ritus religius.



 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar