A. Tanda
dari Alam
Bulan
menelan bintang (Wula mogo dala): pratanda akan ada kematian orang-orang terpandang,
pembesar atau orang-orang yang memiliki popularitas tertentu baik masa lalu
maupun saat sekarang.
- Ayam
berkokok (Manu kako) sebelum waktunya pada malam hari: pratanda akan ada
masalah/konflik/perkara atau juga akan ada kematian yang akan menimpa
warga setempat. Biasanya bisa diduga kelompok warga mana dari posisi ayam
berkokok. Bila dekat rumah seseorang maka sangat besar kemungkinan anggota
dalam rumah akan terlibat dalam masalah atau juga akan ada yang meninggal
- Anjing melolong (Lako moa)
pada malam hari : pratanda akan ada orang yang meninggal. Posisi anjing
melolong itu sendiri pun menentukan kemungkinan akan ada warga yang
meninggal atau bertalian hubungan dengan pihak warga yang berada sekitar
posisi anjing melolong. Apalagi jika anjing melolong di tengah malam nan
sunyi dan juga pada siang hari yang sepi.
- Anjing
menggonggong (Lako polu). Anjing menggonggong adalah hal biasa. Tetapi
akan bermakna lain pula di saat-saat tertentu seperti tiba-tiba saja
anjing menggonggong ke arah tertentu padahal secara kasat mata tak ada
faktor yang mempengaruhinya. Jika
demikian maka ada pratanda bahwa anjing telah melihat obyek tertentu yang
sedang berniat buruk terhadap seseorang/keluarga atau sesuatu. Orang
tersebut datang dalam kekuatan magicnya.
- Babi berbusa di kandang atau
sekitar rumah (Wawi besa/seru): pra tanda ada kehadiran magic atau roh
halus yang berniat mengganggu babi tersebut atau mengganggu tuan rumah
pemelihara babi.
- Belalang bersuara pada malam
hari (Koa/Poi seru): pratanda salah seorang dalam keluarga atau juga
kelurga yang bersangkutan sedang diperbincangkan orang lain.
- Burung
Gagak bersuara (seru ule ‘a’). Burung gagak bersuara disaat tertentu
secara mendadak akan membawa kabar buruk berupa kematian bagi warga
setempat. Kematian itu entahkah warga setempat atau juga orang lain tetapi
mayatnya mungkin sempat melintasi kawasan tersebut.
- Burung Hantu bersuara (Po
seru) pada malam hari: pratanda akan ada masalah/konflik atau juga akan
ada kematian. Pratandanya seperti ayam berkokok.
- Burung
Hujan (Ule ae uja). Burung ini biasanya muncul dipuncak musim panas dan
selalu berkeliaran di sepanjang sungai atau kali. Jika ekor burung ini
ketika melintasi sungai/kali menyentuh air itu berarti memberi tanda musim
hujan akan segera tiba. Karena itu para petani harus selekasnya menyiapkan
lahan untuk menanam.
- Burung
Rajawali bersuara di tengah malam (Iso noi): pratanda akan ada kematian
orang-orang yang terpandang, popularitas tertentu di kawasan itu. Pratandanya seperti bulan menelan
bintang.
- Burung
Srigunting bersuara (Sesesia besa) di dekat rumah: pratanda akan ada tamu
yang datang pada hari itu. Umumnya tamu dari jauh yang telah merencanakan
kunjungannya.
- Cecak
bersuara dalam rumah pada malam hari: pratanda ada kebenaran terhadap
sesuatu/hal tertentu yang sedang diperbincangkan secara serius.
- Suara
kucing berkelahi (seru ana eo ngembo): pratanda akan ada kematian.
Pratandanya sama dengan anjing melolong, ayam berkokok
- Tikus
berkejaran sambil menjerit dalam rumah pada malam hari: pratanda akan ada
kematian warga dalam rumah atau keluarga dekat dari warga dalam rumah.
- Ular
palang jalan (Nipa mapa jala): pratanda perjalanan menuju tujuan akan
terjadi sesuatu yang tidak menyenangkan. Bagi sebagian orang ketika sedang
berjalan dan bertemu dengan ular yang memalang di jalan pratanda leluhur
sedang mengikuti yang bersangkutan.
Bau
kencur dan genoa pada malam hari (Wau seku no’o kali raga): pratanda roh halus
sedang menghampiri seseorang yang mencium bau tersebut. Roh halus yang dimaksud
seperti Laiho’a atau Ule re’e/ata saga boko.
D. Tanda dari Keadaan Manusia (fisik, perasaan, pengenalan)
- Tersedak
yang terus berulang (pu’u ngai): untuk sebagian orang menandakan akan ada
tamu yang datang. Tetapi sebagian orang merupakan pratanda akan ada berita
kematian dari orang-orang yang memiliki hubungan baik karena keluarga
tetapi juga karena berada dalam satu kawasan.
- Bau
darah (wau ra) pratanda akan ada kematian yang tragis
- Bulu
roman berdiri pada saat tertentu di suatu tempat tertentu (hui mbenggi):
pratanda ada roh halus yang sedang menghampiri orang yang mengalaminya.
- Bau bangkai mayat (wau ata mata): pratanda akan ada kematian. Juga pratanda kehadiran arwah.
E. Tanda dari Dunia Roh-Roh: Nitu nangis: pra tanda orang mati
Kepercayaan
tradisional akan roh-roh:
- Atapolo/suanggi:
merupakan kekuatan black magic yang dimiliki seseorang yang sifatnya
mencelakakan merusak dan mematikan. Setiap orang yang memiliki black magic disebut
suanggi/atapolo. Atapolosono: seorang disembunyikan oleh atapolo. Di
kampung-kampung tradisional seseorang yang meninggal atau sakit parah
selalu dikaitkan dengan buatan suanggi. Untuk mengetahui biasanya orang
meminta penglihatan dukun-dukun tertentu yang memiliki keahlian khusus
untuk hal tersebut.
- Watu
bo’o: roh halus yang melipatgandakan hasil; makanan, tanaman. Meskipun
persediaan sedikit tapi bisa dinikmati oleh banyak orang. Biar cuma
sedikit saja orang menyantap tapi cepat kenyang/puas. Fenggere’e tergolong
white magic.
- Féngge
re’e ialah roh jahat perempuan yang merupakan pencuri unggul dan menderita
kleptomani. Pengaruh destruktifnya yakni menghabiskan persiapan konsumsi
seperti pada lumbung padi, periuk nasi, kuali daging. Karena itu dalam
memberikan sesajen roh jahat ini juga diletkan supaya manusia terhindar
dari aksinya (dari
Pater Sareng Orinbao, Tata Berladang Tradisional dan Pertanian Rasional
Suku Bangsa Lio, hal 55-56)
- Ule
re’e/atasaga boko: roh halus yang kerap menampakan diri/terjelma seperti
manusia kepada seseorang baik pria maupun wanita, anak kecil maupun orang
dewasa. Ciri-ciri Ule re’e yakni memiliki tangan kaki tapi tidak mempunyai
jarah tangan/kaki. Dalam banyak kasus orang-orang yang pernah bertemu
dengan roh ini selalu cepat meninggal. Biasanya roh ini ketika bertemu
dengan seseorang selalu tampak dalam sikap yang ramah, pesona, luwes dan
memberikan sesuatu untuk dinikmati baik berupa makanan atau juga tubuh mereka
sendiri (hubungan seks). Untuk hubungan seks dia akan tampak dalam rupa
pria atau wanita cantik menyerupai calon masing-masing. Jika tampak dalam
wujud wanita cantik sering orang menyebutnya Du’a Hela. Menurut
kepercayaan banyak orang, orang yang telah menikmati makanan dari Ule re’e
masih bisa diselamatkan oleh dukun tertentu yang memiliki keahlian khusus
untuk masalah tersebut yakni melakukan pemutusan hubungan. Tetapi orang
yang telah melakukan hubungan seks dengan Ule re’e sukar untuk
diselamatkan/melakukan pemutusan hubungan. Biasanya pada waktunya (bila
Ule re’e sudah hamil) orang yang bersangkutan harus meninggal. Ciri-ciri
orang yang meninggal karena bertemu dengan Ule re’ yakni seluruh tubuh menjadi
kuning. Sebelum meninggal didahului dengan sakit yang berkepanjangan.
Makin lama makin berat dan akhirnya meninggal. Dalam banyak kesaksian dari
orang-orang tertentu ketika orang yang bersangkutan meninggal selalu ada
penglihatan khusus terhadap kehadiran Ule re’e.
- Laiho’a:
sejenis roh halus yang dicirikan oleh tubuhnya yang terdiri dari tulang
belulang semata (tanpa otot/daging). Laiho’a ini sifatnya mengganggu dan
merusakan manusia/binatang. Laiho’a
dalam banyak kesaksian
memiliki peran yang sama
dengan atapolo. Dia acapkali menyembunyikan orang, memalang jalan ketika
orang lewat pada malam gelap. Jika Laiho’a sedang dekat dengan manusia
selalu ditandai dengan bau harum jenis tumbuhan tertentu seperti genoa,
kencur atau juga bau daging mentah, bau darah.
- Bara:
roh halus yang sifatnya mencelakakan atau mematikan dengan sangat
mendadak. Bara lebo (Bara melempar) adalah ungkapan yang menyatakan bahwa
kekhasan roh ini yakni mencelakakan dan mematikan manusia. Bara dipandang
sejenis binatang aneh tanpa ciri yang jelas[1].
Seseorang jika dilempar oleh Bara (Bara lebo) otomatis seketika itu pula
meninggal. Bagi orang-orang tertentu yang tiba-tiba saja mati mendadak di
tempat-tempat yang dikategorikan angker akan diyakni dilempar oleh Bara.
- Nitu/jin:
roh halus yang memiliki kekuatan tertentu. Setiap materi memiliki
nitu/jin. Batu (nitu watu), kayu/ tumbuhan, (nitu pu’u kaju), binatang
(nitu ule age), kali (nitu lowo), arwah leluhur (nitu pa’i). Setiap orang
yang mau menggunakan sesuatu barang harus juga tahu menyampaikan/menyapa
kepada nitunya melalui sesajen atau ungkapan tertentu. Jika tidak dia akan
diperdayakan oleh nitu/jin dari barang tersebut. Nitu pai yaitu pemilik
rumah adat (Saõ ria tenda bewa).
- Mataria
(mata besar) sejenis roh jahat atau suanggi besar.
- Longgo
Mbengga: roh jahat berkelamin wanita dengan ciri fisik yakni di bagian
punggung bolong. Sifatnya yakni mencuri masakan atau menghabiskan makanan
perjamuan. Apa saja yang dicurinya disembunyikan di lubang belakangnya
yang bolong. Perilakunya ini sangat mengonarkan suasana pesta atau kenduri
tertentu. Dasar dari kerja roh jahat ini ialah iri hati jika dia belum
diberi sesajen.
- Pontilanak:
roh jahat berkelamin perempuan.
Diyakni sifat Pontianak yakni mencelakakan anak/bayi. Ketika anak/bayi
sendirian Pontianak akan tampak dalam wujud ibunya. Di situ dia akan
membawa pergi bayi/anak kemana saja disukai. Tentu saja jika dibawa pergi
akan menghebohkan masyarakat. Sifat menghebohkan komunitas besar merupakan
keinginan dari Pontianak. Ponti = mencuri. Berarti roh pencuri
anak. Jika Pontianak diburu, ia akan lari membabi bvuta dan melabrak siapa
saja dengan buah dadanya yang panjang. Seseorang yang kena labrakan buah
dada Pontianak akan tampak memar membiru pada bagian tubuh tertentu.
Kekuatan Pontianak akan dinetralkan oleh orang-orang khusus yakni kaum ‘ata bhisa’
(dukun).
Kepercayaan akan para arwah
Orang
yang telah meninggal diyakini jiwanya masih berhubungan dengan orang-orang dekatnya
yang masih hidup. Karena itu kepercayaan akan kehadiran roh/jiwa arwah selalu
menyatu dalam hidup setiap orang.
Orang
yang meninggal mendadak bukan karena sakit atau penyakit melainkan karena
kecelakaan atau karena diserang roh-roh halus seperti suanggi, bara dan Laiho’a
selalu diyakni jiwanya akan senantiasa menggangu orang yang masih hidup
terkhusus orang dekatnya. Gangguan tersebut akan hadir beberapa waktu sejak
saat meninggal, dikremasi, dan beberapa
waktu setelah dikuburkan. Seseorang akan mengetahui diganggu oleh arwah orang mati ketika mencium bau mayat, mendengar bunyi hentakan yang mengagetkan:
hentakan pintu, jendela, dinding rumah, atap. Lalu mencium bau darah, daging
mentah. Atau mencium bau kencur dan genoak.
Penghormatan
kepada arwah para leluhur merupakan praktek yang selalu menyertai kehidupan
warga dari waktu ke waktu. Komunikasi dengan para arwah dapat dilakukan melalui
pemberian sesajen di kubur atau di rumah, membakar lilin atau dupa di kubur
maupun di depan pintu rumah bagi yang tinggal jauh, dan bagi yang menganut
Katholik mendoakan secara khusus pada perayaan misa.
Pandangan tentang tiga dunia
Ada
tiga dunia:
- Dunia
pencipta yaitu Langit: Lulu wula. Tempat diam Pencipta; Allah yang
transenden atau Duä Ngga’e. Dalam pandangan asli langit memiliki 7
tingkatan. Lulu secara etimologis adalah ruang di belakang ruang
tengah rumah rumah adat sebelah kanan. Lulu merupakan ruangan
keramat karena merupakan tempat berdiam nitu pai: roh-roh leluhur.
Biasanya di wisu lulu itu diletakan batu sesajen, dan emas (ngawu mbola
kadho). Wula berarti bulan. Gheta lulu wula berarti di atas langit
yang tinggi/keramat.
- Dunia
ciptaan yaitu bumi/tanah: wena tana. Tempat diam makluk yang hidup:
manusia, binatang, tumbuhan dan alam lingkungan. Pada tanah tempat
berpijak manusia berkarya. Manusia mengolah tanah untuk ladang, sawah, dan
menanam tanaman. Sekaligus manusia menjadikan tanah sebagai kubur untuk
keabadiannya. Manusia juga mengadakan relasi dengan hewan-hewan di atas
tanah tempat dia hidup. Begitu pula halnya dengan semesta alam lingkungan
yang mengayomi manusia sepanjang hidupnya dari generasi ke generasi.
- Dunia
orang mati. Sebagian orang Lio
meyakini tempat diam orang mati terletak di gunung yang tinggi. Karena
menjadi tempat berdiam arwah-arwah maka di gunung yang tinggi itu
dipandang keramat, sakti dan angker. Ada enam gunung di Lio yang dipandang
sebagai tempat diam arwah yaitu Kelimutu, Keli Nggonde, Keli Ia, Keli
Kinde, Keli Samba dan Mutu Busa di Keli Do. Namun dalam keseluruhan
pemahaman orang Lio masih ada satu tempat lain di kejauhan sana yang
merupakan kawasan keramat yakni di Padang gersang Towa Dhawe di Mbai.
Mitos tentang tempat-tempat keramat digambarkan sebagai berikut: Ada tiga
besar dari dunia perarwahan Lio yakni Konde, Ratu dan Raja. Kelimutu yang
memiliki tiga danau dikuasai oleh Konde dan arwah-arwah yang berdiam di
sana. Danau Merah dihuni oleh arwah para orang tua, Danau Hijau didiami
oleh arwah orang muda dan Danau Putih merupakan tempat bermukim arwah
anak-anak. Tapi Danau Putih
disebut juga danau untuk para suanggi. Dalam nyanyian ratap tradisional
diungkapkan kelima tempat tersebut yaitu: (syair Se Sole di Keli Tembu
Mukusaki Lio Utara):
“ ..... Ghalé Keli Kindé éo téi kema piré (Keli Kinde di Barat dilarang pandang dan diolah) Ghalé Towa Dhawe éo leka soö paté (Begitu pula Towa Dhawe di dekatnya).Ebe gu mena Mutu, pai mena Ia (Arwah menyahut di Mutu, memanggil dari Ia).Konde menga wolé noö muku nggonde (Konde hanya memperdaya dengan pisang Nggonde). Konde menga tipo sa esa gidho (Konde hanya menghimpun dengan bunyi seruling).
Pisang Nggonde dalam seruling
Konde ialah isyarat kematian (van Suchtelen. Onderafdeeling Ende, 1921).
Orang yakin arwah dari Utara dan Selatan menuju tempat kediaman masing-masing.
Keli Kinde dianggap begitu angker sehingga dengan memandang saja orang bisa
mati. Keli Ia dihubungkan dengan Keli Mutu oleh raksasa Pépé, pesuruh Konde.
Relasi Keli Mutu dan Keli Ia dinyatakan dalam syair “Mutu gha gu Ia mena
pai” (Kelimutu memanggil, Ia pun memanggil). Berarti orang sudah waktunya
mati.
Ratu saudara Konde berdiam di Mutu Busa Keli Do yang terletak di sebelah Barat Keli Mutu. Sedangkan Raja berdiam di Keli Samba. Di Keli Samba di puncaknya terdapat tubu musu yaitu batu-batu nisan yang memiliki nilai keramat.
Ketiga
dunia ini saling menyatu. Manusia (ciptaan) berasal dan kembali kepada
Penciptanya. Ketika kembali berdiam di tempatnya yang khusus. Berlandaskan pada
pandangan tentang tiga dunia maka keseluruhan hidup manusia terarah pada
equlibrium antara ketiganya. Dalam realitas hidup manusia berusaha mewujudkan
kebersamaan dengan wujud tertinggi dan para arwah melalui ritus-ritus religius.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar